Apapun yang mau di katakana, Covid-19 (C19) masih menyibukkan sesama penghuni bumi. C19 bukan “lawan” nyata, namun kehadirannya ‘memporak porandakan’ keangkuhan mahluk termulia, yang tidak mengganggap keberadaan (C19).
Tanggal 29 Desember 2019 disaat semua bersiap menyambut tahun baru 2020, di sebuah rumah sakit di Wuhan, Provinsi Hubei Cina melaporkan munculnya penyakit gawat yang tidak dikenal. Setelah melalui verifikasi kemunculan penyakit baru ini, kemudia Republik rakyat Cina (RRC) mengkonfirmasikan hal tersebut kepada WHO.
Agen biologis yang menyebabkan penyakit pada inangnya (Patogen) dari kejadian ini, dapat diidentifikasi sebagai novel corona virus 2019 (nCoV-2019) pada tanggal 8 Januari. Dan pada tanggal 30 Januari 2020 dipublikasikan WHO.
C19, dikenal dari namanya, karena hadirnya teridentifikasi dan di “Baptis” dengan nama Corona Virus (Covid), yang ditemukan di akhir tahun 2019, dan dikenal Covid-19. Mahluk ini, tidak terdeteksi dengan kasat mata, tapi nampak dan terasa akibat yang terjadi disebabkan mahluk ini. Dan itu tidak hanya mengguncang ibu pertiwi, juga dunia.
Dapat dirasakan dan diamati, secara umum ini karena tidak tercipta keseimbangan alami. Terjadi perebutan atau kompetisi negative dan ada saja yang abai (egois). Martabat terabaikan keseimbangan terganggu, tidak mau mengalah dan tobat “bom” C19, membuka ketertiduran dari keegoisan.
C19, sebenarnya adalah mahluk hidup yang sudah ada, dan baik-baik saja. Dan virus itu seperti mahluk lain termasuk manusia. Tidak mengganggu, ketika tidak diganggu (dalam keseimbangan alami). Dan itu bukti karya Agung Allah, yang dititipkan pada manusia sebagai mahluk termulia, untuk menata hidup dan bersanding dengan bermartabat di Bumi Rumah Kita Bersama.
Virus tersebut, mengutip informasi dari banyak media yang dapat disimak, biasa ditemukan pada hewan seperti: kucing, anjing, babi, sapi, kalkun, ayam, tikus, kelinci dan kelelawar. Secara alami sesuai ‘garisan’ sang Khalik, masing-masing telah diberikan ruang untuk ditempati, tanpa saling mengganggu, namun harus saling menjaga.
Ketika yang ‘termulia’, mulai lupa akan tugas ‘mengusahakan’ dengan baik (mulai meramba tanpa ‘bermartabat’ pada bukan wilayahnya), itulah muasal masalah. Terjadi ‘degradasi ahlak’ pada mahluk termulia. Kekuasaan dan berkuasa makin kentara. Wakil Allah (pemerintah) kurang diindahkan, Sebaliknya sebaliknya, ada yang harusnya menjadi teladan, justru tidak nampak harapan itu.
Dampak dari ‘kekuasaan dan berkuasa’ meruntuhkan cinta kasih bagi sesama mahluk. Mulai dari ‘kesewenangan’ meramba huta, meratakan tanah untuk usaha sampai sembarangan menempatkan ‘sampah’, menggunakan sumberdaya air seenaknya saja di rumah, mewarnai kekinian. Menjadi abai dan lalai akan aturan, karena merasa berkuasa dan berada. Seolah aturan dan kebersamaan bisa di beli, bukan untuk didiskusikan.
Dalam canda penulis; saat ini Bumi semakin tidak “bersahabat” lagi. Karena tugas dari yang termulia mulai lalai dan abai. ‘Wakil dari Allah’ pemerintah kadang kalah tidak diindahkan. Bahkan kemajuan teknologi kekinian, bila tidak dikelola dengan bermartabat, potensi ciptakan bencana social bagi masyarakat dan pemerintah kelak .
Virus, juga merasa ‘terganggu’ keberadaanya. Aturan dan arahan para pemimpin kadang kalah diabaikan. Berdampak pada ‘Virus’ yang beraksi, dan membuka mata semua untuk saling kasih dan solidarias sesama anak bangsa. Tobat, adalah jalan rekonsiliasi antar sesama penghuni bumi.Untuk kembali ingat tuas mulia manusia “mengelola dan mengusahakan” bumi,didalamnya C19 itu sendiri.
Mengutip kata Jhon Williams kepala devisi penyakit menular anak-anak di rumah sakit anak Pittsburgh University Center Medical, bahwa virus tersebut biasanya menular dari satu hewan ke species hewan lain. Jadi kalau ke manusia sepertinya jalan buntu, katanya seperti diirilis dari news detik com.
Indonesia, pertama kali mengkonfirmasik kasus C19 pada Senin 2 Maret 2020. Keika Presiden Joko Widodo (Jokowi mengumumkan ada dua orang Indonesia positif terjangkit C19.Pemerintah segerah menatalaksana protokol untuk menangkal C-19.
Dalam dinamikanya, memang tidak semulus yang diharapkan. Walau masih ada yang sedikit ‘nakal’ dan berupaya mengambil manfaat di tengah wabah ini, tapi harus bersatu hadapi dengan positif. Untuk Indonesia sehat. Kebenaran bisa disalahkan, tapi tidak dapat dikalahkan, kata orang bijak.
Wabah ini tidak akan hilang, selain bangun persahabatan dan adaptasi dengan C19. Jangan paranoit dengan keadaan, fokus menjaga kesehatan. Mulailah bermartabat dengan lingkungan kita, yang didalamnya ada sesama mahluk lain menghuninya. Kalau bergiat, ingatlah diskitar kita ada mahluk lain.
C19, telah mengajarkan banyak hal pada kita, ciptaan termulia. Solidaritas sesama mahluk, efisien penggelolaan sumberdaya alam dan lingkungan sekitar. Karena ini adalah Rumah Kita Bersama, dan kita berkewajiban menjaganya untuk keberlanjutan bumi dan penghuninya.(#Artur)