Menit ke-79. Meski tertinggal jauh di belakang, Schick langung ikut berlari ketika gelandang serang Ceko, Thomas Holes melakukan sprint masuk ke kotak penalti Belanda. Alih-alih menunggu bola di tiang jauh, Schick berlari mendekati tiang dekat.
Benar dugaan Schick, Holes yang hampir kehilangan keseimbangan hanya mampu melepas umpan lemah secara mendatar. Schick yang sudah sedikit di depan pemain belakang bola langsung menyambut dengan melepas tendangan first time akurat dengan kaki kirinya.
Kiper De Oranje, Martin Stekelenburg mati langkah, dan hanya bisa melongo melihat bola tendangan Schick masuk ke dalam gawang. Ceko unggul 2-0 atas Belanda, yang sudah terlihat kehilangan asa setelah gol tersebut.
Gol itulah juga yang membuat pendukung Ceko memberikan riuh dan tepuk tangan panjang setelah Schick ditarik keluar lapangan pada menit ke-90. Para fans tahu, kepada siapa mereka harus berharap sekaligus memuji.
Gol tersebut menjadi gol keempat Schick di Euro 2020 ini yang membawa Ceko melaju ke perempat final. Sebuah pencapaian yang terbilang apik bagi striker yang bermain di klub Jerman, Bayer Leverkusen ini.
Patrik Schick memang tampil gemilang di turnamen ini, salah satu momen yang paling diingat oleh para penikmat bola adalah gol indah yang diciptanya saat melakoni laga pembuka melawan Skotlandia. Setelah membuka keunggulan Ceko melalui sundulannya, di menit ke-51 Schick mencetak gol kedua dengan spektakuler dan jenius.
Dari jarak 45, 4 meter, hasil sepakan Shick seperti akan membelok jauh, tapi sebaliknya seperti rudal yang memburu musuh, bola itu melaju cepat bahkan melewati kepala kiper Skotlandia, David Marshall yang hanya bisa tertunduk melihat bola bertemu dengan jaring gawangnya.
Tak pelak, pujian untuk Schick datang setinggi langit. Pundit bahkan menyebut itu adalah kecerdikan Schick dalam melihat timing dan peluang dan dieksekusi dengan teknik yang tinggi.
Akan tetapi secepatnya pujian, Schick dan Ceko juga cepat dilupakan, apalagi ketika Ceko hampir saja tidak lolos ke babak 16 besar dan terselematkan karena menjadi salah satu dari 4 tim berperingkat tiga terbaik.
Aksi Schick mungkin akan tenggelam, jika Ceko tidak bisa melaju lebih jauh. Ceko bersama Schick seperti ditakdirkan untuk terus melaju dalam meski dalam diam.
***
Saya tentu setuju bahwa pemuda berusia 25 tahun ini adalah penyerang yang jenius. Tidak mudah menjadi seorang Schick dalam skema pelatih Ceko, Jaroslav Silhalvi yang memilih memainkan 4-5-1 dengan Schick sebagai penyerang tunggal.
Jika pernah bermain game Football Managers, maka peran Schick ini bisa diindentifikasikan dalam dua peran. Pertama, bisa sebagai seorang poacher, pemantul dan pembuka ruang, tapi juga bisa sebagai target man, eksekutor.
Tugas yang maha berat tentunya bagi Schick bila dibandingkan dengan striker yang berperan sama dengannya, seperti Romelu Lukaku atau striker Bosnia Herzegovina, Edin Dzeko.
Peran ini membutuhkan pemain depan yang berfisik besar seperti Lukaku, sehingga bisa beradu otot dengan pemain belakang lawan, lalu membuka ruang. Sayangnya, Schick tidak demikian, Schick tidak berpostur menjulang tinggi, jika bicara otot, Schick bakan terlihat agak ceking, kurus.
Bagaimana bisa dia beradu fisik dengan para pemain belakang lawan dengan tubuh seperti itu? Salah satu yang dilupakan penikmat bola, bahwa Schick ini adalah tipikal pemain yang meski masih cukup muda tapi sudah tertempa dengan berbagai peristiwa yang membuat Schick semakin berkembang.
Beberapa tahun lalu, Schick ditolak dua kali oleh klub raksasa Italia, Juventus meski sudah berada di J Medical untuk tes medis. Schick dianggap lemah secara fisik dan menderita sakit jantung. Apa Schick putus asa waktu itu? Tidak, bahkan Schick terus maju dengan menerima pinangan AS Roma.
Di AS Roma, Schick nampak sulit bersaing dengan sang senior, Edin Dzeko yang masih menjelma sebagai salah satu poacher terbaik di dunia dalam era sepak bola modern. Karena Dzeko, Schick rela dipinjamkan ke RB Leipzig, dan akhirnya dipinang secara permanen oleh Leverkusen.
Perjalanan ini membuat Schick semakin dewasa, dia mengerti titik kelemahan dirinya, dan akhirnya mencoba memaksimalkan kemampuan yang dimilikinya. Dia fokus pada kelebihan bukan pada kelemahan.
Menurut saya, dari empat laga yang dilakoni Schick di Euro 2020 ini, Shick mampu  menunjukkan hal tersebut. Shick memiliki kemampuan membuka ruang bukan dengan otot, tapi otak. Dia menempatkan dirinya di posisi yang tidak diperhitingkan oleh pemain belakang lawan, dan dia dapat muncul dimana-mana.
Schick terus bergerak sepanjang pertandingan. Dia menjemput bola, lalu tiba-tiba sudah membantu pertahanan, dalam serangan balik, dia bahkan sudah di depan dan bersiap menjadi eksekutor dan piawai memanfaatkan peluang. Jenius.
Luwesnya pergerakan Schick inilah yang membuat bek Belanda, Mathijs De Ligt nampak panik ketika harus berhadapanone to one dengannya. De Ligt lantas melakukan kecerobohan dan perlahan Belanda rubuh karena dampak dari duelnya dengan Schick.
Prediksi saya penampilan Schick akan terus meningkat. Shick seperti ingin membuktikan bahwa dia dapat berada di level tertinggi ketika diberikan kesempatan lebih banyak. Motivasi ini akan mendorong Schick untuk terusa tampil baik.
Kita tunggu saja penampilan Schick di perempat final. Sudah ada Denmark menunggu Schick dengan Ceko. Jika terus tampil seperti ini, Denmark perlu waspada, dua tim kejutan ini perlu faktor penentu di luar taktik dan sebagainya. Mungkin salah salah satunya kejeniusan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H