"Jangan tanyakan masalah nasionalisme orang-orang Tionghoa. Kami siap mati di lapangan demi membela Indonesia melalui sepakbola,"- Legenda sepakbola, Â Tan Liong Houw.
Sebelum Olimpiade 1956, sebenarnya sudah ada kisah monumental lain yakni Piala Dunia Prancis 1938 yang melibatkan nama-nama etnis Tionghoa seperti Tan Mo Heng, Tan See Handi, dan Tan Hong Djien, Â tetapi saat itu belum memakai nama Tim Nasional Indonesia, namun Hindia Belanda.
Di Piala Dunia 1938 itu, Hindia Belanda memang belum dapat berbicara banyak, namun pengalaman pernah menghadapi Hungaria, salah satu tim paling kuat dunia saat itu, tentu menjadi catatan bersejarah yang tak boleh dilupakan.
Di Olimpiade musim panas 1956, kisah heroik kembali tercipta dan melibatkan banyak juga pemain beretnis tionghoa. Tepatnya pada 29 November 1956 di Melbourne, Australia, ketika Indonesia berhasil menapak hingga perempat final dan mesti berhadapan dengan raksasa dunia saat itu yakni Uni Soviet.
Sebelumnya, dapat dikatakan bahwa perjalanan dan persiapan timnas Indonesia menuju Olimpiade 1956 ini dilakukan dengan serius.
Tim asuhan pelatih asal Yugoslavia, Antony Pogacnik kabarnya bahkan melakukan beberapa pertandingan uji coba ke sejumlah negara di Eropa timur. Tur ini dihelat pada Agustus sampai September 1950 di Uni Soviet, Yugoslovia, Jerman Timur dan Cekoslovakia sebelum bertolak ke Australia.
Inilah yang membuat para pemain timnas Indonesia maju ke "medan perang" dengan gagah berani, tanpa takut bahwa lawan yang dihadapi adalah para raksasa dunia.
Di babak perempat final, Uni Soviet sudah menunggu. Timnas menurunkan starting line up seperti ini. ;Â Maulwi Saelan (GK), Mohammad Rasjid, Chairuddin Siregar, Ramlan Yatim, Kiat Sek Kwee, Tan Liong Houw, Endang Witarsa, Sian Liong Phwa, Ashari Danoe, Him Tjang Thio, Andi Ramang.
Di sisi lawan, diisi nama-nama yang amat menakutkan. Nama-nama beken saat itu seperti Anatoli Bashashkin, Igor Netto, Boris Tatushin semakin dilengkapi dengan kiper legendaris, Lev Yashin dan dilatih Gavril Kachalin.
Siapapun yang menyaksikan laga tersebut yakin bahwa Uni Soviet akan meremukkan Indonesia dengan mudah. Akan tetapi keajaiban terjadi, tak semudah membalikkan telapak tangan, Indonesia berhasil menahan Uni Soviet dengan skor kacamata, 0-0.
Di lapangan yang terlihat adalah sebelas orang yang membela Indonesia dan berjuang hingga titik darah penghabisan, jatuh bangun dan terus berlari menjaga agar para pria jangkung dengan tampang "beringas" itu jangan sampai membobol gawang Maulwi Saelan.