Mohon tunggu...
Array Nuur
Array Nuur Mohon Tunggu... -

krusuk-krusuk... pletuukkk... ketimprang..... bledugg.... jedoorrrr.... hapooowww.... cleebbb.... deziiiigggg... deziiiiggg..... tuuuuuuiiiiiingggg... duaaarrr.... 2654042D

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rindu Itu Koma: Kisah Kecil Epilepsi #Stadium 4 - Lima Puluh Satu

22 Oktober 2013   03:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:12 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sempat terpikir minta tolong seseorang membuatkan surat cinta. Namun, Koma tak tahu siapa yang dapat dimintai pertolongan. Tak banyak santri yang mau akrab dengan Koma. Bahkan pada Dirman, dia merasa segan. Akhirnya, pada hari keempat, Koma menemukan solusinya adalah dengan menyadur sebuah surat cinta yang sudah pernah dibuat. Hanya mengganti beberapa kata dan kalimat yang perlu diganti. Mendadak Koma kasak-kusuk pada santri-santri putri senior untuk meminjam surat ungkapan cinta yang pernah dibuat.

Empat hari lamanya, Koma baru berhasil mendapatkann surat cinta. Satu hari dia gunakan untuk mempelajari pola dan bentuk isi surat itu. Hari berikutnya, dia mencoba menyadurnya. Paragraf pertama, dia menyalin total isi surat itu. Seperti kebanyakan pada surat-surat, alinea pertama kerap diawali bertanya kabar dan basa-basi lain. Lalu pada saduran pokok surat dia menulis, "Melalui surat yang sederhana ini, sekedar ingin menyatakan perasaanku. Sejak pertama kali melihatmu, aku menemukan ada sesuatu yang berbeda, sesuatu yang sangat istimewa di dirimu. Sejak itu, bayang-bayang wajahmu selalu berkelebatan di mana dan kapan saja. Aku berusaha menepisnya, tapi teramat sulit, dan aku tak kuasa. Sungguh aku tak tahu dengan cara apa dan dengan kata apa untuk melukiskan keindahanmu. Hingga saat ini aku masih mempertanyakan, mungkin sebenarnya dirimu bukan manusia, tapi bidadari. Aku tahu aku tak pantas bersanding denganmu yang penuh keindahan, dan sebenarnya aku malu untuk berharap lebih banyak, tapi aku coba beranikan diri sekadar ingin mengungkapkan AKU MENCINTAI KAMU. ANA UHIBUKI FILLAH!!!" Pada bagian "aku mencintai kamu", dia tulis kata-kata itu dengan huruf kapital, agar ada semacam tekanan.

Di surat itu, Koma sempat mencantumkan "epilepsi" sebagai kejujuran yang secara tak langsung begitu diplomatis. Tetapi, pada proses editing terakhir, dia menyalin ulang dan tak menyertakan epilepsi di kalimat-kalimat suratnya. Dia pikir, jangan menampilkan kesan pesimis atau sesuatu yang agak buruk di permulaan. Kesan pertama harus indah. Memang seperti kamuflase, tapi mungkin itu cara terbaik untuk mengemas tampilan awal yang meyakinkan.

***

Selang sehari, Koma mendapat balasan melalui Dirman. Kalimat-kalimat dalam surat balasan Rindu, singkat dan padat, lebih diplomatis daripada surat buatan Koma. Rindu membalas, ""Untuk Kang Koma. Aku memahami sudah fitrahnya manusia mempunyai perasaan cinta dan kasih sayang. Aku menghargai perasaanmu. Tapi saat ini aku belum yakin untuk menolak atau menerima cintamu."

Jawaban yang tak memuaskan Koma. Tak jelas menerima atau menolak. Dia sebenarnya sudah siap menerima jawaban ya atau tidak, atau jawaban mengambang. Yang penting dia sudah punya keberanian menyatakan perasaan cintanya. Dan, sedikit sesal, dia tak melengkapi dengan tulisan lain yang bisa menjadi daya tawar dan kekuatan isi surat, misalnya menuliskan gambaran tentang sebuah keluarga sakinah mawadah dan warohmah. Sudah kadung terjadi, tinggal menyusun langkah berikut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun