Rindu Itu Koma "bisa jadi" sebuah novel biografi yang diangkat dari kisah nyata seorang da'i muda yang bergelar Ustadz Ayan. Buku ini sendiri mengusung tema mengenai penyakit epilepsi. Sebagian orang mengganggap epilepsi sebagai sebuah kutukan. Padahal jika dilihat dari pendekatan si penderita yang tergambar dari sosok Koma, kutukan yang sebenarnya itu bukanlah epilepsinya, melainkan anggapan atau pandangan masyarakat terhadap penyakitnya. Inilah salah satu hal yang disampaikan dalam novel ini.
Setidaknya ada empat hal yang 'terbaca' dari keseluruhan cerita dalam kisah hidup Koma:
1.     Tentang cinta dan dua sisi wanita. Cinta Koma kepada seorang gadis bernama Rindu lah yang mengubah pemikiran dan kehidupannya. Di sini cinta diperlihatkan sebagai sebuah kekuatan ajaib yang mampu mengarahkan seseorang menjadi lebih baik. Tetapi pada peristiwa lain yang berkaitan dengan sosok wanita bernama Puspa, cinta pula lah yang menghancurkan hidup koma. Begitu pula yang terjadi dengan Asih.
2.     Tentang kerja keras dan kesungguhan. Perjalanan hidup Koma memang tidaklah mudah, apalagi dengan penyakit epilepsi yang dideritanya. Kerja keras dan kesungguhan itulah yang menjadi kunci suksesnya dalam mengejar cinta dan cita-cita.
3.     Tentang spiritualitas. Pesantren dan sosok Kyai Mastur bagaikan gambaran surga dan malaikat bagi kehidupan Koma. Sebab, dari sanalah kematangan pemikirannya berawal. Dan, di sana lah Koma menemukan jalan pulang.
4.     Tentang sosok ibu yang kehadiran maupun ketidakhadirannya menjadi pengaruh terbesar bagi hidup seseorang, tidak terkecuali Koma. Pada awalnya kisah tentang Asih terputus begitu saja ketika Koma diculik. Sehingga moment tersebut menciptakan transisi tokoh sentral dalam cerita yang tadinya dipegang oleh Asih kemudian berganti menjadi Koma. Namun, tanpa disadari ketiadaan sosok Asih lah yang paling mempengaruhi alur kehidupan Koma.  Sehingga Asih pula lah yang menutup kisah Koma menjadi sempurna.
Memang dua sub bab pada stadium terakhir buku ini merupakan bagian terbaiknya. Seolah lika-liku hidup koma adalah sungai-sungai dan bab terakhir itulah yang menjadi muaranya. Di sanalah sebagian besar pertanyaan tentang Koma terjawab. Selain itu ada juga sub bab lain yang cukup menarik seperti perdebatan yang terjadi antara hati dan otak Koma ketika ia galau untuk meraih cintanya. Dialog-dialog yang terjadi dalam novel ini selain memuat pemikiran yang mendalam, namun banyak juga dihiasi dialog-dialog ringan yang mampu mencipta lengkungan senyum bahkan tawa diwajah pembaca. Walaupun, kisahnya terkesan padat dan terpenggal-penggal, namun saat membaca kita akan tetap terbawa dalam aliran suka duka Koma. sedih dan bahagia, manisnya cinta, pahitnya hidup, haru biru dan, canda begitu terasa. Sehingga salah jika penulis menyebut ini sebagai sebuah Kisah Kecil Epilepsi semata, karena buku ini memuat banyak hal besar mengenai nilai-nilai kehidupan.
Ditulis oleh seorang sahabat : Eneng Susanti
Sumber : http://enengsusanti.blogspot.com/2014/02/bukan-kisah-kecil-semata.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H