Gol keempat Timnas Indonesia yang dicetak Elkan Baggott terkesan istimewa. Bagaimana tidak, dikawal pemain berlabel Liga Champions Eropa seperti Dion Cools, Baggott berhasil melepaskan diri, sedikit melompat dan menyundul bola masuk sempurna ke gawang Malaysia.
Saya kira, Baggott dapat dikatakan tampil luar biasa setiap kali diberikan kesempatan. Baggott yang baru berusia 19 tahun itu, tampil tenang, tak emosional, kuat ketika beradu dengan penyerang lawan di darat maupun udara.
Menurut saya, jika diurai ada dua kekuatan Baggott yang baru usai menjalani karantina sebeum memperkuat Timnas Indonesia menghadapai Malaysia. Pertama, adalah kemampuan passing Baggott yang istimewa.
Jika dapat membandingkan---meski masih butuh waktu untuk sama, Baggott mirip dengan peran Leonardo Bonnuci di Timnas Italia dan Juventus. Bonnuci bukan saja dikenal sebagai bek tengah yang Tangguh tapi mampu melepaskan umpan direct ke depan untuk memulai serangan.
Peran ini biasanya dimainkan oleh seorang deep playing playmaker, namun, karena Indonesia tidak bermain dengan pemain seperti ini, Baggott diinstruksikan untuk melakukan peran itu. Karakteristik Baggot dapat dikatakan sudah cukup pas.
Pemain kidal ini, mampu mendribble, mendelay bola dengan baik lalu mampu melihat pergerakan pemain Timnas Indonesia melalui sayap dengan sangat baik serta memberikan umpan matang untuk mereka. Â
Mungkin Baggot yang baru berusia 19 tahun ini belajar banyak di Ipswich Town bagaimana cara pemain belakang sepertinya berperan sentral dalam pergerakan pemain yang masih "menyisakan" kick and rush dengan cukup kental.
Selain kemampuan ini, dapat dikatakan kemampuan Baggot yang paling dominan, tentu saja adalah kemampuannya ketika sedang duel udara. Gol keempat  yang dicetak Baggott adalah bukti bahwa pemuda kelahiran Bangkok ini memang piawai menggunakan kelebihannya, yakni ukuran tubuhnya.
Dengan tinggi mencapai 194 cm, Baggott seperti seorang anak SMU yang bermain basket melawan anak-anak SD atau SMP. Â Malaysia yang sengaja memasang Dion Cools, pemain berlabel Liga Champions untuk menahan Baggott agar tidak leluasa memanfaatkan keunggulan ini, tidak bisa berbuat apa-apa saat momen gol itu terjadi.
Dominasi itulah yang sempat membuat saya berkhayal, bisakah suatu saat pelatih Shin Tae-yong, atau pelatihnya di Ipswich Town menjadikan Baggott sebagai seorang striker.