Mungkin sudah banyak yang membaca kehebohan berita tentang sekelompok orang yang melakukan ritual mandi atau bugil bareng di sebuah rawa, Desa Karang Bolong, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten, Kamis (11/3) siang, yang akhirnya diketahui sebagai kelompok yang menganut ajaran 'Hakekok Balakasuta'.
Saya tentu membacanya dengan cara yang lebih ringan, tidak mau berpikir lebih analitis tentang mengapa sampai terjadi dan sejenisnya.Â
Ujung-ujungnya juga saya akan mentok di persoalan ajaran agama yang minim, atau juga menunjukkan tingkat frustrasi kelompok masyarakat tertentu di era modern ini.
Saya sih awalnya mencoba menikmati kisah ini dari sudut pandang budaya---mungkin kurang tepat, tapi maksud saya dengan sedikit rasa ingin tahu, apakah ritual ini memang sudah sering dilakukan dan ada latar belakang yang menarik untuk disimak atau sebenarnya hanya seperti wangsit dadakan.
Maksud saya seperti ini. Di beberapa tempat setahu saya memang ada bahwa mandi itu adalah simbol dari pembersihan diri. Sehingga ada ritual khusus untuk mandi tersebut, namun memang tidak bugil seperti Hakekok Balakasuta ini.
Saya sedikit kecewa karena ternyata ini ritual memang benar-benar sesat, bahkan dari beberapa sumber media dijelaskan bahwa Hakekok Balakasuta ini pernah terjadi pada 2009 lalu di Pandeglang dengan pentolan Abah Edi, tapi akhirnya berakhir tragis dengan padepokan dibakar. Dahulu juga sama, mandi tanpa busana secara bersama-sama dan juga kawin gaib.
Kali ini muncul lagi, dan lagi dan lagi, diciduk polisi.
Kisah ritual ini mungkin terlihat biasa-biasa saja, jika memang mandi tanpa harus bugil, dan menurut saya menjadi mengada-ada karena barang bukti yang ditemukan ternyata juga ada alat kontrasepsi atau kondom.
Alat kontrasepsi ini ditemukan bersama dengan keris, buku, dan jimat. Lain ceritanya, jika yang ditemukan hanya keris, buku dan jimat tanpa kondom, tentu saja nilai ritualnya lebih sakral, tapi ketika ada kondom memang membuat dahi saya berkerut, ada apa disini, kok kawin gaib membutuhkan alat kontrasepsi.
Inilah yang membuat saya sedih, khususnya terhadap para pengikut ajaran Hakekok Balakasuta ini, mengapa sampai tidak ada hal yang kritis terhadap penggunaan alat kontrasepsi ini, ketika yang dimaksudkan adalah kawin gaib.
Maksud saya seperti ini. Ritual kan biasanya merujuk pada sesuatu yang dilakukan pada dahulu kala. Kebiasaan itulah yang diulang-ulang seperti ini, karena dengan kepercayaan bahwa pendiri, leluhur atau makluk dulu itu melakukan hal serupa.
Makanya katanya, pimpinan kelompok ini yang diketahui bernama Aryani memilih rawa untuk mandi bersama bukan kolam renang di hotel, atau Aryani juga katanya suka menimba ilmu di hutan, karena tidak mungkin menimba ilmu seperti ini di sekolahan.
Lah, ini kondom, heran juga, mandi di rawa, belajar di hutan, tapi kawin gaib pakai kondom yang dibeli di mini market. Memang abrakadabra lah, kalau mau dibilang.
Tapi saya juga tak menutup kemungkinan bahwa ritual yang kuno bin aneh seperti ini bisa mix dengan situasi modern---dalam konteks tertentu.Â
Misalnya, dulu ketika berada di sebuah hutan yang katanya berpenghuni, seorang teman membaca mantera yang ditulisnya di smartphone, lalu hujan tiba-tiba berhenti. Jadi ya bisa saja itu terjadi.
Referensi :
Jejak Ritual Bugil di Pandeglang dan Cerita Kondom Milik Pengikut 'Hakekok', detik.com, Sabtu, 13 Maret 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H