Ya, mungkin ini teknik tersendiri ala Pak De ya. Jadi, bisa saja tidak pakem seperti penjual-penjual tahu tek lainnya. Bisa jadi ini sebagai ciri khas.
Tapi, soal rasa, saya acungi jempol. Bumbunya sangat berasa, dan rasa serta aroma petisnya juga leboh terasa gurih dari beberapa tahu tek yang sudah pernah saya coba.
Sempat saya tanyakan, tapi Pak De gak menjawab apa petis yang digunakan. Namun, secara rasa di lidah saya, petisnya bener-bener saya familier. Maka saya coba menebaknya, bahwa petis yang digunakan Pak De adalah petis Gresik.
Saya sendiri asal Gresik, dan di daerah tempat saya dulu, yaitu di Desa Kemangi dan Desa Gumeng, kecamatan Bungah, Gresik, yang merupakan sentra home industry penghasil petis udang/ikan.
Itulah Tahu Tek. Meskipun menunya boleh dibilang cukup sederhana, tapi bicara soal rasa serta asal usul bahan yang digunakan, ternyata cukup membuat kita terkagum-kagum.Â
Entah bagaimana dulu menu dan resep tahu tek ini diciptakan. Kita juga tidak pernah tahu siapa yang kali pertama meraciknya. Yang jelas, kini kita bisa merasakan dan menikmatinya.
Ini semua tentu harus kita syukuri sekaligus kita pertahankan dan pelihara sebagai kekhasan kuliner nusantara. Khsusnya kuliner yang domisili asalnya dari Surabaya dan wilayah Jawa Timur.
Dengan tetap menjaga dan melestarikan Tahu Tek sebagai kuliner tradisional, tentu juga kita membantu tetap eksisnya perekonomian para kang, guk, dan para cak penjual Tahu Tek.Â
Kita juga akan selalu hafal suara lentingan gunting pemotong tahu tek saat malam-malam di seputaran gang, atau di ujung jalan prapatan tempat mereka mangkal.
Semoga Tahu Tek akan tetap eksis di tengah maraknya serbuan kulier asing yang iklannya selalu menjejali HP kita.
#tahuteksurabaya
#tahutekenak
#tahuteksurabayaresep