Hadis Rasulullah SAW: "Allah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu dari mereka tidak mengkhianati yang lain..." (HR. Abu Dawud). Hadis ini menegaskan pentingnya kejujuran dan keadilan dalam kemitraan.
Fatwa DSN-MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000: Fatwa ini memberikan panduan praktis mengenai pembiayaan musyarakah, termasuk syarat sah akad dan ketentuan pembagian hasil.
Standar Akuntansi Syariah
Dalam konteks akuntansi, musyarakah diatur dalam PSAK 106. Standar ini mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi musyarakah. Beberapa ketentuan penting meliputi:
Pengakuan Modal: Modal yang disetor oleh para mitra diakui sesuai nilai yang disepakati.
Pengakuan Pendapatan dan Beban: Pendapatan dibagi setelah dikurangi beban usaha. Nisbah pembagian harus sesuai kesepakatan awal.
Penyajian Laporan Keuangan: Laporan keuangan harus transparan dan mencerminkan kondisi usaha secara akurat untuk menjaga kepercayaan antar-mitra.
Analisis Praktik Akuntansi Musyarakah
Dalam praktiknya, banyak LKS menghadapi kendala dalam menerapkan musyarakah secara optimal. Salah satu isu utama adalah kurangnya pemanfaatan teknologi dalam mencatat transaksi. Hal ini sering mengakibatkan ketidakakuratan data dan perselisihan antar-mitra.
Contoh lain adalah penggunaan aset non-moneter sebagai modal. Aset ini sering kali sulit dinilai secara objektif, sehingga dapat memicu ketidakadilan dalam pembagian hasil. Selain itu, banyak LKS belum sepenuhnya mematuhi standar akuntansi syariah, terutama dalam hal transparansi laporan keuangan.
Namun, praktik musyarakah yang dikelola dengan baik dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap keuangan syariah. LKS yang transparan dan konsisten dalam pelaporan keuangan akan lebih dipercaya oleh nasabah dan mitra usaha.
Solusi dan Rekomendasi
Untuk mengatasi berbagai tantangan di atas, beberapa langkah strategis yang dapat diambil adalah: