[caption id="" align="aligncenter" width="644" caption="Ketua PBNU Prof Dr KH Said Aqil Siraj dan Direktur Perlindungan BNPT, Herwan Chaidir pada Halaqah Pengasuh Pondok Pesantren di Surabaya, 11-13 September 2014, Membincang Bahaya Radikalisme – Terorisme dan Aksi Bersama untuk Menanggulanginya"][/caption] Gerakan terorisme berkedok agama mengundang keprihatinan para kiai. Mereka khawatir, paham radikalisme yang dibungkus ajaran Islam masuk ke kalangan pondon pesantren. Kemarin mereka berkumpul di Surabaya untuk membahas masalah tersebut, (Kamis, 10/09/14).
“Nabi Muhammad itu sudah memprediksi lahirnya radikalisme. Kiai-Kiai dan Gus-gus jangan tenang-tenang saja di balik tembok pondok,”ujar Ketua PBNU Said Aqil Siradj di hadapan para kiai yang berkumpul di Hotel Alana kemarin.
Said kemudian mencontohkan peristiwa menaklukan kota Makkah. Saat itu Rasulullah bersama 15.000 sahabatnya berhasil menaklukan kota suci tersebut. Semangat kebencian sangat terasa. Para sahabat kemudian berujar,”Hari ini adalah balas dendam,”
Namun, Rasulullah justru menimpali,”Tidak!Hari ini yaumul marhamah. Hari kasih sayang.” Bahkan, Nabi Muhammad mengatakan bahwa yang berlindung di rumah Abu Sofyan aman. Padahal, Abu Sofyan adalah dengkot kaum kafir yang ketika itu sangat memusuhi Islam.
Begitu juga saat pembagian harta rampasan perang. Para mualaf justru diberi lebih banyak daripada para sahabat. Itu dilakukan untuk mengambil hati mereka. Said mengatakan, peristiwa tersebut menjadi bukti tindakan anti kekerasan yang dicontohkan Rasulullah.
Karena itu, dia mengingatkan para kiai akan ramalan Rasul tentang munculnya sekelompok orang yang menghafal Al-quran, namun hanya sampai tenggorokan. Mereka adalah seburuk-buruk manusia. Said menyebut segolongan itu merupakan para teroris saat ini.
Sebagai respons atas ulah mereka, Said meminta para kiai merapatkan barisan agar tak lagi terjebak romantisme tenangnya kehidupan pondok pesantren. Sebab, musuh-musuh Islam sedang mempersiapkan diri, termasuk musuh dari dalam. “Kita harus terpanggil,”ujarnya.
Said juga menyebut ISIS yang sudah tak lagi sesuai Islam. Namun, dia mengaku tindakan pencegahan tindakan terorisme cukup sulit. Termasuk mencegah berkembangnya ISIS. Sebab, para pelakunya hanya menyimpan bendera atau berjanji setia kepada pemimpin ISIS. Mereka tidak melakukan tindakan langsung seperti makar.
Karena itu, pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa. Dia juga menyesalkan munculnya gerakan Islam garis keras di berbagai perguruan tinggi. “Yang pasti, sekarang para kiai harus mengajarkan kedamaian. Jangan dibiarkan,”katanya.
Direktur Perlindungan Badan Nasional Pencegahan Terorisme (BNPT) Herwan Chaidir menambahkan, sebenarnya sudah ada UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan Tindak Pidana terorisme. Namun, undang-undang yang ada dirasa belum maksimal menghentikan aksi teror. “Pesantren masih digunakan untuk merakit bom. Pondok yang santrinya tidak mau melakukan hormat bendera, dan yang anti menyanyikan lagu Indonesia Raya. Tapi pemerintah belum bisa apa-apa.” Katanya.
Meski begitu, Herwan tetap optimis, terorisme bisa diberantas. Salah satu kuncinya menyosialisasikan bahaya radikalisme kepada para kiai. Dengan demikian pondok pesantren turut serta bersama pemerintah dapat mencegah terorisme.
Para Kiaipun sepakat bahwa terorisme wajib diperangi. Mereka segera menandatangani pernyataan bersama terkait antiradikal-terorisme.
Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama, BNPT, dan Pakar.
(Jawa Pos)
Posted: Arrahmah ID - Terkait Terorisme, PBNU Minta Para Kiai Tidak Tenang-Tenang di Balik Tembok Pesantren
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H