Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Perkenalkan MMI, Trio Wahid Temuan STY, Marc Klok, Marselino, dan Ivar Jenner

21 Juni 2023   00:26 Diperbarui: 21 Juni 2023   18:15 11633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ivar Jenner, pemain naturalisasi I Gambar: PSSI

"Kita tidak akan ke mana-mana jika hanya melihat kekalahan, karena di tengah kekalahan paling memalukan sekalipun selalu ada hal baik di dalamnya." 

Entahlah siapa yang menyebutkan pertama kali kalimat omong kosong di atas. Saya lupa. Bisa orang bijak, bisa juga orang pintar, dan mungkin saja orang iseng seperti saya.

Tapi bukan itu maksud saya. Saya sedang membicarakan laga Indonesia vs Argentina. Di balik kekalahan seusai laga itu, masih ada optimisme bahwa timnas kita akan menjadi hebat.

Indonesia memang kalah dan jelas mesti kalah. Lawannya adalah juara Piala Dunia, dengan W bukan A di depannya. W itu World, bukan A, ASEAN bukan pula ASIAN. Juara Dunia om.

Kehilangan Lionel Messi dan Angel Di Maria yang lebih memilih berlibur daripada datang ke Indonesia, Argentina jelas tak kehilangan taji. Meski Rodrigo de Paul dan Alexis MacAllister disimpan di bench, tapi skuad yang turun tak bisa dipandang sebelah mata.

Di posisi penjaga gawang, ada Emi Martinez, kiper yang tampil heroik bagi Argentina di Piala Dunia 2022, dan di lini belakang ada Christian Romero, bek utama Tottenham Hotspur yang diminta khusus oleh pelatih Albiceleste, Lionel Scaloni untuk tetap di lapangan hingga usai laga. Di lini depan ada Julian Alvarez, kompatriot Erling Haaland di Manchester City.

Okay, Indonesia kalah 0-2, tapi sekali lagi para pemain Indonesia tampil heroik dan mampu menjaga agar impian para pendukung Messi dan Argentina tidak tercapai, yakni Timnas Indonesia menjadi lumbung gol.

Apa kekuatan timnas yang dapat diketengahkan? 

Tentu saja kesebelas pemain telah tampil hebat. DAN yang lebih penting adalah kualitas dan kerjasama antar pemain yang terbilang semakin solid.

Untuk itu, saya kira penampilan trio lini tengah Indonesia, yang baru pertama kali tampil bersama sebagai starter di laga kompetitif dapat diulas lebih dalam.

Trio yang saya maksudkan adalah Marc Klok, Marselino dan Ivar Jenner, saya menyingkatnya MMI, biar keren seperti MSN di Barca pada zamannya atau BBC di Juventus pada zamannya juga.

Trio lini tengah yang patut mendapatkan pujian di balik kekalahan atas Argentina tersebut.

Trio ini jelas tercipta atau hadir by design. Coach Shin Tae-yong sudah sejak lama mendamba trio lini tengah yang lebih kuat, dan tentu saja memahami gaya permainan yang diinginkannya.

Jika kita perhatikan, selama ini gelandang yang menjadi kesayangan STY yang berarti sering dimainkannya adalah Marselino Ferdinan dan Marc Klok. Duo ini berusaha dipadu padan oleh STY dengan beberapa gelandang.

Sebut saja tiga nama, Ricky Kambuaya, Rahmad Irianto, dan terakhir, Yakob Sayuri. Trio Marc Klok, Marselino Ferdinan, dan Ricky Kambuaya sempat menarik perhatian publik, tapi jika ditelisik Ricky Kambuaya jelas bukanlah pemain yang ideal dalam keinginan STY.

Gaya bermain Kambuaya terlalu tanggung. Maksud saya begini. Jika menyerang, maka Kambuaya terlalu ke depan, dan ketika bertahan terlalu ke belakang, ini seringkali membuat jarak antar pemain di lini tengah yang diinginkan STY tidak terjadi karena misposisi tersebut.

Selain itu, harus diakui bahwa setelah tampil hebat di Piala AFF, Ricky Kambuaya nampak menurun. Di level klub, di Persib, bahkan tempat Ricky sering digantikan oleh pemain lain.

Berikutnya ada Rahmad Irianto. Kompleksitas Rahmad masih di bawah Ricky. Alasan kuat Rahmad tidak dijadikan yang utama karena Rahmad terlalu defensif bermain lebih ke dalam. 

Di gaya bermain seperti ini, Rahmad jelas sama dengan Marc Klok, ini berarti selama Marc Klok masih tampil prima, Rahmad akan tetap berada di bench.

Lalu bagaimana dengan Yakob Sayuri? 

Yakob adalah "korban" dari uji coba STY untuk mendapatkan gelandang pendamping Klok dan Marselino. Apakah berhasil? Jelas Yakob punya kecepatan, tetapi visi bermain di lini tengah yang bukanlah posisi aslinya, maka Yakob jelas perlu waktu.

Di kondisi inilah, Ivar Jenner berhasil dinaturalisasi. Tak tanggung-tanggung disebutkan bahwa Ivar Jenner adalah pemain "pesanan" STY agat proses naturalisasinya diberikan prioritas atau dipercepat.

Tujuannya tentu saja Kejuaraan FIFA U-20, sayangnya kejuaraan itu gagal dihelat di Indonesia, tetapi syukurnya adalah Ivar Jenner tetap dinaturalisasi, dan STY memasukkannya sebagai punggawa timnas senior.

Apakah kelebihan Jenner yang sedang membela klub Belanda, FC Utrecht U-21 di mata STY?

Jika berkaca pada laga melawan Argentina kemarin, maka profil Ivar Jenner dapat disebut sebagai puzzle yang hilang bagi duo Marc Klok dan Marselino Ferdinan.

Perhatikan saja bagaimana Jenner, Klok dan Marselino berotasi dengan cepat untuk membentuk rantai kokoh ketika bertahan ataupun bersegera untuk melakukan serangan balik.

Meski tak banyak memegang bola, namu cara trio ini bergerak membaca pertandingan dan menutup pergerakan pemain Argentina pantas diacungi jempol.

Ivar Jenner mampu memberikan jaminan keseimbangan bagi lini tengah Indonesia. Pivot diantara ketiganya berjalan dengan baik, baik ketika bertahan ataupun dalam transisi menyerang.

Di penghujung babak pertama, melalui pergerakan yang cerdas, menerima umpan Dimas Drajad tendangan Ivar Jenner hampir membobol gawang Emiliano Martinez.

Meski belum matang secara fisik, tapi kedewasaan bermain Ivar Jenner patut diacungi jempol. Dia mampu membaca laga, menutup lawan, dan memberikan kenyamanan bagi lini belakang Indonesia.

Jika MMI ini umpama dibandingkan dengan trio Casemiro, Luca Modric, dan Toni Kroos maka Ivar Jenner adalah Toni Kross. Artinya, Marc Klok adalah Casemiro dan Marselino adalah Luca Modric. Ketiganya dapat saling bantu dan saling menyokong dengan hebat.

Artinya apa? STY dapat tersenyum bahwa komposisi lini tengahnya hampir usai atau mendekati ideal setelah lini belakang yang semakin kokoh. Ini berarti PR STY tinggal lini depan saja, dengan menunggu duet Dimas Dradjad dan Rafael Struik dapat lebih harmonis bekerjasama

Akan tetapi tak mengapa. Jika trio MMI semakin matang, maka akan menjadi pelecut bagi lini depan agar tampil lebih baik. Trio MMI adalah masa depan timnas senior Indonesia. 

Semoga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun