Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ammar Ebrahim dan Dion Cools, Dua yang Janggal dari Laga Timnas Indonesia Vs Malaysia

20 Desember 2021   05:53 Diperbarui: 20 Desember 2021   10:17 229394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Wasit Ammar Ebrahim memiliki nama panjang Ammar Ebrahim Hasan Mahfoodh. (Sumber: NewsBeezer.com) via Kompas.com

Jujur dan harus diakui bahwa  saya ini adalah penikmat bola dan pecinta Timnas Indonesia yang logis, alias tidak membabi buta. Maksud saya seperti ini. Saya akan mencintai dengan sepenuh hati (jika menang), tetapi juga siap untuk menerima jika cinta itu tak berbalas (jika kalah).

Makanya setiap kali menonton laga timnas maka saya akan menyiapkan dua resep. Resep kemenangan dan resep kekalahan.

Resep kemenangan akan diisi dengan puja-puji taktik seperti tulisan berjudul"Jenius, Ini 3 Cara Timnas Indonesia Melumat Malaysia dengan Skor 4-1"  ini, dan resep kekalahan adalah dengan mengisi kegalauan saya dengan hal-hal yang menghibur. Entah salah taktik, salah oper, salah pemain atau tingkah lucu dari pemain bahkan wasit.

Bahkan ketika Pasukan Merah Putih tertinggal lebih dahulu hingga mneit ke-30an babak pertama, saya sudah menyiapkan resep kekalahan berisi amunisi kambing hitam, yakni siapa lagi jika bukan Ammar Ebrahim, wasit asal Bahrain yang memimpin laga Indonesia Malaysia ini.

Saya hampir melupakan Ammar Ebrahim karena Indonesia pada akhirnya berbalik menang, tetapi akan sayang sekali jika tidak menuliskan tentang Ammar Ebrahmin yang unik ini. Saya kira penonton langsung di National Stadium, Singapura dan dari rumah, "terhibur" dengan tingkah Ebrahim.

Saya tidak menonton semua laga Piala AFF 2020, tetapi ijinkan saya jika menyebut Ebrahim sebagai wasit paling janggal---bukan paling buruk ya, janggal saja.

Saya kira ada 2 kejadian berkenaan dengan Timnas Indonesia yang dapat menggambarkan Ebrahim yang unik ini.

Pertama, dua pelanggaran keras terhadap Rumakiek dan Pratama Arhan yang tidak berbuah tendangan penalti dan tendangan bebas. Komentator asing di stasiun televisi berbayar dimana saya menyaksikan pertandingan ini bahkan ikut tidak percaya.

Dalam tayangan ulang, dua pelanggaran keras ini terjadi di depan mata alias berdekatan dengan Ebrahim.

"Itu terjadi di depan matanya" kata komentator berbahasa Inggris tersebut.

Saya yang mencak-mencak di rumah, apalagi terjadi saat Indonesia masih tertinggal 0-1mengira Rumakiek sudah cedera. Shin Tae-yong apalagi, dia terlihat beradu mulut dengan wasit keempat di pinggir lapangan.

Syukurlah seusai kejadian aneh itu, kamera menyoror Rumakiek yang sempat dipapah ke luar lapangan sudah berdiri dan melompat-lompat, semangat lagi. Mungkin Rumakiek bergumam dalam hati " Gw demen nih sama wasitnya, kayak main di Liga 1".

Kejadian kedua adalah ketika Ezra Walian dikartu kuning wasit yang bernama panjang Ammar Ebrahim Hasan Mahfoodh ini.

Kejadian itu terjadi ketika Indonesia menguasai bola, lalu passing dilakukan Ezra pada Irfan Jaya dan diganggu pemain Malaysia (kalau tak salah) Badroll Baktiar, dan Badroll jatuh dan Ezra mendapat kartu kuning. Aneh tapi nyata.

Masih ada kejadian lainnya akan tetapi sudahlah, Indonesia sudah menang. Lagian satu hal yang paling saya takutkan adalah jikalah Ebrahim "kumat" dengan menganulir gol, yang sepantasnya gol.

Ini membuat saya kira perlu diberi catatan serius yaitu mempertimbangkan agar VAR dapat digunakan di AFF berikutnya.  

Maksud saya begini. Positifnya memang Ammar dapat menghibur dengan kekonyolan melalui keputusan-keputusannya tetapi jelaa tidak selaras dengan semangat fair play. 

Lebib lanjut, saya bahkan kuatir jika Ebrahim yang emimpin laga Indonesia di semifinal. Semoga jangan.  

Kejanggalan kedua yakni soal Dion Cools, pemain naturalisasi yang dibanggakan seantero rakyat Malaysia itu.

Pantas saja Dion Cools diagungkan, pemain yang  lahir pada 4 Juni 1996 di Kuching, Malaysia ini pernah bermain di kasta tertinggi klub Eropa, yakni Liga Champions. Kalau tidak percaya, lihat saja di Youtube, ada kok.

Jadi, pemain jangkung ini ternyata pernah membela tim utama Club Brugge saat mengarungi Liga Champions 2015. 

Di tayangan Youtube sih, Dion terlihat sempat beradu sprint dengan Manchester United yang saat itu masih diperkuat Wayne Rooney, Memphis Depay dan Juan Mata.

Bek Malaysia, Dion Cools, Foto: Instagram/@djcools21
Bek Malaysia, Dion Cools, Foto: Instagram/@djcools21

Sekarang Dion memperkuat FC Midtjylland, klub kasta tertinggi Denmark yang pernah menahan Liverpool--Mo Salah, Sadio Mane dan Jota di Liga Champions. Konon saat itu, Dion menjadi pemain utama.

Lalu apa yang janggal? Cara pelatih Timnas Malaysia, Tan Cheng Hoe memainkan Dion Cools. Di awal, Dion yang sudah pasti tidak mampu menyanyikan lagu kebangsaan Malaysia itu dimainkan sebagai bek tengah. Posisi asli Dion sebenarnya bek kanan, nampaknya Chen Hoe ingin menghadirkan dua menara kokoh di jantung pertahanan Malaysia.

Akan tetapi yang janggal terlihat setelah Indonesia berbalik unggul 2-1 atas Malaysia. Cheng Hoe mulai menginstruksikan Dion maju ke depan, seiring dimasukkannya Dominic Tan sebagai bek tengah.

Nah ini yang janggal bin menarik. Dion itu bukan berperan sebagai gelandang tapi menjadi seorang penyerang. Bahkan, ketika pemain asing lain masuk, De Paula yang memang asli menjadi penyerang menjadikan dua penyerang Malaysia itu seperti para 'raksasa".

Mungkin pembaca mengira bahwa ini seperti Hamka Hamzah atau Gerard Pique yang sering maju dan berperan sebagai  striker dan membantu serangan jika diperlukan, nah saya harus mengatakan bahwa ini berbeda sekali.

Jika Hamka atau Gerard itu tidak permanen alias maju dan akan mundur sebagai bek tengah, maka Dion Cools ini "membatu" di depan, permanen.

Saya mencoba memganalisa apa yang ada di kepala Tan Cheng Hoe dengan menginatruksikan Dion di posisi yang aneh itu. 

Mungkin saja pelatih Malaysia ini mengira bahwa Dion Cools dapat melakukan segalanya sebagai superhero yang hebat yang datang dari Denmark sana, sehingga Dion Cools diperintahkan untuk berpindah peran.

Jika semua pelatih demikian, maka apa saja bisa terjadi. Allesio Angelo di Persija bisa saja memerintahkan Marco Motta, bek kanan nasal Italia itu untuk menjadi striker menemani Marco Simic. Cilaka.

Hanya sayang seribu sayang bagi Cheng Hoe. Namanya juga bukan berposisi asli juga akan kagok. Dion Cools juga tak bisa berbuata apa-apa. 

Tak ada peluang berbahaya yang dihasilkan dari pergerakannya, bahkan Elkan Baggott nampak enteng menjaganya. Saya bahkan menduga, jangan sampai ketika sudah di depan, Dion Cools bingung apa harus menyerang atau bertahan di lini belakang Indonesia.

Akan tetapi kejadian janggal ini membuat saya juga berpikir, mungkin suatu saat coach Shin Tae-yong akan menempatkan Elkan Baggott sebagai striker bagi Timnas Indonesia. Wah, nampaknya akan menarik. Apalagi, Elkan berkaki kidal, jika sudah beradaptasi bisa saja Elkan akan menjadi seperti Erling Haaland. Mimpi.

Ya sudah, itu saja kejanggalan di laga itu. Saya tentu senang, kejanggalan itu ada di saat Indonesia menang telak atas Malaysia.

Artinya, mau main di Liga Champions kek, atau mau main dari bek jadi penyerang atau jadi kiper pun tak masalah, yang penting Indonesia jangan kalah. Untuk Ammar Ebrahim, satu saja pinta saya, jangan lagi jadi wasit di laga Indonesia ya. Please.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun