Mohon tunggu...
Arra Yusuf
Arra Yusuf Mohon Tunggu... Freelancer - Arra Itsna Yusuf suka jalan-jalan dan nulis suka-suka

Setidaknya, dengan menulis, "Aku menghadirkan diri, meski kau anggap aku mati" (Arra Yusuf)

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"1987", Film Sejarah yang Bikin Baper

7 Agustus 2019   22:36 Diperbarui: 7 Agustus 2019   22:54 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: CJ Entertainment

Sedih, kesal, marah, lega, ibarat makanan yang sudah terlanjur campur aduk dalam mangkuk sesaat setelah saya menonton film 1987: When The Day Comes. Kesan selanjutnya, "wah, film ini termasuk berani juga ya, menunjukkan kisah kelam pemerintahan Korea Selatan dan kondisi rakyatnya saat itu?

Kesan selanjutnya lagi, "aih, ini sih reka adegannya terniat banget sampek dibikin mirip banget sama aslinya!"

Lalu mulai beralih ke para pemerannya, wah, ada Ahjussi Ha Jung Woo ini apa nggak bosen yak jadi pemeran di film Box Office melulu? Hey, serius? sekelas dedek Yeo Jin Goo dan abang Kang Dong Won jadi cameo di film ini?

Itulah campuran perasaan saya saat menangkap wajah para pemeran di film 1987: When The Day Comes. Nyelip wajah Ahjussi Ha Jung Woo kan, mana bisa dilewatkan? apalagi film ini tayang setelah Along With The Gods: The Two Worlds yang juga dibintangi ahjussi dan sama-sama menyandang gelar Box Office Movie.

Selain Ha Jung Woo, para pemeran lain di di film ini adalah aktor kawakan lainnya seperti Kim Yun Seok, Lee Hee Joon, Yoo Hae Jin dan aktris muda Kim Tae Ri.

Film yang disutradarai oleh Jang Joon Hwan ini merupakan penggambaran sejarah Korea Selatan sepanjang pertengahan Juni tahun 1987, diangkat dari kisah nyata. Saat itu diketahui banyak pergerakan pro demokrasi yang dilakukan berbagai lapisan masyarakat untuk menggulingkan pemerintahan presiden  Chun Doo Hwan yang dinilai diktator. Menariknya, cap komunis akan melekat kepada mereka yang berusaha melawan pemerintah, sehingga muncul berbagai pemberantasan anti komunis.

Film ini diawali dengan adegan dokter dan perawat yang tidak tahu hendak dibawa ke mana oleh sekelompok orang hingga akhirnya harus berurusan dengan kematian seorang aktivis kampus bernama Park Jong Chul. Salah satu mahasiswa yang ikut aksi pro demokrasi.

Park Jung Chul ini sedang ikut demo, lalu ditangkap dan diinterogasi serta disiksa hingga tewas.

Awalnya kematian Park Jung Chul aman dari sorotan mata kamera media. Hanya muncul selentingan-selentingan kecil mengenai penyebab kematiannya. Namun akhirnya beberapa pihak meminta kasus ini diselidiki hingga fakta sebenarnya terungkap karena ada yang janggal dengan pernyataan pihak berwajib bahwa Jung Chul tewas lantaran serangan jantung?

Untuk menutupi kasus ini, guna menyumpal mulut beberapa pihak, Investigator Park, dalang dari investigasi berdarah dan bisa dikatakan dalang dari semua bentuk pemberangusan komunis (masyarakat anti pemerintah) tersebut coba menyuap, bernegoisasi dan mengancam beberapa pihak termasuk pejabat publik, jaksa dan media yang ia kenal agar jenazah Jung Chul langsung dikremasi saja tanpa otopsi.

Namun, dari beberapa orang yang ia ancam, satu dua orang tetap berjalan di atas hati nuraninya, meskipun popor senjata dan ancaman pemberedelan hingga kematian datang kepada mereka setiap menitnya. Mereka antara lain Jaksa Choi Hwan dan jurnalis Yoon Sang Nam yang tetap kekeuh ingin agar otopsi jenazah Park Jung Chul jadi dilakukan.

Usaha Jaksa Choi Hwan untuk memperjuangkan otopsi Jung Chul berhasil. Otopsi dilakukan disaksikan juga oleh paman korban yang tak kuasa menahan air mata melihat mayat keponakannya dalam keadaan tidak baik, ditambah harus dibedah untuk mengetahui penyebab kematian sesungguhnya.

Namun, ternyata dokter yang melakukan tindakan otopsi pun di bawah bayang-bayang suap dan ancaman. Namun, ia akhirnya memilih untuk tak menuruti keinginan Investigator Park dan antek-anteknya (yang konon anti komunis) tersebut untuk berbohong.

Meskipun tak secara terang-terangan menyampaikan penyebab kematian korban kepada pihak keluarga. Tetapi paman korban ternyata tak terima jika keponakannya disebut-sebut mati karena serangan jantung. Saat jenazah dan keluarga korban hendak dibawa keluar dari rumah sakit, penjagaan polisi tiba-tiba saja diperketat dan pers dilarang meliput.

Sesaat sebelum masuk ke mobil, paman korban sempat berteriak bahwa keponakannya adalah korban penyiksaan, bukan kena serangan jantung lalu meninggal begitu saja.  

Setelah terdengar teriakan paman Jung Chul, polisi semakin menjaga ketat fokus kamera wartawan, tak membiarkan mereka melihat kondisi keluarga korban saat diseret dan dimasukkan paksa ke dalam mobil oleh anak buah Investigator Park.

Yang tak menyerah adalah Reporter Yoon Sang Nam. Demi melihat dengan mata kepala sendiri apa yang terjadi di balik penjagaan berlapis itu, ia merangkak ke bawah barikade kaki polisi. Sayangnya baru menyaksikan sedikit, polisi berhasil menghalangi pandangan jurnalis Yoon dengan tameng-tameng mereka.

Para jurnalis ini bahkan bergerilya mengikuti rombongan mobil jenazah dan mobil petugas yang membawa keluarga korban hingga ke tempat abu mayat Park Jung Chul disebarkan di sungai yang membeku. (adegan ini menyayat hati banget guys. Siapin tissue).

Karena kasus ini akhirnya tak berhasil ditutupi, pergerakan masyarakat pro demokrasi terus bermunculan, seakan tak pernah redup. Dua orang ditangkap sebagai tumbal agar hidup investigaror Park tetap aman. Penjara pun ternyata dapat diaturnya. Meskipun sang sipir dan seorang penjaga penjara di sana masih punya hati nurani untuk membantu pengungkapan fakta sebenarnya dengan bayang-bayang ancaman dan berujung penyiksaan.

Pergerakan pro demokrasi ini jelas saja masuk ke kampus-kampus. Beberapa mahasiswa mulai mengajak teman-temannya untuk bergabung dengan pergerakan pro demokrasi. Banyak yang menolak, tapi beberapa ingin ikut pergerakan ini karena ikut teriris hatinya dengan kematian tragis Park Jung Chul.

Neng Kim Tae Ri: Pemanis Film yang Nggak Bikin Eneg
Ada Yoon Hee (diperankan neng geulis Kim Tae Ri), peran pemanis dalam film ini karena dalam sejarah sesungguhnya tak ada kisah gadis ini. Namun meskipun pemanis, perannya penting menjadi penghubung komunikasi antara pamannya (seorang penjaga penjara) dengan aktivis gereja dan pemberontak yang tinggal di dalam gereja dan penjara.

Yoon hee juga dikisahkan menjadi teman dekat seorang aktivis kampus bernama Lee Han Yeol yang akhirnya bersama-sama berniat mengungkap fakta agar negara mereka ke depan bisa menegakkan keadilan.

Lee Han Yeol? Siapa dia?
Di sinilah, mulai diperkenalkan tokoh aktivis kampus berikutnya bernama Lee Han Yeol. Ia dikisahkan menjadi salah satu penggerak mahasiswa melawan ketidakadilan yang diciptakan pemerintah berikutnya yang akan tercatat dalam sejarah negara Korea Selatan.

Betapa tidak, jenazahnya saat hendak dikuburkan diantar oleh kurang lebih 1 juta orang. Kematiannya, lantaran tertembak aparat saat aksi pro demokrasi menuntut keadilan diabadikan kamera wartawan dan menjadi halaman utama sebuah surat kabar ketika itu.

Adegan dalam film saat Han Yeol tertembak dan diangkat/diseret menjauh  oleh temannya, sama persis dengan aslinya. Dari outfit hingga cara jenazahnya diangkat, benar-benar diadaptasi dengan baik dalam film ini.

Ulasan?
Saya pikir saya sudah banyak mengoceh di paragraf-paragraf sebelum ini he he he jadi anggap saja itu ulasannya, ya... lebih tepatnya curhatan saya soal film.

intinya, film ini bisa dikatakan sangat berani mengkritik gaya pemerintahan saat itu di Korea Selatan dan mampu membawa penonton ke zaman renik pelik kehidupan bermasyarakat saat itu. Saat semua kalangan harus siap mati, harus siap tumpah darahnya, kehilangan sanak saudaranya jika ingin keadilan dan kebenaran tegak. Masyarakat harus siap terjebak dalam situasi genting, yakni rentetan aksi yang dibubarkan paksa aparat dengan gas airmata dan peluru.

Rate film ini pastinya ndak cocok lah untuk anak-anak di bawah 17 tahun. Soalnya banyak adegan kekerasan yang menggambarkan gaya penyiksaan kepada pemberontak di zaman itu.

Film ini pastinya juga berpesan bahwa semua manusia memiliki potensi baik dan buruk dalam dirinya. Kecenderungan menjadi orang baik itu pasti porsinya lebih besar. Hanya saja, uang dan kenyamanan hidup rupanya lebih menggoda daripada berlaku jujur. Sayangnya, dalam film ini ketidakjujuran dan kekejaman digambarkan mula-mula oleh para petinggi negara (ini jelas tak patut ditiru sama sekali). Apalagi kekejaman dilakukan oleh oknum di departemen keamanan yang semestinya memberi rasa aman kepada masyarakat.

Arra Itsna Yusuf, 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun