Mohon tunggu...
Abdurrahman Ar-rasya
Abdurrahman Ar-rasya Mohon Tunggu... -

Menulis Adalah Ekspresi Jujur, tanpa Topeng dan merupakan karya sederhana dalam berbagi segala hal yang bisa kita tulis.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Matematika Dasar Ala 'Irfan Radit'

14 Agustus 2015   18:39 Diperbarui: 14 Agustus 2015   18:39 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan tanya berapa gaji yang diterimanya, bahkan gajinya kadang dibayar dengan beras dan makanan khas desa, karena gaji seorang guru apalagi honor khususnya sekolah dasar/ madrasah ibtidaiyah yang satu guru bisa mengajarkan hampir semua mata pelajaran sangat jauh dari kata cukup dan sejahtera bahkan gaji satu bulan tidak akan mampu menutupi ongkos ojeg dengan jarak yang sangat jauh serta jalan yang terjal.

Bahkan beliau pernah berujar, mengajar didaerah pegunungan taruhannya adalah nyawa dengan medan yang berkelok-kelok, gaji sebulan sangat jauh dari ongkos ojeg selama satu bulan bahkan tidak jarang beliau selalu mencari pinjaman agar bisa terus mengajar dengan anak-anak sekolah dasar cibunian karena kecintaannya terhadap anak-anak didiknya, siapa lagi yang mau mengajar disana dengan akses yang minim bahkan gaji sering kali tidak dibayar?.

Dalam hal ini memang pemerintah seperti pilih kasih, guru honor bekerja lebih dari 24 jam bahkan mengajar lebih banyak dibanding yang sudah PNS, tapi kesejahteraannya sangat jauh dan bahkan termasuk kategori tidak layak. Pemerintan harus mampu memberikan hak-hak yang layak (keseimbangan) untuk para guru honorrer terlebih yang mengajar didaerah pedalaman, karena bagaimanapun jasa guru honor dalam rangka mencerdaskan anak bangsa khususnya disekolah-sekolah pelosok tidak cukup dengan ucapan 'Terimakasih Pahlawan Tanpa Tanda Jasa". Dan pada akhirnya kita akan banyak berterimakasih pada guru-guru, berkat perjuangan mereka kita sudah banyak menjadi orang yang jauh lebih sukses, tapi guru kita hanya akan terus menjadi guru. Guru kita yang telah mengajarkan kita bahwa menjadi guru bukan lagi soal tanggungjawab tapi juga soal keikhlasan tanpa tanda jasa. Benteng terakhir penanaman nilai-nilai tentang kejujuran dan keikhlasan. Dan penulis yakin, akan banyak irfan yang lain yang sudah tidak banyak terlihat kemuliaanya dipandangan kita.

 

"Sungguh beruntung kau Nak bisa bergelayutan diatas dahan pohon dan beralaskan rerumputan yang hijau laksana permadani, bapak yakin paru-parumu sehat dan kuat karna sekolah kita belum terkontaminasi polusi kendaraan dan asap-asap pabrik" Ayo siapa yang mau mengajar di Babakan? Dijamin sehat secara fisik, psikologi dan spiritual." (Irfan Radit).

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun