Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Belajar dari Cara Thailand Taklukkan Vietnam, Shin Tae-yong Bisa Lakukan 3 Hal Ini

24 Desember 2021   05:57 Diperbarui: 24 Desember 2021   07:45 2335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemain-pemain Thailand melakukan selebrasi.| Sumber: ROSLAN RAHMAN/AFP via Kompas.com

Saya kira banyak pandit bola yang sebelum turnamen tidak memprediksi bahwa laga final kepagian terjadi di semifinal. Apalagi jika bukan laga antara Vietnam versus Thailand yang baru berlangsung tadi malam, untuk leg pertama.

Meski tidak seantusias saat laga Timnas Indonesia yang berlangsung, saya juga menyempatkan diri untuk menyaksikan laga ini untuk melihat bagaimana dua tim terkuat di Asia Tenggara itu saling adu taktik dan tanding.

Kedua tim ini mempertontonkan bagaimana seharusnya dua tim yang di atas kertas seimbang, mengeluarkan kemampuan terbaik mereka. Setelah 90 menit, Vietnam yang saya unggulkan, ternyata mampu ditaklukkan oleh Thailand dengan skor 0-2.

Saya kira menarik untuk melihat bagaimana cara tim berjuluk Gajah Putih itu mengalahkan Vietnam, dan mungkin juga bisa dilakukan oleh coach Shin Tae-yong sebagai pelatih Indonesia menyongong leg kedua semifinal melawan Singapura nantinya.

Apa yang bisa saya lihat? Paling tidak ada 3 (tiga) hal yang dapat dikemukakan.

Pertama, cara Thailand bertahan di Third Zone, yang menurut saya cukup cerdas. Okay, dari head to head, Thailand memang unggul dari Vietnam. Jauh malah. Perhatikan saja rekor kedua tim bertemu.

Sepanjang sejarah, dalam 26 kali pertemuan Thailand mendominasi dengan catatan 15 kali menang, dan hanya 3 kali kekalahan dari Vietnam, sisanya berakhir imbang.

Akan tetapi, tidak sesederhana itu bagi Thailand. Di tangan Park Hang-seo, Vietnam tidak pernah dikalahkan oleh Thailand, bahkan seluruh negara di Kawasan Asia Tenggara, Vietnam tidak tersentuh.

Itulah yang membuat saya memprediksi bahwa Thailand akan sangat menghormati Vietnam (baca: berhati-hati) dengan bermain bertahan melawan Vietnam.

Benar, pelatih Thailand, Alexandre Polking memang bermain defensif seperti saat Indonesia menghadapi Vietnam, tetapi menurut saya dilakukan dengan cara yang lebih cerdas.

Maksud saya seperti ini. Jika, timnas kita bermain dengan garis bertahan yang terlalu dalam, maka Thailand memainkan taktik bertahan di third zone dengan memikat.

Tidak dengan 5-3-2, namun Polking memainkan 4 bek sejajar yang disiplin dengan pressing digaris yang tidak terlalu dalam, atau jauh ke belakang.

Perhatikan bagaimana duet bek tengah, Manuel Bihr dan Theerathon Bunmathan bisa saling bahu membahu mengoordinasi garis sejajar untuk mencegah pemain Vietnam masuk ke kotak penalti mereka.

Manuel Bihr bahkan sering berada di sektor full back kanan untuk menahan laju pemain bernomor 10, Nguyen Cong Phuong untuk memulai serangan.

Apa keuntungannya? Tidak bertahan terlalu dalam, membuat jarak lini belakang dan tengah tidak terlalu jauh. Ini membuat pemain Thailand tidak akan membutuhkan waktu lama bertransisi saat menyerang dan bertahan.

Saat bertahan atau kehilangan bola, pemain Thailand bisa dengan cerdas menghentikan pergerakan dari para penyerang sayap Vietnam atau kreator seperti pemain bernomor punggung 14, Nguyen Quang Hai.

Quang Hai memang masih bisa membahayakan, tetapi harus diakui tidak mematikan seperti biasanya. Di babak pertama, jelas sekali untuk hal ini Park Hang-Seo harus mengakui Polking lebih cerdas.

Kedua, memilih menyerang dari sektor tengah. Salah satu hal yang baru saya sadari adalah meski pelatih Vietnam, Park Hang-Seo dapat dianggap juga cerdas, namun dia terlalu kaku dengan formasi 3-5-2 yang dapat bertransformasi menjadi 3-4-3.

Penjelasannya seperti ini. Di formasi ini, terbaca bahwa Vietnam sudah pasti akan mayor mengandalkan serangan dari sektor sayap. Bukan itu saja, kala bertahan Vietnam akan dapat menghalau pergerakan sayap dari lawan dengan efektif.

Tak ada gading yang tak retak. Kuat di sektor sayap, membuat konsentrasi Vietnam buyar ketika lawan memilih lini tengah sebagai fokus serangan.

Perhatikan bagaimana striker mungil Thailand, Chanathip Songkrasin, bergerak lincah dari sektor ini, dan sulit dihentikan pemain belakang Vietnam yang terlalu fokus pada sektor sayap.

Fleksibilitas untuk mengubah alur serangan ini bisa dicoba dilakukan oleh Indonesia. Melawan Singapura di leg pertama, kebetulan sekali pergerakan sayap masih terbilang efektif.

Akan tetapi bagaimana jika lawan mendapatkan kontra strategi yang tepat untuk menghentikan pergerakan dari sektor ini, apalagi jika stamina pemain sudah mulai terkuras akibat pergerakan tanpa henti. Menusuk dari sektor tengah bisa jadi pilihan.

Saya kira jika Thailand memiliki Chanathip Songkrasin, maka kita masih punya Witan Sulaeman, Ramai Rumakiek (yang sudah lepas dari hukuman akumulasi kartu) dan tentu saja Egy Maulana Vikri untuk melakukan hal serupa. Meski saya akan cenderung untuk memilih Witan.

Pengalaman Witan di luar negeri membuat dia seperti mampu menerjemahkan keinginan pelatih dengan cepat. Pergerakan eksplosifnya juga tidak terkesan kaku, karena Witan juga bisa bisa berada di mana-mana.

Saya percaya, jika ini diatur dengan skema yang rapi. Singapura akan kelabakan dengan strategi yang sedikit berbeda ini.

Ketiga, serangan balik yang cepat. Ini terlihat biasa, hanya satu lagi, ini menunjukkan bahwa Thailand memposisikan diri dengan tepat di laga ini. Mengetahui bahwa Vietnam akan menekan dan menyerang, Thailand memilih untuk bertahan.

Dampaknya efektif. Vietnam selalu kalang kabut menghadapi serangan balik cepat Thailand. Counter attack mungkin dimulai ketika tim memilih pragmatis dengan bertahan, tetapi tidak selamanya yagn pragmatis itu buruk, ketika tepat menerapkannya.

Bayangan saya seperti ini bagi timnas Indonesia. Tak mengapa jika melawan Singapura di leg kedua, kita tidak seofensif seperti di laga pertama. Shin Tae-yong memilih bermain lebih bertahan dan mengandalkan serangan balik. Tak mengapa.

Akan tetapi dengan syarat, bahwa amunisi serangan balik kita diatur dengan apik. Apakah itu dapat menjadi pilihan Shin Tae-yong? Jika ini bicara kemampuan bertahan, maka saya akan menjawab, iya, karena Shin Tae-yong telah melakukannya saat menghadapi Vietnam.

Akan tetapi jika ini bicara soal skema serangan balik, maka saya bertanya, apakah Shin Tae-yong mau mempraktikkan 4-4-1-1 yang efektif dimainkan Thailand saat melawan Vietnam. Kita tunggu saja.

Pastinya akan menarik. Keempat tim dan pelatih mereka di semifinal ini, akan terus beradu taktik hingga titik darah penghabisan. Kita tunggu leg kedua, yang pasti juga akan seru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun