Mohon tunggu...
Abdurrahman Wahid
Abdurrahman Wahid Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Manajemen

Sekedar Tulisan Untuk Dibaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi Undik-undikan Lamongan, sebagai Ungkapan Rasa Syukur kepada Sang Pencipta

5 Mei 2020   12:06 Diperbarui: 5 Mei 2020   12:11 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Hallo teman-teman disini saya akan menuliskan salah satu tradisi di tempat tinggal saya. Dibaca pelan-pelan ya. Selamat membaca!

Lamongan merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Timur yang memiliki ibukota Lamongan. Lamongan berbatasan langsung dengan Laut Jawa, Kabupaten Gresik, Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Jombang. Lamongan sendiri memiliki julukan "Kota Soto". 

Kenapa sih bisa dijuluki kota soto? Karena konon katanya soto lamongan ini paling lezat dibandingkan dengan soto dari daerah lain. Julukan lain Kota Lamongan adalah "Kota Lele" karena mitosnya ikan lele merupakan ikan yang dikeramatkan bagi masyarakat Lamongan khususnya daerah Kecamatan Glagah. Masyarakat dilarang untuk memakan lele oleh leluhurnya yaitu Surajaya. Sebab Surajaya telah bernadzar bahwa dia dan keturunannya tidak akan makan lele, karena lele telah menyelamatkannya.

Di Lamongan sebenarnya terdapat beberapa tradisi antara lain tradisi Mayangi, tradisi Sanggreng, dan tradisi Undik-undikan. Disini saya akan membahas tentang tradisi Undik-undikan. Tradisi undik-undikan atau ritual menebar uang ini sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. 

Setiap setahun sekali tiap bulan Syawal di peringati tradisi ini. Masyarakat mempercayai undik-undikan ini sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat berupa kesehatan, hasil panen yang melimpah, serta terhindar dari bencana. Ritual ini biasanya dihadiri oleh seluruh warga desa yang berasal dari empat dusun berbeda pada dusun ini. Lokasi yang biasa dipakai melaksankan ritual ini yakni bekas pertapaan Sunan Giri. 

Dilokasi ini terdapat sebuah makam tua atau punden. Uang yang dilemparkan tersebut terdiri dari berbagai macam uang seperti uang receh dan uang kertas. Masyarakat berkumpul sejak pukul 10.00 WIB, mereka berbondong-bondong mendatangi lokasi acara tersebut. 

Mayoritas yang datang adalah kaum laki-laki yang membawa amben yang berisi degan jajanan khas yang nantinya akan dibagikan ke masyarakat yang datang dari luar desa atau sering diistilahkan dengan "Tamu". Ratusan warga akan saling berebut gunungan hasil bumi setelah didoakan oleh tokoh agama setempat di area makam leluhur.

Tradisi ini semakin meriah karena adanya pagelaran wayang kulit. Wayag kulit itu bercerita tentang kisah para manusia agar senantiasa hidup rukun dan tolong menolong antar sesama. Biasanya tradisi ini diadakan mulai dari pagi hari. Warga berkumpul ditempat yang lapang untuk kemudian berdo'a yang dipimpin oleh seorang ulama desa setempat. Setelah itu, mereka akan menyantap hidangan makanan yang telah mereka bawa dari rumah masing-masing. 

Diantaranya makanan yang mereka bawa berupa nasi tumpeng, ayam panggang, dan  beberapa kue lainnya. Warga berharap dengan adanya tradisi ini, Allah Subhanahu Wa Ta'ala senantiasa memberikan rasa aman, terhindar dari  berbagai penyakit, dan hasil panen yang melimpah ruah. Dalam doa juga dipanjatkan agar negara Indonesia ini tetap aman dan damai. Tradisi ini biasanya dilakukan di Desa Dibee yang terletak di Kecamatan Kalitengah Kabupaten Lamongan. 

Tradisi ini dilakukan secara rutin setelah panen, biasanya dilakukan pada saat bulan September atau Oktober dan bertepatan pada hari rabu wage dan kamis kliwon. Dua hari tersebut diyakini oleh masyarakat setempat memiliki nilai tersendiri yang sudah diwariskan oleh leluhur mereka.

Berbagai tradisi telah kita ketahui dan kita pelajari. Tentu saja di setiap tradisi memiliki makna dan merupakan penerapan dari setiap sila Pancasila. Undik-undikan ini mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang telah Tuhan berikan, sehingga kita percaya akan adanya Tuhan sesuai dengan sila pertama. 

Tidak lupa kita diajarkan agar senantiasa bersedekah, tradisi tadi merupakan ucapan rasa syukur kita dalam bentuk bersedekah. Saling memberi terhadap sesama yang membutuhkan sesuai dengan sila kedua pancasila. Kita juga diajarkan agar selalu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa ini. Karena pada akhir doa tadi sesepuh mendoakan agar semoga bangsa ini senantiasa aman dan terhindar dari segala ancaman bahaya.

Nah, teman-teman memang seharusnyalah kita sebagai generasi penerus ini melestarikan tradisi-tradisi yang dimiliki bangsa ini. Kita mulai dari melestarikan tradisi yang daerah kita miliki. Agar kelak anak cucu kita masih bisa mengetahui dan merasakan tradisi-tradisi. Semangat untuk terus berkarya! Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kalian. Lebih jelasnya kalian bisa akses di internet ya teman-teman. Terimakasih :) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun