Mohon tunggu...
Array Anarcho
Array Anarcho Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Budak korporat yang lagi berjuang hidup dari remah-remah kemegahan dunia. Sekarang ini lagi dan terus belajar menulis. “Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”. – Imam Al-Ghazali.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kelas dan KRIS BPJS Kesehatan, Akankan Peserta Dilayani dengan Baik?

14 Mei 2024   21:42 Diperbarui: 14 Mei 2024   21:47 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden RI Joko Widodo baru saja menandatangani penggantian Kelas 1, 2, 3 dalam BPJS Kesehatan menjadi Kelas Rawat Inap Standar atau KRIS. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Rencananya, aturan ini akan berlaku mulai 30 Juni 2025. Merespon aturan ini, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan bahwa pergantian ini tidak menghilangkan jenjang perawatan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 

Ali bilang, bahwa pembagian layanan kesehatan itu terdiri dari kelas standar, kelas 2, kelas 1 dan kelas VIP. Untuk saat ini, iuran yang wajib dibayarkan peserta BPJS Kesehatan juga masih belum berubah. Rencananya, pengubahan iuran BPJS Kesehatan akan disesuaikan mulai 1 Juli 2025. 

Terlepas dari pergantian kelas menjadi KRIS tersebut, masyarakat pun bertanya, akankah pergantian sistem ini nantinya bakal menjadikan pelayanan BPJS Kesehatan di rumah sakit menjadi lebih baik? Sebab seperti diketahui, sering kita dengar kisah dari para peserta BPJS Kesehatan yang sering diabaikan pihak rumah sakit ketika berobat.

Yang diutamakan rumah sakit justru adalah pasien umum. Padahal jelas-jelas, peserta BPJS Kesehatan juga semestinya mendapat hak yang sama dari segi pelayanan kesehatan. Mereka yang sudah membayar iuran tiap bulan dan patuh terhadap aturan semestinya turut dilayani dengan baik. Tapi faktanya, masih ada rumah sakit yang kadang abai dengan peserta BPJS Kesehatan. Sering ada kasus, ketika peserta BPJS Kesehatan berobat, mereka merasa diacuhkan rumah sakit.

Kasus seperti ini pernah penulis alami sendiri. Ketika membawa ibu berobat ke satu rumah sakit swasta di Kota Medan, petugas medis yang tahu bahwa kami adalah peserta BPJS Kesehatan dengan ketusnya mengatakan bahwa ruang rawat inap sudah penuh. Kala itu ibu penulis sudah tidak bisa apa-apa, lantaran asam lambungnya kambuh. 

Keluarga sempat bermohon, agar kiranya rumah sakit bisa mengecek ulang kamar yang tersedia. Lalu datang seorang dokter jaga perempuan. Di hadapan orang yang lagi sakit dan membutuhkan perawatan, dokter jaga ini dengan ketusnya mengatakan, "apa pasien lain harus kami keluarkan dulu biar ibu bisa dirawat di sini," ucap dokter tersebut.

Mendengar hal itu, ayah penulis sempat kaget dan tak menyangka. Penulis sendiri juga sempat geram mendengarnya. Lantaran ayah penulis sering berobat langsung dengan pemilik rumah sakit, akhirnya orangtua penulis menemui sang pemilik di ruang kerjanya. Setelah menceritakan bagaimana kondisi ibu penulis, akhirnya pemilik rumah sakit menelepon bawahannya untuk mengecek kamar di rumah sakit tersebut. Begitu pimpinannya menghubungi, petugas medis yang ada di ruang IGD pun langsung berubah sikap menjadi baik. Mereka pun sibuk melayani ibu penulis yang sudah tergeletak di kasur perawatan.

Beberapa saat kemudian, akhirnya ibu penulis dibawa ke ruang rawat inap. Saat penulis masuk ke dalam rumah sakit, ternyata masih ada kamar kosong. Bahkan, di kamar kosong itu ada dua bed lagi yang tersedia. Dari sini dapat dilihat, bagaimana perlakuan petugas medis di rumah sakit terhadap peserta BPJS Kesehatan. 

Kalau kita orang awam yang berobat, pasti akan sangat dipersulit. Padahal rumah sakit sejatinya tinggal mengklaim saja dana yang keluar selama perawatan pasien ke BPJS Kesehatan. Tapi entah kenapa, ada saja petugas medis di rumah sakit yang bertingkah demikian. Apakah karena tak mau repot melayani peserta BPJS Kesehatan, atau memang malas karena ingin berleha-leha di tempat kerja.

Bukan cuma itu saja, di sejumlah puskesmas pun kadang demikian. Peserta BPJS Kesehatan yang datang berobat paling cuma ditanya-tanya tanpa diperiksa, lalu diresepkan obat. Padahal pasien ingin benar-benar dilayani secara profesional oleh dokter yang bertugas di puskesmas tersebut. Tapi harapan itu kadang cuma sekadar angan-angan saja. Pasien datang hanya untuk mengambil obat tanpa benar-benar diperiksa.

Menyangkut perubahan kelas menjadi KRIS tadi, tentu harapannya yang paling penting adalah bagaimana rumah sakit yang sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan bisa melayani peserta dengan baik. Jangan begitu mendengar bahwa pasien yang berobat adalah peserta BPJS Kesehatan, petugas medis pun menjadi ogah-ogahan dan terkesan acuh. Sehingga masyarakat yang menjadi peserta BPJS Kesehatan pun menjadi kecewa. Padahal sudah tiap bulan membayar iuran tepat waktu. 

Perlu Pengawasan yang Ketat

Bagi pemangku kepentingan, terlebih mereka yang sudah diamanatkan oleh undang-undang untuk mengawasi rumah sakit, semestinya bisa bekerja lebih optimal. Rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan ini patut diawasi pelayanannya. Jangan sampai masyarakat yang menjadi peserta BPJS Kesehatan justru cuma mendapat kekecewaan saja akibat ulah petugas medis dari rumah sakit. Kadangkala, masyarakat awam ini bingung hendak mengadu kemana ketika dihambat saat berobat. Padahal mereka ingin memanfaatkan layanan kesehatan yang tiap bulan sudah mereka bayar.

Karena itu, pihak terkait, apakah itu Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS), BPJS Kesehatan, bahkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), harus rajin-rajin melakukan pemantauan. Jangan ketika ada masalah, baru semuanya sibuk saling tunjuk hidung. Kedepan, jika nantinya ditemukan ada kasus pasien peserta BPJS Kesehatan ditolak oleh rumah sakit, maka rumah sakitnya harus dijatuhi sanksi tegas. Bila perlu, jika penolakan dilakukan karena akal-akalan petugas medis, maka petugas medis tersebut harus dipidanakan! Agar kedepan tidak adalagi penolakan-penolakan terhadap peserta BPJS Kesehatan.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun