Jalan-jalan dadakan kadang-kadang memang lebih mengasyikan. Kita tahu tujuan tapi tidak tahu jalan itu juga sebenarnya agak-agak mengkhawatirkan, tapi kita tetap jalan. Yekali nyerah. Ini bukan zaman di mana ketika lu cari arah hanya mengandalkan bintang-bintang atau arah angin. Ada teknologi bernama Google Maps, meskipun fix, pepatah itu memang benar, "wanita tidak bisa membaca peta".  Jadi lebih sering mengandalkan peta hidup, alias bertanya kepada penduduk sekitar. Terima kasih untuk teknologi, but.. Yeah.. Akhirnya tetap aja "primitif". 😅
Selepas tholabul Ilmi di sekitaran Jl. Tanah Baru, Depok pada Senin, tanggal 13 Maret, saya dan tiga teman saya meluncur ke arah Bogor. Rencana kami adalah "nyurug" alias menyepi di curug.  Maksa beut.😂
Tiba di sana, setelah menempuh perjalanan dengan sepeda motor, you-know-what jalan yang dilalui agak ekstrem juga. Menanjak, menukik, curam, berbatu harus dilewati. Memang ya, mau menuju tempat-tempat yang indah tuh butuh banget perjuangan. Kalau nggak akses jalannya ya ongkos keberangkatannya yang mahal minta ampun. Dalam kasus kami, biaya perjalanan dan tiket masuk terbilang murmer, tapi jalur menuju ke sana maasyaa Allaah bikin hati, eh kaki gemeteran. Heum, mau menuju keindahan pemandangan curug di Bogor aja nggak mudah dan butuh ongkos apalagi mau masuk surga? Butuh Perjuangan pake banget, kan, gaess?
Notes: periksa dulu kelayakan kendaraan bermotor sebelum kamu "menuruni lembah" ya, Gaess, khan gak lucu kalau ban kempes di sekitaran Leuwi. Ya kalau sanggup dorong-dorong motor dari dan menuju leuwi mah silaken aja. Tapi daripada nanti Hayati tambah lelah, meningan cek n ricek dulu deh.
Ini kapan coba bahas curug-curugnya?😤
Ada saung-saung untuk istirahat. Sebelum "nyebur.....in kaki" ke air, kami duduk-duduk sejenak sambil wefie-an. Teteuuuup. Setelah itu lanjut menuju curug.
Daaan, airnya..... Bening kayak muka oppa oppa Aktor Korea Selatan. 😂 airnya sejuuuukkkk nyess kayak kita lagi ausss terus cari kulkas biar nemuin air dingin. Jadi pas udah duduk di antara batu-batu curug lalu kaki masuk di air tuh rasanya badan udah kepaku banget. Magerrrr, nggak mau pulang. Tapi kalau nggak pulang setelah jam 17.30 bisa-bisa diusir sama akang-akang penjaga loket masuk😎 sebenernya bisa aja sih nginep, bangun tenda gelar matras am ama sleeping bag gitu, tapi nggak deh makasih.
Curugnya rendah saja. Tidak seperti air terjun kebanyakan yang tinggi menjulang. Tapi sensasinya tetap tak terkalahkan. Kata babang-babang yang jagain di sana sih masih ada lagi air terjun yang lebih tinggi di Curug Love. Tapi masih harus sedikit mendaki lagi sekitar 30 menit. Duh, hatur nuhun pisan atuh lah, kita sampai sini aja. Fix, Djoya (sebutan saya untuk saya dan teman-teman saya) gagal Mencari Cinta di Curug Love. Etdah 😅
Don't forget: Sediain Uang Receh
Tempat wisata curug dekat rumah-rumah penduduk. Banyak bocah yang akan menawarkan bantuan kepada kita menemukan lokasi curug yang tersembunyi. Sebagai ungkapan terima kasih, kita berikan saja seribu dua ribu buat mereka jajan.
Di sana juga tidak sedikit penduduk asli yang buka lapak. Buka warung, ada makanan, minuman, dan bahkan baju, in case kamu gak tahan liat air jernih dan sejuk lalu pengin nyebur tapi lupa bawa pakaian ganti. Ada kok yang jual, ada...
Kami datang ke sana pas sepi, jadi hanya suara kita dan suara angin yang menemani. Tsaaaah. Kalau datang ke sini rame-rame deh biar seru, kalau sendiri khawatir galau kamu gak sembuh-sembuh. (Apaan seh)
Notes: Biaya Parkir, Biaya Masuk dan Perintilan
Memang menuju ke lokwis curug ini enaknya motoran. Lebih hemat waktu, hemat biaya. Kalau naik angkutan umum agak ribet sepertinya. Biaya parkir 5000 rupiah, plus mau pulang kita kasih aja seikhlasnya babang-babang yang jagain motor kita di parkiran, plus biaya masuk perorang 15000 rupiah nggak terlalu bikin dompet meringis lah ya. Oh ya, kalau mau membantu perekonomian penduduk sekitar dengan membeli makanan dan minuman di warung-warung boleeeeeh, rogoh kocek lagi agak dalam berarti. Tapi ingat jangan vandalisme dan buang sampah sembarangan. Di sana sudah ada tempat sampah yang gampang dijangkau, jadi bijaklah.
Di suasana seasri itu, kamu pasti gak tega dong ya kalau harus nyampah dan merusak.
Cuma curug dan leuwi aja?
Berapa lama perjalanan?
Ani Rohimah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H