Mohon tunggu...
Arrie Boediman La Ede
Arrie Boediman La Ede Mohon Tunggu... Arsitek - : wisdom is earth

| pesyair sontoloyo di titik nol |

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Saujana

2 November 2015   11:12 Diperbarui: 2 November 2015   11:42 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

: pada sebuah perjalanan

ini tentang sebuah hari yang kering
ada yang terlihat, ada yang terabaikan
pun, peluh menetes yang mengairbahkan dirinya
semakin menengelamkan tubuh ringkih ini dalam-dalam

apa yang terasa?
tidak lebih dari sebuah kesia-siaan?
itu katamu duhai rembulanku yang bersemayam pada singgasana pagi
padahal bukan itu yang kumaksudkan

: pada sebuah tikungan

katakanlah bahwa ini sesuatu yang absurd
namun, bagaimana mungkin bisa kubertepuk ketika engkau terpuruk?!
tidakkah engkau merasa bahwa sesuatu yang engkau anggap sia-sia itu adalah hal yang baru bagi kita
tak kuragukan itu; walaupun sesungguhnya tak pernah engkau anggap bahwa itu sebuah kebenaran

berkali-kali engkau berseru, "esok, akan kuketuk pintu langit!"
kucoba untuk memahami apa yang engkau maksudkan
tak setitikpun cahaya berpendar dari akal sehatku
walau sekadar memberitahu bahwa yang engkau katakan itu adalah ketidakpastian

: pada sebuah persimpangan

duhai senja yang melembayung
semakin sering kulihat wajahmu meragu
adakah dari perkataanku seharian ini membuatmu risau?
bicaralah, hari semakin mendekat pada pucuk sunyinya

duhai sang pelangi hati
airmatamu adalah mata airmu yang menderas mengaliri sungai-sungai perih direlung hati
basah, semakin membasahi relung-relung perjalanan bisu yang belum juga berakhir
tak ingin kupaksakan untuk engkau yakini bahwa sesungguhnya kita sedang meniti sebuah hari menuju pada sebuah titik yang entah

: pada sebuah persinggahan

mungkin sudah terlalu lama kita berjalan, bersama
entah siang, entah malam; tak pernah kuhitung jumlah jejak yang tertinggal dibelakang kita
jenuhkah? jemukah jiwa ragamu melalui perjalanan yang tak pernah berhenti ini?
semoga engkau masih ingat sebuah perjanjian suci yang pernah kita tuliskan pada selembar cita

engkau mungkin benar bahwa semua ada batasnya, termasuk menelusuri lorong panjang yang nyaris tak berujung ini
tak ingin kubantah atau sekadar mendebat pernyataanmu; kerana, tak ingin sekalipun kulukai perjalanan hari yang belum usai ini
sebab, dengan segala keterbatasanku bahwa sesuatu yang paling kupahami tentang hidup ini adalah sebaik-baiknya kata, sebaik-baiknya perbuatan
begitulah caraku yang paling sederhana dalam menyikapi hidup yang sedang berjalan pada porosnya, salahkah?

: "wahai matahati yang bersemayam dalam jiwa yang sunyi, sejak kapan engkau berdiri tegak disamping kiriku sembari memandangiku dalam hirukpikuknya kehidupan?"

sumur serambi sentul, 02/11/2015
©2015-arrie boediman la ede

---------------------------------------------------

"jika sempat silahkan mampir sejenak di sajak "Renjana"

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun