Harus diakui ketika lini belakang semakin padu, lini tengah semakin kokoh, penyerang sayap terus bergerak cepat, penampilan para striker kita memang selalu mengkuatirkan dalam setiap laga Timnas Indonesia.
Tak ayal, di dunia maya, komentar tentang "hilangnya" Dedik Setiawan, striker yang dipasang Shin Tae-yong di laga final Piala AFF 2020 melawan Thailand, bergema dimana-mana.
Dedik memang nampak tak berkontribusi maksimal di laga tersebut, sama seperti di laga leg pertama, juga demikian. Â
Sebelum laga berlangsung, saya juga sebenarnya sudah ragu, bahkan tak habis pikir mengapa Dedik yang dipasang lagi, bukan Ezra Walian, KH Yudo, atau Hanis Saghara. Â
Meskipun saya sedikit memahami dari kebutuhan dan taktik yang dimainkan oleh Shin Tae-yong, Dedik adalah pilihan terbaik dari yang terburuk.
Maksud saya begini. Pemilihan Dedik adalah karena kecepatan yang dimiliki. Dedik nampaknya mengandalkan laju larinya sebagai kekuatan utamanya, dibanding striker lainnya.
Kecepatan ini dibutuhkan Tae-yong untuk membingungkan dan menguras tenaga para pemain belakang lawan. Selain itu, dengan kecepatan yang dipunyainya, diharapkan  swap dapat terjadi, atau pergerakan pergantian posisi antar pemain dapat berlangsung lebih cepat.
Akan tetapi, tidak ada yang sempurna. Memang Dedik unggul kecepatan, tetapi soal positioning, Dedik bisa dikatakan lemah.
Di laga tersebut, sering terlihat bahwa Dedik gagap membaca pergerakan rekan ketika build up serangan terjadi. Dedik gagal menemukan dan membuka ruang kosong, atau ruang strategis ketika Egy Vikri, Witan maupun Ricky Kambuaya mulai mengkreasi serangan.
Alhasil, ya seperti yang dikatakan netizen, Dedik hilang atau tak berkontribusi maksimal selama laga, dan tak heran pada akhirnya di menit ke-59, Dedik dikeluarkan dan digantikan oleh Hanis Saghara.