Mohon tunggu...
Array Anarcho
Array Anarcho Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Budak korporat yang lagi berjuang hidup dari remah-remah kemegahan dunia. Sekarang ini lagi dan terus belajar menulis. “Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”. – Imam Al-Ghazali.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Redam Perang Nuklir di Semenanjung Korea Lewat Pendekatan Ekonomi dan Denuklirisasi

4 September 2024   10:14 Diperbarui: 4 September 2024   23:06 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
AS Vs Korut/Seputar Indonesia https://international.sindonews.com/berita/1268214/42/menhan-as-peringatkan-ancaman-perang-di-semenanjung-korea

Perang nuklir di Semenanjung Korea menjadi isu yang paling hangat akhir-akhir ini. Tensi yang naik turun antara Amerika Serikat (AS) dan Korea Utara (Korut) membuat negara-negara di kawasan Asia Timur ikut ketar-ketir. Sebab, jika kedua negara ini terus gontok-gontokan adu kekuatan, bukan tidak mungkin perang nuklir akan pecah di Semenanjung Korea. Dampaknya, negara-negara di Asia Timur, seperti Korea Selatan (Korsel), China, Taiwan, bahkan Mongolia akan kena 'getahnya'.

Belajar dari pengalaman yang sudah ada, sebenarnya potensi konflik di Semenanjung Korea ini bisa diredam. Perang nuklir bisa dicegah jika AS memberikan jaminan keamanan bagi negara berhaluan komunis tersebut. Dalam dua kali pertemuan Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) tahun 2018 dan 2019 di Singapura dan Vietnam, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un sempat bertemu muka dengan Presiden AS, Donald Trump. Saat itu, Kim sudah berusaha melunak. Ia memberikan sinyal bahwa Korut akan menghentikan pengembangan nuklir, dan tidak lagi menembakkan misil-misilnya ke udara.

Dengan catatan, negara barat, khususnya AS mau memberikan bantuan kepada Korut. Sayangnya, pembicaraan itu tidak menemukan kesepakatan. Kim yang 'terpojok' dengan sanksi ekonomi Dewan Keamanan PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) kemudian melanjutkan recana pengembangan nuklirnya. Bahkan, Kim dan pasukannya beberapa kali menembakkan misil ke wilayah timur Juli 2024 lalu, seperti dilansir dari AFP. Tindakan tersebut dilakukan Kim Jong Un merespon latihan militer Freedom Edge yang dilakukan AS, Korsel dan Jepang.

Pada Rabu, 5 Juni 2024 lalu, sebagaimana yang dilaporkan CNN Internasional, dalam latihan gabungan yang dilakukan AS, Korsel dan Jepang, Negeri Paman Sam itu menjatuhkan amunisi berpresisi 500 pon, dan menyerang beberapa sasaran di Semenanjung Korea. Pesawat-pesawat canggih AS dan Korsel, seperti bomber B-1B dan F-15K Eagles melakukan serangkaian manuver saat latihan, yang kemudian dianggap Korut sebagai tindakan provokasi. Atas dasar itu pula, Korut kemudian melesatkan rudal jarak pendek dari kawasan Jangyon, di Provinsi Hwanghae Selatan. Ada dua misil yang ditembakkan dengan waktu berdekatan. Misil pertama meluncur sekira pukul 05.05 waktu setempat. Misil kedua dilesatkan sekira pukul 05.15.

Penembakan rudal itu dilakukan persis setelah AS, Korsel dan Jepang menyelesaikan latihan gabungannya di Semenanjung Korea. Sejak saat itu, ketegangan terus terjadi hingga saat ini. Ancaman meletusnya perang nuklir tidak bisa dihindari, jika AS dan Korut sama-sama ngotot dan merasa benar sendiri. Disisi lain, Indonesia yang merupakan negara non blok semestinya bisa ikut ambil bagian dalam meredam situasi yang kian memanas. Meski tidak terdampak langsung dengan perang nuklir itu, tapi Indonesia berkepentingan menjaga keamanan warga negaranya. Dikutip dari CNBC Indonesia, jumlah warga negara Indonesia (WNI) yang ada di Korsel saat ini mencapai 61.000 jiwa. Dari jumlah tersebut, 90 persen diantaranya adalah pekerja migran. Jika perang nuklir di Semenanjung Korea meletus, tidak tertutup kemungkinan WNI kita yang ada di Korsel ikut terdampak.

Melihat peta keamanan tersebut, Indonesia sebenarnya punya kepentingan yang besar dalam mengupayakan perdamaian di Semenanjung Korea. Langkah yang perlu diambil Indonesia tentu saja dengan cara membuka ruang dialog dengan negara-negara yang berkepentingan. Sebagai negara yang mengusung politik bebas aktif, Indonesia bisa membuka diskusi dengan Tiongkok dan Rusia, selaku negara penyokong Korut. Di sisi lain, Indonesia juga bisa membuka ruang dialog langsung dengan AS, karena punya hubungan diplomatik yang sangat baik hingga saat ini.

Indonesia perlu mendorong adanya denuklirisasi tidak hanya di Korut, tapi juga negara-negara yang tengah bersinggungan saat ini. Langkah denuklirisasi ini bisa dijalankan, jika negara-negara yang berkepentingan berkomitmen untuk sama-sama menjaga stabilitas keamanan di kawasan Semenanjung Korea. Langkah lain yang bisa diambil Indonesia adalah dengan mendorong adanya pertemuan multilateral negara-negara terkait, seperti Korut, Korsel, Tiongkok, Rusia, AS hingga Jepang untuk sama-sama membicarakan perundingan perdamaian di Semenanjung Korea. Perlu dicari solusi bersama, bagaimana menekan krisis nuklir yang kian memanas akhir-akhir ini.

Dialog dan Stop Provokasi

Strategi utama dalam mencegah terjadinya perang nuklir adalah dialog. Jika negara-negara yang berkepentingan mau melakukan dialog, tentu akan ketemu solusi yang bisa dicapai. Strategi ini sangat berkesesuaian dengan budayanya orang timur, yang mengedepankan dialog dan toleransi. Namun, hal ini memang sulit ditemukan di negara-negara barat. Maka dari itu, AS, selaku negara yang bersinggungan langsung dengan Korut harus bisa membuka ruang dialog demi tercapainya perdamaian di Semenanjung Korea. Indonesia, yang juga punya kepentingan dalam menjaga keamanan warganya, bisa mendorong kedua belah pihak ini untuk sama-sama membicarakan solusi yang terbaik bagi terciptanya keamanan dunia.

Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un saat bertemu Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (AFP Photo/Saul Loeb
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un saat bertemu Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (AFP Photo/Saul Loeb

Jika nantinya dialog tersebut sudah menemukan solusi yang tepat, maka pihak terkait harus bisa menahan diri. Jangan lagi melakukan tindakan-tindakan provokasi, yang bisa menyulut api permusuhan. Misalnya, AS tidak perlu lagi melakukan latihan-latihan gabungan di wilayah Semenanjung Korea. Sebab, Korut sendiri sudah sempat memberikan sinyal, bahwa mereka sebenarnya siap untuk tidak lagi menembakkan misil-misilnya. Hal itu bisa dilihat ketika para pemimpin negara dan pasukannya bisa sama-sama menahan diri. Korut baru akan melesatkan rudalnya jika merasa terancam. Ia akan menunjukkan kekuatannya dengan letusan rudal, sebagai bentuk pertahanan dan jawaban atas latihan-latihan militer yang dilakukan AS dan sekutunya.

Pendekatan Ekonomi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun