: "Umbu, menulis tentangmu tidak sebagaimana mudahnya menyebutkan namamu"
Umbu,
begitulah nama yang sering kugumamkan dari bibir yang berlumur dosa ini
dosa-dosa yang pernah terhampar disepanjang jalan malioboro
bahkan ketika gelar presiden malioboro tersemat di ragamu
engkau hanya tertawa-tawa dan berkata:
aku menepi, aku menarik diri
ya, kerana engkau memang lebih suka berada ditepian
hmm,
sang guru dari para mbah guru memang begitu
suka melata tahtakan dirinya pada titik terendah
sesekali melompat-lompat seperti kilatan petir
menyambar-nyambar, menyodok-nyodok ulu hati
hingga membakar dan menjungkirbalikkan teori-teori susastra
aku bergumam: "Umbu.........."
duhai sang Umbu,
dada ini semakin perih
gumamanku makin tak terperikan
ingin segera kuhentikan menulis tentangmu
tapi ujung jari mengendalikan nalarku dan memaksaku menuliskan kalimat terakhir untukmu
kalimat terakhir? ataukah akhir berkalimat?
lalu, aku bertanya: adakah kalimat terakhir yang paling pantas kutuliskan untukmu?
sedangkan kini aku baru saja mulai menulis lagi
sudahlah,
aku telah kehabisan kata-kata untuk menceritakanmu
bahkan sampai saat ini; aku tak punya sepenggal pun kalimat terbaik untuk bercerita tentangmu
bukan apa-apa tonggak penyangga intuisiku telah patah, bahkan lebur
nalarku babak belur, lebam di sana sini
banyak yang kehilangan dirimu;
tapi, aku menemukan dirimu; bahwa dunia telah memelukmu sangat erat
sebagaimana katamu dalam puasa tiga harimu,
: "....saya sedang mempersiapkan diri tinggal di sana apakah tiga hari atau satu minggu,...."
duhai sang guru para mbah guru
duh, kilau mata pedang berselaput sutera itu telah menyambit membelah angkasa
Umbu, Umbu, ada Umbu dalam Umbu
antara ada dan tiada
walau tiada, tetap saja ada
kerana mengenangmu di tiga hari kepergianmu, sungguh pahit
Umbu Landu Paranggi,
kuda putih itu telah mengantarkanmu pergi ke intisari kehidupan
di antara derai-derai kuda merah yang meringkik-ringkik pilu
di sini, pada kotak hidup yang berada sangat dekat dengan kotak kematian
semakin terasakan bahwa pelajaran hidup yang diwariskan pada manusia tak mesti menjadi kyai atau rahib
cukuplah bersusastra pada tempatnya
begitulah kesejatian unggah-ungguh seorang Umbu di titik nol
: in memoriam Umbu Landu Paranggi
(wafat, selasa 6 april 2021 Â 03:55 wita di rumah sakit bali mandara)
sumurserambisentul, 09 april 2021
arrie boediman la ede
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H