Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Jangan Pernah Ngomongin Soal Pimpinan dengan Rekan Kantor, Sebaik Apapun Dia

11 Maret 2021   11:45 Diperbarui: 11 Maret 2021   16:23 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illsutrasi : Pexel.com

Gara-gara curhat seorang teman, saya lantas teringat adegan di salah satu film Indonesia, sayangnya saya lupa judul film tersebut, tetapi ceritanya begini. Seorang wanita pekerja pabrik garmen (kalau tidak salah), saling curhat tentang pekerjaan dengan rekannya di kantin. Rekannya ini bisa dibilang sahabat, karib.

Dia ingin memberitahu bahwa dirinya sedang hamil, tapi takut diketahui oleh mandor, yang pasti akan melaporkan ke bos pabrik, dan dirinya lalu dirumahkan, Sahabatnya ini nampak menguatkan dia, mendukung, agar hingga waktu melahirkan dia masih tetap bekerja.

Singkat cerita, berita tentang dirinya yang sedang hamil diketahui, dan dia dirumahkan. Siapa yang memberi tahu mandor? Sahabat karibnya itu. Untuk apa? Demi cari muka, gegara persaingan di pabrik.

Kemarin seorang teman, bercerita hal serupa, meski tak sama persis. Tiba-tiba pimpinan kantor berubah "beringas" terhadap dirinya akibat mendapat selentingan bahwa dirinya sering "ngomongin" pimpinan dengan rekan kerja yang lain. Dari siapa selentingan itu beredar? Diduga, dari rekan kantor yang lain, bisa jadi sama juga dari yang paling karib dengannya.

Saya lalu mengonfirmasi, memang sering ngomongin apa sih? Ini yang membuat teman saya ini heran, paling banyak perbincangan yang timbul soal kebijakan, dan jarang sekali menjelekkan, tetapi biasanya diskusi soal solusi yang perlu diambil dan sebagainya. Akan tetapi responnya, nampak bahwa "ngomongin" itu adalah hal negatif, bahkan tanda pembangkangan.

Saya percaya dengan pembelaan teman saya ini, selain karena saya mengenalnya dengan baik, dia juga bukan tipe Sanguin, yang ceplas-ceplos yang kalo bercerita, lalu semangatnya menjadi berlebihan dan akan merembet kemana-mana, tidak seperti itu. Dia juga bukan pembangkang, loyalis habis, solution maker, bukan bad boys.

Lalu apa yang menjadi akar penyebab? Bisa macam-macam sih, bisa karena rekan sekantor yang suka cari muka atau bisa juga karena pimpinan yang telinganya tipis atau bahkan memang secara etika, jangan membicarakan atau menyerempet soal pimpinan dengan rekan kantor sebaik apapun dia.

Saya sih berpikir, yang terakhir adalah pilihan yang tepat. Mengapa demikian? Soal ada rekan sekantor yang cari muka, ini begini. Selama masih di dunia, menemukan rekan sekantor yang nampak baik di depan kita lalu ternyata menjadi pembisik hal negatif itu biasa, kecuali kalau kita bekerja di sorga barangkali.

Di lingkungan agamawi saja, sikut menyikut terjadi apalagi di wilayah sekuler kantor. Ah, seperti politik, kawan abadi itu tak ada, yang ada kepentingan abadi. Soalnya, ini soal dapur om, jika sudah terancam maka apa saja bisa dilakukan.

Ah, kan dia kawan baik, sahabat karib? Ahai, iya, tapi tetap ada batasannya. Mending cerita drakor saja, daripada cerita soal kantor, yang akan bersinggungan dengan jabatan dan sebagainya, itu mesti dihindari.

Soal pimpinan yang telinga tipis juga tidak usah terlalu digubris. Ada pepatah dari Benjamin Franklin demikian, kita tidak bisa melarang burung terbang di atas kepala kita tapi kita bisa melarangnya hinggap dan membuang kotoran di atas kepala kita.

Maksudnya begini, soal telinga tipis pimpinan, karakter pimpinan, dan seperti apa baiknya pimpinan yang cocok dengan kita, kita tidak bisa mengaturnya, yang bisa dijaga adalah sikap kita, mending ya itu, jangan bicarakan soal pimpinan dengan rekan kantor lain.

Lalu bagaimana dan kepada siapa kita melampiaskan gundah gulana kita? Berdasarkan pengalaman saya, enakan pada pacar, istri/suami atau bahkan orang tua. Ini orang-orang yang tidak memiliki kepentingan apa-apa, dan tidak mungkin menusuk kita dari belakang. Artinya akan aman.

Saya memiliki saudara yang sering melakukan itu, dan terbantu sekali. Jika ada persoalan ke kantor, maka ibu atau bapak akan didatangi, sambil makan siang dia mulai bercerita, dan akhirnya plong. Sebenarnya dalam kasus ini, hanya butuh telinga yang mendengar, men-share saja, connecting tanpa perlu feedback, itu saja sudah senang, bahagia.

Daripada-daripada. Bersemangat bercerita pada rekan kantor tentang persoalan kantor lalu disebar kemana-mana. Ya, begitulah. Makanya lebih baik, jangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun