Mohon tunggu...
Array Anarcho
Array Anarcho Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Budak korporat yang lagi berjuang hidup dari remah-remah kemegahan dunia. Sekarang ini lagi dan terus belajar menulis. “Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”. – Imam Al-Ghazali.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Redam Perang Nuklir di Semenanjung Korea Lewat Pendekatan Ekonomi dan Denuklirisasi

4 September 2024   10:14 Diperbarui: 4 September 2024   23:06 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un saat bertemu Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (AFP Photo/Saul Loeb

Perang nuklir di Semenanjung Korea menjadi isu yang paling hangat akhir-akhir ini. Tensi yang naik turun antara Amerika Serikat (AS) dan Korea Utara (Korut) membuat negara-negara di kawasan Asia Timur ikut ketar-ketir. Sebab, jika kedua negara ini terus gontok-gontokan adu kekuatan, bukan tidak mungkin perang nuklir akan pecah di Semenanjung Korea. Dampaknya, negara-negara di Asia Timur, seperti Korea Selatan (Korsel), China, Taiwan, bahkan Mongolia akan kena 'getahnya'.

Belajar dari pengalaman yang sudah ada, sebenarnya potensi konflik di Semenanjung Korea ini bisa diredam. Perang nuklir bisa dicegah jika AS memberikan jaminan keamanan bagi negara berhaluan komunis tersebut. Dalam dua kali pertemuan Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) tahun 2018 dan 2019 di Singapura dan Vietnam, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un sempat bertemu muka dengan Presiden AS, Donald Trump. Saat itu, Kim sudah berusaha melunak. Ia memberikan sinyal bahwa Korut akan menghentikan pengembangan nuklir, dan tidak lagi menembakkan misil-misilnya ke udara.

Dengan catatan, negara barat, khususnya AS mau memberikan bantuan kepada Korut. Sayangnya, pembicaraan itu tidak menemukan kesepakatan. Kim yang 'terpojok' dengan sanksi ekonomi Dewan Keamanan PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) kemudian melanjutkan recana pengembangan nuklirnya. Bahkan, Kim dan pasukannya beberapa kali menembakkan misil ke wilayah timur Juli 2024 lalu, seperti dilansir dari AFP. Tindakan tersebut dilakukan Kim Jong Un merespon latihan militer Freedom Edge yang dilakukan AS, Korsel dan Jepang.

Pada Rabu, 5 Juni 2024 lalu, sebagaimana yang dilaporkan CNN Internasional, dalam latihan gabungan yang dilakukan AS, Korsel dan Jepang, Negeri Paman Sam itu menjatuhkan amunisi berpresisi 500 pon, dan menyerang beberapa sasaran di Semenanjung Korea. Pesawat-pesawat canggih AS dan Korsel, seperti bomber B-1B dan F-15K Eagles melakukan serangkaian manuver saat latihan, yang kemudian dianggap Korut sebagai tindakan provokasi. Atas dasar itu pula, Korut kemudian melesatkan rudal jarak pendek dari kawasan Jangyon, di Provinsi Hwanghae Selatan. Ada dua misil yang ditembakkan dengan waktu berdekatan. Misil pertama meluncur sekira pukul 05.05 waktu setempat. Misil kedua dilesatkan sekira pukul 05.15.

Penembakan rudal itu dilakukan persis setelah AS, Korsel dan Jepang menyelesaikan latihan gabungannya di Semenanjung Korea. Sejak saat itu, ketegangan terus terjadi hingga saat ini. Ancaman meletusnya perang nuklir tidak bisa dihindari, jika AS dan Korut sama-sama ngotot dan merasa benar sendiri. Disisi lain, Indonesia yang merupakan negara non blok semestinya bisa ikut ambil bagian dalam meredam situasi yang kian memanas. Meski tidak terdampak langsung dengan perang nuklir itu, tapi Indonesia berkepentingan menjaga keamanan warga negaranya. Dikutip dari CNBC Indonesia, jumlah warga negara Indonesia (WNI) yang ada di Korsel saat ini mencapai 61.000 jiwa. Dari jumlah tersebut, 90 persen diantaranya adalah pekerja migran. Jika perang nuklir di Semenanjung Korea meletus, tidak tertutup kemungkinan WNI kita yang ada di Korsel ikut terdampak.

Melihat peta keamanan tersebut, Indonesia sebenarnya punya kepentingan yang besar dalam mengupayakan perdamaian di Semenanjung Korea. Langkah yang perlu diambil Indonesia tentu saja dengan cara membuka ruang dialog dengan negara-negara yang berkepentingan. Sebagai negara yang mengusung politik bebas aktif, Indonesia bisa membuka diskusi dengan Tiongkok dan Rusia, selaku negara penyokong Korut. Di sisi lain, Indonesia juga bisa membuka ruang dialog langsung dengan AS, karena punya hubungan diplomatik yang sangat baik hingga saat ini.

Indonesia perlu mendorong adanya denuklirisasi tidak hanya di Korut, tapi juga negara-negara yang tengah bersinggungan saat ini. Langkah denuklirisasi ini bisa dijalankan, jika negara-negara yang berkepentingan berkomitmen untuk sama-sama menjaga stabilitas keamanan di kawasan Semenanjung Korea. Langkah lain yang bisa diambil Indonesia adalah dengan mendorong adanya pertemuan multilateral negara-negara terkait, seperti Korut, Korsel, Tiongkok, Rusia, AS hingga Jepang untuk sama-sama membicarakan perundingan perdamaian di Semenanjung Korea. Perlu dicari solusi bersama, bagaimana menekan krisis nuklir yang kian memanas akhir-akhir ini.

Dialog dan Stop Provokasi

Strategi utama dalam mencegah terjadinya perang nuklir adalah dialog. Jika negara-negara yang berkepentingan mau melakukan dialog, tentu akan ketemu solusi yang bisa dicapai. Strategi ini sangat berkesesuaian dengan budayanya orang timur, yang mengedepankan dialog dan toleransi. Namun, hal ini memang sulit ditemukan di negara-negara barat. Maka dari itu, AS, selaku negara yang bersinggungan langsung dengan Korut harus bisa membuka ruang dialog demi tercapainya perdamaian di Semenanjung Korea. Indonesia, yang juga punya kepentingan dalam menjaga keamanan warganya, bisa mendorong kedua belah pihak ini untuk sama-sama membicarakan solusi yang terbaik bagi terciptanya keamanan dunia.

Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un saat bertemu Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (AFP Photo/Saul Loeb
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un saat bertemu Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (AFP Photo/Saul Loeb

Jika nantinya dialog tersebut sudah menemukan solusi yang tepat, maka pihak terkait harus bisa menahan diri. Jangan lagi melakukan tindakan-tindakan provokasi, yang bisa menyulut api permusuhan. Misalnya, AS tidak perlu lagi melakukan latihan-latihan gabungan di wilayah Semenanjung Korea. Sebab, Korut sendiri sudah sempat memberikan sinyal, bahwa mereka sebenarnya siap untuk tidak lagi menembakkan misil-misilnya. Hal itu bisa dilihat ketika para pemimpin negara dan pasukannya bisa sama-sama menahan diri. Korut baru akan melesatkan rudalnya jika merasa terancam. Ia akan menunjukkan kekuatannya dengan letusan rudal, sebagai bentuk pertahanan dan jawaban atas latihan-latihan militer yang dilakukan AS dan sekutunya.

Pendekatan Ekonomi

Dalam pertemuan KTT di Singapura dan Vietnam pada tahun 2018 dan 2019 lalu, Kim Jong Un sebenarnya sudah memberikan respon yang positif pada Presiden AS Donald Trump, terkait upaya penghentian pengembangan nuklir. Hanya saja, setelah pertemuan itu, Washington tidak menepati janjinya soal niat memberikan bantuan kepada Pyongyang. Bantuan yang dimaksud adalah bantuan ekonomi. Seperti diketahui bersama, sejak Korut dijatuhi sanksi ekonomi oleh DK PBB, negara berhaluan komunis itu makin terdesak. Kondisi ekonominya makin karut marut.

Karena alasan itu pula, ketika AS memberikan tawaran Korut untuk tidak lagi melanjutkan pengembangan nuklirnya, Kim Jong Un dengan berat hati sempat mengamininya. Namun belakangan, janji yang disampaikan AS hanya isapan jempol belaka. Hal itu yang kemudian membuat Korut meradang. Menteri Luar Negeri Korut Ri Son Gwon mengatakan, bahwa mereka tidak akan menerima kebijakan AS tanpa adanya imbalan.

"Kami tidak akan pernah lagi menerima paket (kebijakan) dari pemimpin AS tanpa adanya imbalan tertentu. Tidak ada yang lebih munafik dari janji kosong," kata Ri Son Gwon, Juni 2020 silam, dilansir dari CNBC Indonesia. Bahkan, Ri mengatakan, negaranya akan mengembangkan pasukan militer yang handal demi menghadapi ancaman yang sering terjadi di kawasan Semenanjung Korea. Meski Korut terus membangun kekuatan, khususnya pengembangan nuklir, negara ini tetap terseok-seok dari sisi ekonomi. Banyak rakyat Korut yang kelaparan akibat anggaran negaranya terserap untuk pembangunan kekuatan militer.

Berdasarkan ulasan Indo Pacific Defense Forum, 60 persen rakyat Korut, atau 15 persen warganya hidup dalam kemiskinan absolut per tahun 2020. Maka dari itu, penting bagi negara-negara lain untuk membuka ruang dialog dengan pendekatan ekonomi bagi Korut. Negara ini butuh sokongan ekonomi dalam membangun dan mempertahankan negaranya dari berbagai ancaman krisis, khususnya kelaparan akut. Indonesia, bisa mengambil peranan dalam hal ini. Indonesia bisa mendorong negara lain, seperti AS untuk bisa membuka dialog dari aspek pendekatan ekonomi. Mungkin, janji inilah yang tengah ditunggu Korut. Sebab, seperti kita ketahui bersama, bahwa saat ini Korut masih disokong Tiongkok dan Rusia. Sayangnya, sokongan Tiongkok dan Rusia belum sepenuhnya mengcover kebutuhan ekonomi Korut. Dan ada pandangan, bahwa Korut justru dijadikan bargaining politik bagi Tiongkok dan Rusia terhadap AS. Sehingga polemik yang terjadi di Semenanjung Korea ini sangat sulit teratasi akibat adanya kepentingan-kepentingan pihak lain terhadap AS.

Kedepan, mungkin Indonesia bisa membuka ruang dialog ini, melakukan pendekatan ekonomi terhadap Korut. Caranya, dengan meyakinkan Tiongkok, Rusia, AS, Korsel, dan Jepang untuk sama-sama menjaga perdamaian di kawasan Semenanjung Korea. Indonesia harus bisa mendorong terbukanya ruang investasi bagi Korut agar negara ini bisa bangkit dari keterpurukan. Sebab, seperti kata Ri Son Gwon, Korut mengharapkan adanya imbalan tertentu, dan bukan janji kosong dalam membangun negaranya, khususnya dari segi ekonomi.(ray)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun