Mohon tunggu...
Arrad Iskandar
Arrad Iskandar Mohon Tunggu... Administrasi - Analis Kebijakan

A Human Being

Selanjutnya

Tutup

Politik

Langkah Indonesia dalam Menghadapi Ancaman Konflik di Laut China Selatan Untuk Penegakan Kedaulatan Indonesia

28 Mei 2024   20:28 Diperbarui: 28 Mei 2024   20:42 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Laut China Selatan merupakan laut dengan luas 3,5 juta kilometer persegi yang berbatasan dengan bagian selatan China, bagian timur Vietnam, bagian Barat Filipina dan bagian utara Kalimantan (Malaysia & Brunei). Laut ini selain menjadi jalur perdagangan internasional yang menghubungkan samudera Pasifik dengan samudera Hindia, juga diyakini memiliki sumber daya alam yang melimpah baik sumber daya hayati maupun nonhayati.

China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan sebagai wilayahnya dengan dasar sembilan garis putus-putus (nine dash line) yang dibuat China berdasarkan hak historisnya. Klaim ini tidak mempunyai dasar hukum yang diakui secara internasional dan bertentangan dengan konvensi PBB tentang hukum laut atau United Nation Convention on Conduct the Law of the Sea (UNCLOS 1982) yang mendefinisikan batas-batas yurisdiksi negara-negara pantai, termasuk perairan teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), dan landas kontinen. Klaim sepihak dari China ini telah menimbulkan sengketa dengan beberapa negara ASEAN di kepulauan Paracel dan kepulauan Spatly, dan menimbulkan ketegangan di kawasan tersebut.

Dalam konteks Laut China Selatan, Indonesia secara konsisten memposisikan diri sebagai negara non-claimant. Apabila ditinjau secara kedaulatan (sovereignty), nine dash line memang tidak bersinggungan dengan laut teritorial Indonesia sehingga Indonesia memilih menjadi mediator antara China dengan beberapa negara pengklaim dari ASEAN. Akan tetapi Indonesia tidak dapat menutup mata bahwa nine dash line China berhimpitan dengan landas kontinen dan Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) Indonesia dan mengklaim perairan Indonesia seluas 83.000 kilometer persegi atau sekitar 30 persen dari luas laut Indonesia di Natuna. 

Sering kali kapal nelayan China melanggar wilayah ZEE Indonesia untuk melakukan penangkapan ikan secara ilegal, bahkan kapal penjaga pantai China juga terlihat mengawal kapal-kapal nelayannya untuk melakukan aktifitas perikanan di perairan Natuna Utara. Tidak hanya itu, China juga dengan berani meminta Indonesia menghentikan eksplorasi migas di perairan Natuna Utara karena menganggap eksplorasi tersebut dilakukan di wilayahnya padahal perairan Natuna Utara masih termasuk wilayah ZEE Indonesia sesuai dengan UNCLOS 1982. Hal ini menjadi ancaman bagi hak berdaulat (sovereignty rights) Indonesia, yaitu hak mengendalikan kekayaan ekonomis di ZEE Indonesia seperti menangkap ikan, menambang, mengeksplorasi minyak, menerapkan kebijakan hukum, bernavigasi, terbang di atasnya, dan menanam pipa-kabel di perairan Natuna Utara.

Kedua hal ini tidak dapat dipandang sebelah mata, Indonesia harus dengan tegas menyatakan kedaulatan atas landas kontinen dan ZEE-nya termasuk di perairan Natuna Utara. Penegakan hukum secara tegas di Natuna Utara menjadi statement kesanggupan dan keseriusan Indonesia dalam menjaga wilayah maritimnya. Kehadiran Kapal Ikan Asing (KIA) yang melakukan penangkapan ilegal merupakan ancaman nonmiliter yang merugikan nelayan-nelayan Indonesia dan menurunkan potensi perikanan nasional sehingga harus ditindak dengan tegas.

Ancaman militer tidak bersenjata seperti intimidasi dari kapal penjaga pantai maupun kapal perang China yang berpatroli di wilayah Laut Natuna Utara sudah sering kali terjadi. Oleh karenanya, Indonesia harus bersiap dengan memodernisasi alutsista terutama armada laut dan udara untuk meningkatkan kemampuan pertahanan maritim, dan pembangunan pangkalan militer di Kepulauan Natuna jika dibutuhkan untuk menghadapi potensi ancaman militer bersenjata atau tidak bersenjata ke depannya.

Indonesia juga perlu melakukan edukasi dan membangun kesadaran kolektif masyarakat tentang sengketa wilayah di Laut China Selatan dan dampaknya kepada Indonesia, sehingga masyarakat akan turut berperan aktif dalam menjaga menjaga kedaulatan maritim dan hak-hak Indonesia di Laut Natuna Utara.

Indonesia harus secara aktif menegaskan kedaulatannya di Laut Natuna Utara dan menolak klaim nine dash line China di Laut China Selatan pada forum-forum regional maupun internasional. Indonesia juga dapat memaparkan dampak-dampak sengketa Laut China Selatan yang berkepanjangan, serta mendorong penyelesaian sengketa tersebut secara damai.

Langkah-langkah diplomasi juga dapat dilakukan Indonesia. Sebagai ketua negara ASEAN, Indonesi mempunyai peluang yang besar untuk mengambil inisiatif jalan diplomasi yang lebih erat dengan China terkait penyelesaian sengketa di Laut China Selatan dan mempromosikan stabilitas keamanan kawasan tersebut. Indonesia juga dapat melakukan diplomasi ke India, Jepang, negara-negara eropa, maupun negara-negara lain yang jalur perdagangannya melalui Laut China Selatan untuk mendapatkan dukungan penolakan terhadap klaim nine dash line China.

Pendekatan ke negara-negara yang tergabung di pakta pertahanan AUKUS yaitu Australia, Inggris dan Amerika Serikat juga menjadi penting mengingat meningkatnya kekhawatiran terhadap China akan menggunakan kekuatan untuk memuluskan ambisinya menguasai Laut China Selatan. Kehadiran AUKUS sebagai respon atas sikap asertif China di Laut China Selatan, dapat memancing respon agresif dari China, sehingga Indonesia harus tampil sebagai penengah antara China dengan AUKUS agar dapat bertindak secara rasional, bertanggung jawab, dan mengedepankan dialog dan perdamaian agar Laut China Selatan atau wilayah ASEAN tidak menjadi "Ukraina baru".

Selain itu, Indonesia juga dapat memperkuat kerjasama ASEAN dengan melakukan dan mengintensifkan patroli laut gabungan negara-negara ASEAN sebagai pernyataan sikap penolakan terhadap klaim nine dash line China serta menunjukkan keseriusan dan kemampuan menjaga kedaulatan wilayah maritim di wilayah Asia Tenggara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun