Akan tetapi, ceritanya menjadi berbeda jika perpanjangan waktu. Selain sudah ada perubahan taktik dari Shin Tae-yong, saya kira, Indonesia diuntungkan dengan 9 pemain Singapura yang pasti lebih kelelahan membendung gelombang serang Indonesia.
Benar saja, di babak perpanjangan waktu, dua gol berhasil diciptakan oleh Irfan Jaya dan Egy Vikri, dari puluhan peluang yang saya kira telah tercipta.
Kembali ke performa buruk skuad Garuda. Kira-kira apa yang membuat Indonesia di atas lapangan tampil seperti itu, dan hampir tak lolos dari lubang jarum? Saya akan mengemukakan 3 (tiga) hal.
Pertama, membuang-buang peluang karena tampil tidak kolektif.
Seusai laga statistik memang tampak powerful bagi Indonesia. Bukan saja unggul dengan 60 persen penguasaan bola, tetapi juga melahirkan 33 tendangan dengan 13 diantaranya on target. Â
Akan tetapi mengapa peluang demi peluang itu terbuang sia-sia? Saya kira alasan utamanya karena dalam laga ini timnas tidak tampil kolektif lagi.
Banyak kali terlihat pertunjukan individu yang akhirnya tidak melahirkan apa-apa.
Misalnya, tendangan bebas yang seharusnya menjadi umpan malah ditendang mengarah ke langit.
Kejadian Shin Tae-yong memukul jidatnya ketika Alfeandra Dewangga mengeksekusi tendangan bebas secara suka-suka menjadi salah satu bukti bahwa individualitas itu mulai nyata.
Meski gol Ezra Walian lahir dari umpan Witan yang tidak egois, tetapi saya kira, lebih dari tiga peluang emas yang terbuang percuma karena pemain lebih memilih mengeksekusinya sendiri, atau malah mengontrol bola lebih lama, meski ada temannya yang sudah berdiri bebas. Â
Kedua, pergantian pemain yang lagi dan lagi tidak tepat. Â