Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm adalah hukum tertinggi atau sumber dari segala sumber hukum yang termaktub di dalam Pembukaan UUD 1945. Sebagai hukum tertinggi yang lahir dari konsensus kebangsaan, Pancasila tidak bisa diatur oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Pengaturan Pancasila ke dalam sebuah undang-undang akan menimbulkan anarki dan kekacauan sistem ketatanegaraan.
Pancasila sebagai philosophische grondslag adalah falsafah dasar yang menjadi pedoman untuk mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dengan tujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Untuk mencapai tujuan dan cita-cita negara, Pancasila merupakan ideologi prinsip yang menjiwai sistem penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Penerjemahan Pancasila sebagai ideologi kerja selalu mempertimbangkan dinamika dan perkembangan zaman. Membakukan tafsir atas Demokrasi Pancasila dalam suatu undang-undang jelas akan mempersempit ruang tafsir yang memandekkan dinamika, kreativitas, dan inovasi yang dibutuhkan untuk mendorong kemajuan bangsa sesuai dengan tuntutan zaman.
kesalahan yang terjadi di masa lampau terkait monopoli tafsir atas Pancasila tidak boleh terulang lagi. Kendati demikian hal ini bukan meupakan dasar dan alasan yang dapat membenarkan perluasan dan/atau penyempitan tafsir atas Pancasila dalam suatu undang-undang yang isinya mengatur demokrasi politik Pancasila dan demokrasi ekonomi Pancasila sebagaimana RUU HIP.
RUU Haluan Ideologi Pancasila ini sebenarnya dibuat untuk memperkuat posisi kelembagaan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang tertuang dalam Pasal 44. Selama ini, keberadaan BPIP berlandaskan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2018. Sayangnya kemudian dianggap kontroversi karena beberapa alasan, seperti konsep trisila dan ekasila, juga karena tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 pada RUU HIP, dan kemudian dianggap tidak ada urgentsi dari pembahasan dan pembuatan RUU Haluan Ideologi Pancasila oleh beberapa kelompok.
Pemerintah secara resmi menarik pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Sebagai gantinya pemerintah mengusulkan Rancangan Undang-Undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP). Isi draf Rancangan Undang-undang Badan Ideologi Pancasila berbeda dengan RUU Haluan Ideologi Pancasila. RUU BPIP hanya memuat ketentuan tentang tugas, fungsi, wewenang, dan struktur BPIP.
Draf RUU BPIP tersebut sangat ringkas, hanya berjumlah 16 halaman; terdiri dari 7 bab dan 17 pasal. Sementara RUU HIP berjumlah 46 halaman berisi 10 bab dan 60 pasal.
Dalam konsideran RUU BPIP ini tercantum TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.
Pada Bab Ini, Pasal 1 ayat (1), ada penegasan Pancasila yang dipakai resmi hanya lima sila yang disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945.
"Pancasila adalah Dasar dan Ideologi Negara yang rumusan sila-silanya tercantum di dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945". Demikian bunyi pasal 1 Bab ketentuan umum Draf RUU HIP ini.
Lanjutannya, "Yang terdiri dari lima sila dan merupakan satu kesatuan sila yang tidak terpisahkan, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." Pasal selanjutnya mengatur tugas, fungsi, wewenang, dan struktur BPIP.
Demikian pro kontra mengenai Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang kontroversial dan dianggap tidak memiliki urgentsi dalam perancangannya serta menuai kecaman dari berbagai kalangan masyarakat Indonesia.