"Tak ada arti apa-apa. Mungkin lebih baik dengan gadis lain."
"Apakah itu berarti sebuah penolakan. Bagaimana hubungan yang selama ini kita jaga kesuciannya dari kemunafikan. Hubungan yang kita pelihara agar tak ternoda sampai saatnya tiba." Koma gelagapan.
"Ya, Neng tak mau menikah dengan Akang!" mata Rindu beriak. Koma merasa itu bukan berasal dari dalam diri Rindu, seperti ada sesuatu yang mempengaruhi.
"Kenapa? Beri Akang alasan yang jelas!"
"Pokoknya tidak bisa, tidak mau. Itu saja. Cari gadis lain saja!"
"Kenapa neng? Kenapa jadi begini?" tanya Koma lagi, campur baur rasa menggemuruh dalam dada.
"Neng tak pantas buat Akang," sergah Rindu
"Ini bukan soal pantas atau tak pantas." Dada Koma kian sesak. "Oh ya, Akang tahu, yang tak pantas itu Akang. Akang menyadari tak pantas untuk Neng. Siapalah Akang ini, tidak seperti Neng yang sarjana. Akang tidak punya titel, sekolah saja tak tamat. Apalagi asal-usul keluarga tak jelas. Ya, akang mengerti, itu yang membuat tak pantas."
"Pokoknya Neng tak bisa. Ada yang tak bisa Neng ungkapkan."
"Apa karena epilepsi Akang?" Tiba-tiba Koma terbetik untuk kembali mengkambinghitamkan epilepsinya.
"Bukan itu Kang! Sejak dulu, sejak tahu itu, Neng tak mempermasalahkan."