"Astagfirullah ya Allah, apa yang terjadi dengannmu Neng?" Mak Acem menghampiri, membelai kepala dan mengusap-usap pipi Asih. Gurat kesedihan menyembul di kerut keningnya manakala mendapati naas keadaan perempuan yang telah dianggap anaknya sendiri.
"Mak Ecin mana Jang?" perempuan pengupas bawang mencari ke berbagai arah, tak mendapati kehadiran paraji itu yang diharapkan dapat membantu persalinan Asih.
"Tak ada, sedang ke Kiaracondong, ada yang melahirkan di sana," jawab Jang Dedi polos dengan terengah-engah.
"Bagaimana ini?" Perempuan pengupas bawang semakin khawatir.
"Lekas kita bawa saja ke Santo Yusuf!" Seorang penarik becak menyarankan membawa Asih ke rumah sakit terdekat.
"Tak mungkin dibawa dengan becak, kondisinya sangat lemah. Bisa-bisa keguguran!" timpal perempuan berkerudung cokelat tua itu.
"Terus bagaimana Bu?" perempuan pengupas bawang menoleh ke arah perempuan berkerudung cokelat tua.
"Telpon saja rumah sakit biar ambulans datang untuk membawanya!" saran perempuan berkerudung cokelat tua.
Tanpa komando, seorang pria beranjak menuju kantor koperasi pasar. Pikirnya, di tempat ini tak ada pesawat telepon selain di kantor koperasi pasar, letaknya di lantai atas sejajar dengan kios-kios pakaian dan aksesoris. Tak berapa lama pria itu datang mengabarkan kantor koperasi masih tutup. Memang, jam-jam sepagi itu ini kantor koperasi masih tutup, dan baru buka jam enam pagi.
"Bagaimana Ceu?" tanya pria itu, menunggu instruksi selanjutnya. Dia berharap ada saran lain terbaik, secepatnya, untuk membantu Asih yang kian melemah.
"Susul saja ke Santo Yusuf, beritahukan agar ada dokter atau siapapun yang dapat membantu!" cetus perempuan berkerudung cokelat tua itu. Tanpa aba-aba lagi, pria itu bergegas menuju rumah sakit.