”Ya tidak juga Bunda. Teman aku itu sering dipuji sama Bapak dan Ibu Guru”
”Kalau sering dipuji, tentu ada sebabnya khan sayang...?”
”Iya… sih. Dia itu pintar Bunda..., bahkan kata teman-teman, Bahasa Inggrisnya lebih pintar dari Tya”
”Oh begitu. Terus …?”
”Khan bahaya Bunda. Tya punya saingan berat tuh nantinya. Bisa-bisa Tya digeser jadi juara kelas” jawab Chintya cemberut.
Ayah dan Bunda Chintya tersenyum. Mereka saling lirik. Kali ini Ayah bicara.
”Jangan punya pikiran jelek. Nanti kecantikan Tya bisa berkurang”
”Ah... Ayah. Mana mungkin orang yang cantik bisa berkurang hanya dengan punya perasaan curiga atau jelek sama teman”
”Eit…!. Kecantikan seseorang bukan hanya dilihat dari penampilan wajah, sayang…., tapi juga dari tutur kata dan tingkah laku yang baik pada orang lain. Termasuk menilai baik seseorang. Apalagi teman yang baru dikenal. Iya khan Bunda...” jawab Ayah sambil mengedipkan mata sebelah kiri ke Bunda.
”Betul Tya. Seharusnya Tya berteman baik dengan siapapun tanpa menilai kelebihan dan kekurangannya. Apalagi teman yang pintar. Khan bisa untuk teman diskusi dan tukar pengetahuan” jawab Bunda sambil membelai rambut Tya yang lembut. Chintya merenungkan nasehat Ayah dan Bunda. Dia segera menyadari sikap dan pikirannya yang keliru.
Tak terasa jam dinding menunjukkan pukul satu siang kurang lima belas menit.