Pertanian di era industry 4.0 (four point zero), tersajikan dengan serba smart. ‘Tari jari’ saja diatas keyboard mesin pinter (smart machine), ‘keperluan’ telah tersaji.
Demikian akan kebutuhan hulu dan hilir kegiatan usahatani, di era smart. Menuntut para penggerak pertanian juga harus mengikuti dinamika global kekinian ini.
Belum demikian yang dialami sebagian petani, termasuk Rudy. Beliau ‘parno’ (paranoid) menghadapi kegiatan usahataninya.
Lagian informasi terkait ketersediaan pupuk mulai diatur sistim digital, sementara beliaunya belum berpikir demikian. Erahnya kekinian sudah di zamannya serba “dimudahkah”. Bagi mereka yang tidak gagab teknologi.
Si Rudy, memang petani rajin, namun kurang peduli dengan urusan kelompok tani (Poktan). Masih terbawa masa ortunya, saat itu belum ‘laris’ ikut poktan. Namun teman dan kerabat, memasukkannya dalam poktan, karena giatnya di usahatani. Dengan pemilikan yang terlaporkan 1,5 ha saja, beliau sudah menjadi anggota.
Tapi poktannya kurang patuh dengan komitmen pertemuan kelompok. Poktannya hanya 'sekedar berkelompok', agar dapat bantuan, kali. Demikian juga kelompok-kelompok yang lain barangkali sama, tapi belum terekam saja.
Sosok yang disebutkan diatas, dikenal sebagai petani sejati (tulen). Suka menanam Jagung, Kacang Tanah, Sayuran, Cabe, namun masih minim pemahaman dan kepedulia tentang pentingnya berkelompok.
Pikirnya, yang penting rajin berkebun saja, pasti akan mendapatkan pupuk bantuan (disubsidi). Karena pengalaman mengikuti jejak orang tua (ortu)-nya, yang memang belum ‘penting’ berkelompok, tapi dapat bantuan pupuk.
Ya, memang era ortunya, penyuluh masih kesulitan menperkenalkan pupuk itu pada petani. Sehingga kalah itu, di gudang petani yang suka bergiat sarat dengan pupuk.
Karena yang penting petani diberikan pupuk, penyuluhan mengikuti. Petani belum begitu mengenal pupuk, sehingga banyak pupuk diberikan pada petani yang passionnya menanam, termasuk ortu Rudy.
Pengalaman penulis sendiri dengan ortu dan banyak petani. Pupuk urea, karena mirip gula putih, digunakan pada kopi. Itu, karena pengenalan akan pupuk itu, baru mulai dibumikan.
Dimasa ortu-nya, tidak ada yang tidak kenal dengan beliau (om Rael), panggilan akrabnya Israel nama ortunya. Tapi itu, dierahnya, poktan tidak seperti sekarang.
Paling tidak, poktan sebatas tukar-menukar tenaga/ saling membantu tenaga alias (Mapalus). Lebih umum dikenal seperti kerja bakti saat mengerjakan jalan usahatani dan lainnya.
Begitulah pengalaman singkat Rudy. Harus jadi pelajaran bagi teman-teman petani, supaya bergabung dalam poktan, agar komunikasi dan informasi termudahkan.
Dan syukurlah Rudy sudah menjadi anggota poktan, walau beliau sendiri tidak menyadari keberadaannya sebagai anggota poktan. Ya, begitulah mungkin era data analog.
Memang, tugas penyuluh dalam menyiapkan kelengkapa data untuk bantuan tidak muda. Kadangkala kelompok sudah tidak aktif, tapi data tidak berubah.
Ya, karena keterdesakan data sudah harus masuk untuk dianggarkan, ya jadinya demikian.
Perlu dihilirkan secara massif, agar poktan rutin melakukan pertemuan sesuai jadwal pertemuan yang sudah disepakati. Sehingga komunikasi dan informasi keberadaan kelompok tetap terjaga dan konsisten.
Berkelompok, diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor:82/Permentan/OT.140/8/2013. Kelompok tani (Poktan), adalah kumpulan petani/ peternak/perkebunan yang dibentuk atas dasar: kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan social, ekonomi dan sumberdaya, kesamaan komoditas, dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembagkan usaha anggota.
Saat ini, petani wajib menjadi anggota poktan. Karena pemerintah sudah merancang fasilitas untuk petani agar lebih presisi.
Pemerintah telah menyiapkan Kartu Tani bagi petani. Satu data satu petani, memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan data ibu kandungnya. Ya, sebagai upaya agar bantuan-bantuan bagi petani langsung diterima petani dan tidak bias.
Kartu Tani (KT), adalah akses layanan perbankan, yang berfungsi sebagai sarana simpanan, transaksi, penyaluran pinjaman serta kartu subsidi (bantuan) bagi pelaku utama (petani.
Kartu tani ini, berisikan: identitas dari pelaku utama, data luas lahan pelaku utama, kebutuhan sarana produksi pertanian. KT ini, adalah sarana untuk menyalurkan pupuk subsidi, serta bantuan lain dari pemerintah untuk petani, agar lebih tepat sasaran.
Dengan KT, setiap petani akan memperoleh pupuk subsidi sesuai dengan jatahnya, berdasarkan luas lahan dan kebutuhannya. Singkatnya lebih presisi dan memudahkan menfasilitasi pelaku utama (petani). Mengutip kata Menteri PertanianRepublik Indonesia Syahrul Yasin Limpo (SYL): “Dengan cara ini, distribusi pupuk subsidi akan menjadi lebih tepat sasaran, tepat jumlah dan tepat waktu”.
Bahasa orang pinter, tidak ada gading yang tidak retak. Tidak ada yang sempurna, yang ada mari bersama menyempurnakan untuk Indonesia lebih maju mandiri dan lebih modern. Kerjasama anak bangsa, Indonesia berdaulat pangan dan lumbung pangan dunia, karena itu sumberdaya kita (#Artur)
referensi: berbagai sumber dan pengalaman penulis mendapingi petani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H