Mohon tunggu...
Arpan Parutang
Arpan Parutang Mohon Tunggu... Programmer - Sanggar Belajar Pegaxus

a man who never want to sell the world..

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Ber-praduga Tak Bersalah

29 Juni 2010   17:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:12 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyebalkan, Setelah sekian lama berusaha untuk jujur dan tidak pernah mempergunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi, akhirnya godaan Piala Dunia pun merubah prinsip ku itu. Kebetulan sekolah lagi libur, adapun kegiatan di sekolah hanya proses penerimaan siswa baru yang, seperti perintah Diknas, dilakukan tanpa pungutan pendaftaran. LCD milik lab. Multimedia yang "ngganggur" pun saya boyong ke rumah untuk acara nonton bareng piala Dunia. ah, kan sama-sama untuk kepentingan publik. Dan tentu saja, LCD tersebut belum bermanfaat untuk sementara, terutama dalam proses rekruitmen siswa baru yang seleksinya sedikit tidak jelas aturan.

Dua hari sudah LCD tersebut nangkring di rumah, dan acara nonton Bareng Piala Dunia pun semakin ramai, di samping karena kualitas gambar yang dihasilkan lebih besar, juga karena siaran sepak bola memang enaknya dinikmati "rame-rame", berbeda dengan catur misalnya, yang butuh keheningan, sepak bola tanpa teriakan histeria seperti sambel tanpa garam, rasanya menjadi entahlah. Dan saat keasikan tersebut mulai memuncak, kepala sekolah mengirimkan SMS untuk segera mengembalikan LCD ke sekolah karena beliau akan menggunakan LCD tersebut.

Rasa gondok dan kesal mulai bergelayutan dalam hati. Oh betapa teganya, bukannya kepala sekolah sendiri telah mempunya satu LCD di ruangannya, kenapa tidak menggunakan itu saja. Selain teh manis, kopi dan air milik sekolah, saya merasa tidak pernah menggunakan fasilitas sekolah yang lain untuk kepentingan pribadi, baru kali ini saya menggunakannya.

Di tengah kekesalan itu, pikiran burukpun mulai menyerang. Pasti kepala sekolah akan menggunakan LCD ini untuk kolega-nya yang lain, atau pasti ada guru yang tidak senang saya menggunakan LCD ini, atau pasti kepala sekolah adalah pendukung slovakia atau inggris yang dibantai dengan menggenaskan oleh belanda dan german yang merupakan tim favorite saya. Sehingga kepala sekolah tidak senang saya bergembira di atas penderitaanya.

Dengan penuh rasa kesal, saya mengembalikan LCD tersebut ke sekolah, lalu memberitahukan kepala sekolah bahwa LCD sudah ada di tempatnya, silakan di pergunakan. Ketika berbicara dengan kepala sekolah di telfon, saya memang tidak memperdengarkan nada suara yang "merasa kesal setengah mati", tapi begitu telfon di tutup, beberapa niat jahat muncul di benak saya, mulai dari sabotase aliran listrik ke rumah kepala sekolah, sampai berniat untuk mendatangkan pawang hujan sehingga acara nonton bareng sang kepala sekolah bubar.

Malam tadi, masih dengan rasa kesal saya mengitari kotamobagu, kebetulan pertandingan pertama pukul 10 malam dilakoni oleh tim-tim gurem paraguay dan jepang jadi tidak terlalu menarik untuk di tonton. Dengan sengaja saya melewati rumah kepala sekolah, tapi begitu herannya saya karena di depan rumahnya tidak ada layar tancap dan tempat tesebut kelihatan sangat sepi. Wah, perasaan, saya tidak menyumpahi agar acara nonton bareng kepala sekolah bakal sepi peminat. seratus meter dari rumah kepala sekolah saya melihat banyak kendaraan terparkir dan sepertinya ramai, kebetulan tempat itu adalah lapangan sepak bola juga.

Pasti di situ acaranya, maka teruslah langkah saya menuju tempat tersebut. dan betapa kagetnya ketika saya sampai di sana. Di lapangan sepak bola tersebut berkumpul hampir 1000-an orang dengan baju pujih sebagian ada yang bergamis warna putih pula, yang wanita semuanya mengenakan jilbab putih. Sebagian dari mereka sedang terisak-isak, sambil mengangkat tangan berdoa, sebagian lagi tidak menangis terisak-isak, tapi air mata mereka mengalir tak terbendung di tengah doa-doa yang sedang mereka panjatkan.

Dan itu dia LCD sekolahku. sedang menyiarkan seseorang dalam pakaian putih pula, yang sepertinya menjadi pemimpin pada acara zikir massal tersebut. Tiba-tiba rasa malu menusuk perasaanku. Ternyata kehebohan piala dunia ini telah membuatku melupakan undangan sang kepala sekolah untuk zikir bersama seminggu yang lalu.

Maafkan aku pak, maafkan aku yang bahkan sempat berfikir untuk memanggil pawang hujan untuk menghujani rumah bapak, maafkan aku yang sempat mengganggap bapak sebagai seorang hooligan yang kesel karena inggris kalah dan tidak rela melihatku gembira, ternyata bapak lebih mulia dari semua dugaan yang saya punya.

Semoga Piala Dunia yang kebanyakan pertandingan serunya disiarkan subuh-subuh tidak membuatku lupa untuk ibadah subuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun