Exco PSSI yang sedang tak baik-baik saja itu, akhirnya "kembali" meminta pelatih timnas asal Korsel, Shin tae Yong (STY) untuk mundur atau out dari tugas kepelatihannya. Alasannya jelas sekali, yakni prestasi, STY di AFF 2022 yang barusan selesai.
STY memang diberikan dan mempunyai ekspetasi hebat kala ditunjuk menangani timnas. Pelatih berlabel laga piala dunia ini, diharap membuat timnas dapat meraih trofi, minimal level teritori Asia Tenggara. Tapi sayang, STY gagal.
Pertanyaan paling penting soal ini, adalah apakah keputusan ini terasa adil bagi STY dan tentu saja baik bagi kelanjutan masa depan timnas kita? Ini pertanyaan sulit, tapi jika harus menjawab, maka jawaban awal yang bisa saya berikan adalah STY memang gagal, meski ada variabel lain yang mempengaruhi, dan sayangnya itu nampaknya tidak dapat dipengaruhi seorang STY sekalipun.
Maksud saya begini. Secara taktikal dan permainan di lapangan, STY jelas membuat timnas bergerak tidak terlalu maju---datanya diambil dari dua penampilan AFF yang kebetulan berdekatan. Jika di AFF 2021 menjadi finalis, maka di AFF 2022, terhenti di semifinal. Tak ada yang terlalu jauh, karena timnas tentu saja mesti juara, karena kompetitornya berat sama, Malaysia, Thailand dan musuh bebuyutan, Vietnam itu.
Di dua leg semifinal melawan Vietnam, timnas tidak bermain istimewa, dan jika mesti jujur di AFF 2022 ini memang tidak istimewa. Tidak seeksplosif 2021, dan pemain seperti Ricky Kambuaya, Witan dan Egy Vikri tidak mampu dibuat STY kembali bersinar.
Belum lagi masalah finishing, STY yang dianggap jenius itu, tak mendapatkan solusi untuk persoalan ini. Padahal STY diharap menjadi penemu solusi, pembuat solusi dari setiap persoalan taktik dan permainan. Tersingkir 0-2 dari Vietnam, tanpa satupun shot on goal, menjadi bukti bahwa STY sudah kehabisan akal untuk persoalan timnas.
Akan tetapi saya berusaha untuk berimbang melihat persoalan ini, untuk melihat persoalan lain, yang langsung atau secara langsung mempengaruhi performa timnas tentunya. Ini perlu saya kemukakan karena saya juga setuju bahwa dari perspektif masa depan yang lebih baik, seorang STY saja tak sepenuhnya harus disalahkan.
Begini. STY diminta untuk berprestasi, tetapi secara kebijakan dan organsisasi Exco tidak melakukan tindakan luar biasa untuk mendukung hal tersebut. Artinya, jika STY diminta out, saya kira Exco juga perlu mundur sebagai pertanggungjawaban terhadap nir prestasi timnas ini.
Puncak kekecewaan saya adalah ketika Liga 2 dan 3 dihentikan, dan Liga 1 dilanjutkan tanpa degradasi. Ini bukti bahwa Exco tak mampu menjalankan roda manajemen dengan baik. Jika secara kompetisi utama saja, bisaa gagal, maka kita tak dapat berharap terlalu banyak terhadap pembinaan di setiap level kompetisi, yang dipercaya menjadi bagian penting dari perkembangan timnas di masa depan.
Saya kira kita setuju, bahwa timnas yang kuat didukug oleh kompetisi yang baik, dan profesional. Ketika kompetisi itu berjalan dengan baik, maka secara tak langsung akan mempengaruhi di pembinaan di level muda.
Mimpi pesepakbola muda adalah bermain di kompetisi paling elit di negeri ini, tetapi jika kompetisi elit ini memberikan ketidakpastian karena pemberhentian kompetisi, maka mimpi seperti apa yang dapat diberikan kepada pemain masa depan timnas. Maka jangan heran, jikalau pada akhirnya, pemain yang liganya diberhentikan itu, akan lebih sibuk main lato-lato daripada rajin berlatih.
Oleh karena itu, Exco juga mesti bertanggungjawab. Secara organisasi, setahu saya exco tidak bisa  diberhentikan, karena mesti lewat kongres luar biasa, namun, baiknya jika pertanggungjawaban secara personal juga saya kira akan memberi contoh baik, bahwa ketika gagal, maka legowo untuk memberikan kesempatan kepada pihak lain yang lebih siap dan mampu harus dilakukan.
Lalu kembali ke timnas, bagaimana dengan STY? Dalam tulisan saya yang terdahulu, STY masih perlu diberikan kesempatan minimal setelah beberapa ajang yang menjadi tanggungjawabnya di tahun ini diselesaikan. Ini juga secara tidak langsung untuk memberikanwaktu ke Exco baru untuk membuat strategi baru yang mujarab, serta menyiapkan kompetisi yang lebih baik di masa depan. Begitu saja. Salam Olahraga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H