Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Luca Modric dan Senyuman Tak Berbalas untuk Casemiro

10 Desember 2022   08:09 Diperbarui: 10 Desember 2022   14:52 1848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Casemiro and Luka Modrid share a playful joke during the match (Image: Andre Penner/AP/REX/Shutterstock)

Setelah berhasil mengelabui Dominik Livakovic di babak adu penalti, Casemiro mengambil bola. Sambil membawa bola dia berjalan. Di arah berbeda datang Luca Modric, algojo berikutnya bagi Kroasia.

Casemiro memberikan senyum ketika bola diberikan kepada Modric. Modric tak membalas senyum Casemiro, Modric menunduk, mengambil bola. Mencoba terus fokus. Casemiro beranjak pergi dengan senyum yang tak berbalas itu.

Di akhir drama adu penalti itu, Luca Modric bersorak kegirangan bersama rekan-rekannya. Sedangkan, paradoksnya diperlihatkan Casemiro, yang hanya tertunduk,  bersedih mungkin sedang hilang akal.

Sketsa yang seirama dengan kata Nevio Scala (pelatih Dortmund era 1990-an) demikian; jika kamu menang kamu adalah seorang dewa, jika kamu kalah kamu adalah ketiadaan belaka.

Nampaknya Luca Modric bukannya tak ingin berlaku ramah pada Casemiro. Sudah sepuluh tahun mereka bermain bersama di Real Madrid, hingga Casemiro tergiur pundi uang dari Manchester United.

Trio Modric, Casemiro dan Toni Kroos membuat Madird menjelam menjadi klub terwahid di dekade ini.

Di lapangan, trio ini seperti sudah menyatu seperti darah dan daging, saling tahu satu sama lain. Bisa berotasi dengan indah, berbagi peran. 

Meski terkadang Casemiro lebih suka menjadi tukang jagal daripada Modric yang lebih senang menjelajah, membagi bola atau lebih ofensif.

Meski bersahabat. Modric tahu bahwa Piala Dunia Qatar 2022 ini bukan arena untuk bersilahturami lebaran. Tak ada cipika cipiki di lapangan hijau. Ini seperti pertaruhan hidup mati, membela negara, di arena yang berjarak jauh, empat tahunan.

Modric percaya ini adalah Piala Dunia terakhirnya. Di usia 37 tahun, Modric tahu bahwa dia tak berdaya lagi empat tahun kemudian. Itu sudah 41 tahun, dia bisa pingsan seperti Erriksen di lapangan jika memaksa untuk bermain.

Seperti prajurit yang ada di garis depan dengan pilihan terbatas. Modric berlari kesana kemari sepanjang 120 menit. Dia memaksa dirinya menjadi lebih muda dari usianya di setia gerakannya.

Di perannya, Modric memang membutuhkan mobilitas luar biasa. Dia bergerak mengatur serangan, membagi bola, maju dan segera mundur ketika bertahan.

Karena itu, pelatih Kroasia, Zlatjko Dalic tak pernah memberi aba-aba untuk mengganti Modric.

Dari aba-aba tangan, ia bahkan terlihat menginstruksikan timnya untuk mengatur irama, menahan laju. Mungkin untuk kebaikan Modric.

Terlihat Modric hanya akan berhenti ketika akan membetulkan uraian rambut panjangnya. Tipuan saja, karena mungkin sebenarnya dia ingin sedikit menarik napas lebih teratur.

Syukur karena rekan-rekannya yang lebih muda memahaminya. Pasalic, Kovacic dan Brozovic bergantian mengisi lubang ketika Modric melambat. Itulah yang membuat lini tengah Kroasia nampak tangguh, rapat, jarang berjarak. Salah satu kunci Kroasia menahan Brasil.

***

Mungkin saja senyuman tak berbalas itulah yang tak dipahami Casemiro. Brasil di Piala Dunia 2022 ini memang dianggap superior. Tak ada yang mengira mereka perlu kuatir tersingkir minimal sebelum babak semifinal.

Setelah mengalahkan Korea Selatan saja, Neymar sudah berkoar-koar akan menjuarai Piala Dunia, padahal perjalanan masih sangatlah jauh.

Tetapi begitulah Brasil. Mereka bergembira dalam kepercayaan diri, yang terkadang menebal tak terkendali. Casemiro salah satunya.

Dia bergerak santai seperti ketika bermain di Real Madrid, yakin bahwa akan menjadi juara juga. Dia lupa bahwa teman-temannya bukanlah Modric dan Toni Kroos.

Di lini tengah, Casemiro ditemani Lucas Paqueta dan Neymar. Jelas sekali berbeda. Neymar memang skillfull, tetapi jika kecapean akan memilih menjatuhkan diri dalam drama yang mengundang isi stadion bersiul untuknya.

Paqueta juga cenderung ofensif. Sering lupa diri. Meninggalkan jarak, ketika gerak Casemiro melambat.

Tapi esensi para prajurit jogo bonito itu tetap begitu. Larut dalam fantasi bahwa Selecao tak mungkin tersingkir di perempat final. Padahal tanda-tanda itu sudah terlihat ketika Vini Jr yagn garang dibuat jinak oleh lini pertahanan Kroasia dan Kiper, Livakovic yang tampil cemerlang.

Selecao bahkan masih bisa bergaya ketika menghujam gawang Livakovic sebanyak 11 kali, meski hanya satu bola yang melekat di jaring selama 120 menit.

Mereka bergoyang samba, dan mengira bahwa akan berdansa lebih banyak lagi seperti kala mengalahkan Korsel.

Mereka seperti lupa bahwa Korsel bukan Kroasia. Negara ini adalah runner-up Piala Dunia 2018.

Di Piala Dunia itu,  Brasil masih trauma akan kekalahan menyakitkan dari Jerman di Piala Dunia 2014, Modric sudah membuat Kroasia menjadi panji yang menyeramkan.

Negara pecahan Yugoslovia ini, tampil dingin. Melumat lawan satu persatu, dan tak perlu berpesta berlebihan ketika menang karena perjuangan belum usai.

Perjuangan menyulitkan di masa kecil saat  perang di Zagreb yang dirasakan rata-rata punggawa senior seperti Modric, mengakar kuat, bahwa mereka tak pernah akan berhenti berlari, mengejar bola sebelum "perang" benar-benar usai.

Mungkin ibaratnya seperti ini. Ketika Brasil melakukan Samba di ruang ganti, untuk merayakan kemenangan. Pemain Kroasia masih duduk serius, "membersihkan senjata" untuk laga selanjutnya. Menghormati lawan.

Siapa yang menghormati lawan, akan melangkah lebih jauh.

***

Senyuman tak berbalas itu membawa Modric ke semifinal, dan sebaliknya Casemiro mesti pulang ke Brasil lebih awal merayakan natal.

Modric dan Kroasia sudah ditunggu tarian dari Amerika Latin lainnya, Tango. Nampaknya tak akan mudah. Tango lebih menghentak dan lebih serius. Leo Messi dan Nicolas Otamendi tak akan tersenyum juga sampai laga benar-benar usai.

Apalagi keduanya, telah melewaji ujian dramatis yang identik sama. Adu penalti.

Menarik menunggu. Bagaimana jika Modric dan Messi bertemu. 

Dua pria, dengan kehormatan yang sama bagi negara mereka masing-masing, dan masih menjadi dewa karena buah kemenangan ketika Casemiro sudah berada dalam ketiadaan.  Salam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun