Mohon tunggu...
Aroka
Aroka Mohon Tunggu... -

Aroka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Catatan Singkat, Pemimpin Indonesia

1 Februari 2016   07:52 Diperbarui: 1 Februari 2016   08:00 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bangsa Indonesia telah mengalami transisi kepemimpinan yang berhasil dalam tahap perjuangan reformasi, dimana rakyat tidak lagi berpangku tangan kepada utusan dewan di gedung parlemen ketika menunjuk nahkoda Pemerintahan baik pusat maupun daerah. Walau masih ada kekurangan yang harus terus diperbaiki, tetap harus disyukuri oleh seluruh rakyat bahwa kita mulai melangkah pada demokrasi yang lebih sehat dibandingkan pada masa lalu.

Setiap pemimpin yang pernah menduduki RI 1, memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda saat memegang kemudi pemerintahan. Semuanya tergantung pada kondisi bangsa dan negara secara internal, dan suasana keamanan yang berkaitan dengan perkembangan dunia internasional pada umumnya. Sehingga akan sulit membandingkan satu pemimpin dengan lainnya, bila hanya berdasarkan pada sosok tanpa mempertimbangkan situasi di NKRI dari masa ke masa.

 

Era Orde Lama 

Pada era orde lama, sangat melimpah untuk dapat memilih pemimpin yang memiliki integritas tinggi. Semua tokoh-tokoh yang berperan pada masa atau era tersebut, bisa diketahui dan dipelajari dari catatan sejarah bangsa Indonesia. Tapi pilihan jatuh kepada Presiden Soekarno dikarenakan faktor kecerdasan berpikir kritis, kelihaian diplomasi yang dinamis, cakap berorasi yang bisa diterima rakyat, berjiwa nasionalis yang tinggi, kedekatan dengan beberapa pemimpin luar negeri, dan tentunya atas hasil musyawarah mufakat dari  tokoh-tokoh yang berperan di saat Indonesia ketika memasuki fase kemerdekaan. Dengan catatan, ada versi yang memiliki history berbeda atau history saling melengkapi, yang mengiringi roda pemerintahan di era orde lama. Sehingga menjadi fokus perhatian ialah kepada inti karakter pemimpin.

Era Orde Baru

Kondisi Indonesia yang berada pada posisi krisis dan kritis di tingkat keamanan dalam negeri, akhirnya menentukan pilihan RI 1 berikutnya jatuh kepada tongkat komando militer, yang diamanatkan kepada Presiden Soeharto. Karna langkah prioritas untuk menyelesaikan segala kisruh yang terjadi di berbagai daerah, haruslah dilakukan oleh pemimpin yang memiliki kemampuan berpikir responsif dan bertindak represif. Pilihan yang sangat beresiko tinggi itu, diambil untuk segera memulihkan kondisi secepatnya dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Karena bila terlambat menangani, perpecahan dan pemisahan beberapa wliayah akan sulit dihindari.  dengan catatan, tinta sejarah di era orde baru masih banyak diperdebatkan dan dipertanyakan. Sehingga yang menjadi fokus perhatian kepada inti karakter pemimpin.

Era Orde Reformasi

Setelah terjadinya gerakan mahasiswa bersama rakyat untuk menggulingkan tirani orde baru, maka muncullah beberapa pemimpin yang menghiasi saling bergantian, antara Presiden Habibie yang mendapatkan mandat setelah lengsernya Presiden Soeharto, sedangkan Presiden Abdurachman Wahid dipilih melalui voting anggota parlemen, dan Presiden Megawati melanjutkan setelah terjadi konflik kepentingan politik pada masa itu. Namun yang jadi perhatian, para pemimpin memiliki kesamaan dalam berpikir yaitu sangat kritis, sedangkan dalam bersikap harus fleksibel mengakomodir berbagai kekuatan dan kepentingan. Ketiga pemimpin tersebut, mengalami masa sulit bagai simalakama ketika mengambil kebijakan. Dengan catatan, banyak sekali dinamika yang terjadi hingga fokus perhatian kepada inti karakter pemimpin.

Era jembatan Transisi akhir Reformasi

Terlalu peliknya permasalahan bangsa dalam berbagai lini dan sektor, memunculkan keinginan atau kehendak rakyat untuk bisa memilih pemimpin RI 1 secara langsung. Hal itu dikarenakan rendahnya tingkat kredibilitas anggota dewan yang lebih sibuk mendahulukan kepentingan golongan, dan mengesampingkan permasalahan bangsa yang jelas sekali didepan mata. Hingga sosok presiden SBY muncul sebagai bentuk akumulasi harapan rakyat, untuk bisa menyelesaikan berbagai krisis di tanah air. Di tahap pilpres pertama, begitu terlihat dan terasa beliau mampu berpikir kritis, bersikap dinamis, dan cerdas dalam mengambil keputusan strategis.

Tapi di tahap pilpres berikutnya, banyak sekali politisi yang bersifat oportunis yang cukup menyulitkan Presiden SBY untuk menjalankan roda pemerintahan. Dengan catatan, keberhasilan KPK pada masa Presiden SBY dalam mengungkap berbagai skandal korupsi di berbagai lembaga pusat dan daerah, mulai memasuki epicentrum korupsi dilingkungan kekuasaan. Tapi setiap kepemimpinan akan selalu memunculkan pro-kontra, karena dunia politik tidak mengenal persahabatan abadi melainkan kepentinganlah yang akan jadi pijakan abadi.

Era Revolusi Mental    

Ada harapan cerah di era sekarang untuk Indonesia yang lebih hebat di masa yang akan datang, karena mulai bermunculan para pemimpin di daerah yang mampu menunjukan kepemimpinan yang seirama dengan kehendak rakyatnya. Yang dimana Presiden Joko Widodo sebagai tokoh sentral yang pertama maju untuk pembaharuan tersebut, walau tentunya ada beberapa tokoh lain yang memiliki kemiripan dalam pola berpikir dan bertindak yang begitu dinamis. Diantaranya Walikota Bandung Ridwan Kamil, Walikota Surabaya Tri Risma, Gubernur DKI Basuki Tjahaya Purnama, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, serta pemimpin di daerah lain yang belum begitu gencar di pemberitaan media-media nasional.

Kelebihan yang paling bisa diperhatikan di era revolusi mental ialah, para pemimpin mulai keluar dari kursi empuk dan melipat kemeja lengan tangan untuk memperbanyak terjun langsung ke tengah rakyat. Hampir tidak ada jarak atau kasta yang ditunjukan oleh generasi emas bangsa tersebut, sehingga permasalahan bisa dilihat serta dirasakan secara langsung dan mengambil keputusan pada saat itu juga. Inilah buah hasil dari keinginan rakyat untuk bisa memilih pemimpinnya sendiri, sehingga bisa terasa bekerja untuk rakyat yang dipimpinnya bukan bekerja bagi partai-partai pengusungnya.

Para penjahat kerah hitam dan kerah putih tidak akan tinggal diam dan menerima kondisi yang tidak baik di era sekarang, segala manuver untuk menjegal dan menjatuhkan akan terus dipersiapkan dengan segala upaya. Karena apa yang telah dilakukan para pemimpin bersih, sudah merusak stabilitas kejahatan untuk meraup pundi-pundi yang mereka ciptakan selama bertahun-tahun. Semoga rakyat terus memantau segala perkembangan yang terjadi, dan dapat membantu dengan menunjukan pola pikir dan sikap yang kritis.

karakter Presiden Joko Widodo yang berpikir cerdik dan bersikap sederhana, mulai menjalankan cara baru untuk memberantas korupsi di Indonesia. Bukan dengan gencar mengintruksikan aparat hukum untuk banyak menangkap koruptor, karena cara itu kurang efektif untuk membuat jera para pelaku lain yang belum terungkap dan tertangkap. Tapi ada cara paling menohok ialah, dengan mempersempit ruang lingkup dalam melakukan tindakan korupsi itu sendiri. sebagaimana yang telah dijalankan sampai sekarang dengan memangkas jalur birokrasi, dan meningkatkan pengawasan anggaran yang melibatkan mata publik secara transparan.

 

Selamat beraktifitas

Gambar Ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun