Benar. Di babak kedua perpanjangan waktu, Spanyol amat lelah. Sergio Busquets yang menjadi sentral permainan tiki taka dan pergerakan dinamis para pemain La Furia Roja terengah-engah setelah ditarik keluar lapangan.Â
Sesudah itu, Italia yang lebih banyak menguasai bola.
Ini nampak memang seperti sebuah drama, ketika kondisi menekan yang saling berganti ini membuat emosi para penikmat bola bergejolak.Â
Sebelumnya Spanyol diunggulkan, dan menguasai laga, tapi di sisa 15 menit menuju genap 120 menit, Italia hampir mengakhiri laga lebih cepat.
Jika, sebelumnya Italia yang beruntung tidak kebobolan di 1x15 menit, maka di babak kedua, Spanyol yang beruntung, dan pemenang laga harus ditentukan dari babak adu penalti. Â
Di babak ini, saya yakin tak ada satu panditpun di muka bumi yang dapat memastikan siapa yang akan menjadi pemenang. Semua terdiam, dan hanya bisa menunggu dimana ruh keberuntungan itu akan memihak.
Saya sendiri yang sempat tak yakin bahwa Italia mampu melalui babak ini---karena Spanyol sudah lebih dulu berpengalaman melalui adu penalti melawan Swiss, di dalam hati lalu bergumam "Italia akan menang" karena momen monumental yang terjadi di lapangan hijau sebelum adu penalti.Â
Jika harus ada yang paling lelah dalam laga itu, saya kira Chiellini adalah orangnya. Di usia 36 tahun, staminanya tidak bisa dibandingkan dengan darah muda Spanyol seperti Pedri atau Morata sekalipun. Apalagi bersama Bonnuci, Chiellini sibuk menghalu bola sepanjang 120 menit dalam tekanan Spanyol.
Akan tetapi, hal yang membuat menjadi pembeda adalah semangat dan kharisma Chiellini sebagai pemimpin. Dia nampak tersenyum saat tos-tosan itu, bahkan ketika wajah Alba terlihat kalut, Chiellini lalu memeluk Alba.
Seantero Wembley bertepuk tangan di momen itu, dan saya kira itu untuk pertama kalinya pendukung dari kedua tim bersatu untuk gestur humanis itu. Â