Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Paradoks Emosi King of Australia Open, Novak Djokovic

21 Februari 2021   19:25 Diperbarui: 21 Februari 2021   19:47 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novak Djokovic Juara Australia Open 2021 I Foto :AP/Telegraph

Sambil membelakangi lawan, Djokovic melompat mengembalikan bola volley dari Medvedev. Bola meluncur mulus ke tempat kosong dan tidak bisa dijangkau Medvedev. Djokovic tersenyum lebar, berteriak, lantas menjatuhkan dirinya ke lantai Rod Laver Arena. Djokovic menjuarai Australia Open 2021, gelar kesembilan di Melbourne Park bagi pria yang pantas dijuluki King Of Australia Open itu.

Setelah laga melawan Taylor Fritz di putaran ketiga Australia Open 2021, Novak Djokovic nampak muram. Secara fisik dan mental, Djokovic merasa ada yang kurang. Di laga itu, cedera di bagian perutnya nampak memburuk. Laga panjang selama lima set melawan Fritz menyiksa dirinya, beruntung, laga berhasil dituntaskannya, dan menang.

Secara mental, kepada wartawan, Djokovic mengatakan bahwa dia merasa tidak disenangi media. Menurutnya, kemenangannya atas Fritz patut mendapatkan pujian lebih karena dalam kondisi yang sulit dia masih bisa menang. Tapi dia merasa tidak mendapatkannya. Djokovic menilai jika ini terjadi pada Roger Federer atau Rafael Nadal, maka perlakuannya akan berbeda. Djokovic nampak muram memikirkannya.

"Saya tidak mengatakan bahwa hal tersebut kadang-kadang mempengaruhi saya, tetapi ketidakadilan itu atau penggambaran yang tidak adil oleh pihak media mempengaruhi saya. Saya  hanya manusia biasa. Saya memiliki emosi dan secara alami, saya tidak menikmatinya" kata Djokovic, beberapa hari lalu.

Sesudah pernyataannya itu, laga demi laga bagi Djokovic berjalan dengan tak mudah, saya yang menonton dari layar kaca setiap laga Djokovic bahkan menilai, cepat atau lambat Djokovic akan tersingkir dari turnamen grand slam yang paling banyak dimenanginya ini.

Misalnya ketika melawan Milos Raonic, unggulan ke-14 asal Kanada di putaran ke-4, Djokovic hampir tergelincir dan dipaksa bermain empat set dengan kesakitan. Beberapa kali kamera menangkap gestur Djokovic yang memegan perut bagian kanan bawah, seperti menahan sakit. Syukur, hari itu Raonic juga tampil tak baik, petenis yang memiliki servis keras itu sering melakukan kesalahan sendiri.

Begitu juga di babak perempat final saat petenis muda asal Jerman, Alexander Zverev, Djokovic juga berjibaku selama empat set untuk menang. Artinya sampai babak perempat final, hanya sekali Djokovic menang bersih tiga set yakni di putaran pertama. Asal tahu saja, Zverev juga mengalami cedera serupa dengan Djokovic di bagian perut. Ini bisa jadi alasan bahwa Zverev tampil tak sehebat eksptetasi.

Akan tetapi dalam keraguan saya akan dirinya , saya sempat lupa bahwa Djokovic adalah Djokovic. Inilah pemain yang memenangi delapan gelar dari delapan final yang dilakoninya di Australia Open. Inilah pemain yang sekarang memiliki 17 gelar juara grandslam, berselisih sedikit dari jumlah gelar Rafael Nadal dan Federer dengan 20 gelar, terbanyak sepanjang masa.

Inilah pemain yang dapat membuat paradoks itu  terjadi dalam emosinya. Semakin dia kecewa, semakin dia dapat bertahan dan semakin tangguh, dan semakin dia kesakitan, semakin dia bangkit dan bertambah kuat.

Benar, apa yang terjadi kemudian membuktikan hal tersebut. Di laga semifinal, kisah susah payah, menang dengan kesakitan itu tidak terjadi lagi, bahkan Djokovic seperti baru bangkit dari kubur ketika melawan petenis asal Rusia, Aslan Karatsev.

Karatsev meskipun merangkak dari babak kualifikasi bukan pemain yang dapat dianggap enteng. Karatsev mampu mengandaskan perlawanan Grigor Dimitrov di babak perempat final, dan Dimitrov adalah pemain yang menghentikan Dominic Thiem, petenis Austria unggulan ke-3 yang saya kira memiliki peluang paling besar menghentikan dominasi Djokovic di Australia.

Selain itu, seperti pemain Rusia kebanyakan, Karatsev memiliki backhand dan forehand terkeras yang pernah dideteksi mesin pengukur kecepatan di Australia Terbuka---sebelum dilewati oelh Daniil Medvedev.

Melawan Karatsev, Djokovic tampil sungguh hebat. Untuk pertama kalinya di turnamen ini, Djokovic tampil solid dan membuat Karatsev tak dapat berbuat banyak. Djokovic unggul, 6-3, 6-4, dan 6-2. Tak ada cerita kesakitan karena cedera dan sebagainya. 

Unggulan ke-4, Daniil Medvedev sudah menunggu Djokovic di babak final. Inilah lawan yang dapat dikatakan paling pas untuk pertunjukkan akbat di laga final.

Medvedev datang dengan sebuah kepantasan, ini pemain yang belum terkalahkan dalam 20 pertandingan terakhirnya dan 12 di antaranya melawan petenis 10 besar dunia.

Saya yang menyaksikan laga semifinal antara Medvedev melawan Stefano Tsitsipas-- yang menurut saya seperti sebuah "pembantaian" Medvedev terhadap Tsitsipas yang sebelumnya mengalahkan Rafael Nadal, merasa bahwa Medvedev akan unggul atas Djokovic.

Laga keduanya diperkirakan akan berlangsung ketat, meski Djokovic masih unggul 4-3 dalam head to head, tapi dalam 3 laga anyar, Djokovic selalu menyerah dari Medvedev.

Setelah mengalahkan Karatsev, Djokovic mengatakan bahwa Medvedev adalah petenis yang luar biasa di Australia Open 2021 karena winning streak-nya itu. Apalagi di beberapa bet tenis, Medvedev juga diunggulkan.

Akan tetapi paradoks itu nyata terjadi. Djokovic kembali tampil rapi di laga final, Medvedev dibuat tak bisa mencuri break dan memaksa set pertama hingga skor 5-5, di saat itu, Djokoviv unggul mental, mencuri set, dan unggul 7-5.

Mental. Pemain nomor satu dunia yang mengatakan bahwa dirinya kecewa karena pemberitaan media yang timpang akan dirinya itu, tampak kuat secara mental di laga final. Sesudah set kedua, kembali dimenangkannya dengan skor lebih meyakinkan, 6-2,  Djokovic sudah semakin dekat ke gelar kesembilannya.

Momentum terbaik terjadi ketika di set ketiga, Djokovic unggul 4-2. Penonton di Rod Laver Arena nampak bersorak bagi Medvedev saat dia hampir membuat skor menjadi kecil 3-4, saat Djokovic memegang servis. Penonton mungkin menginginkan hiburan yang lebih lama.

Sayang, Djokovic sudah semakin kuat dan percaya diri, skor di set itu menjadi 5-2, dan setelah itu di tengah teriakan "Nole, Nole, Nole",  meski Medvedev yang memegang kendali servis, saya dan mungkin para penonton sudah tahu bahwa Djokovic akan menang. 

Benar, skor akhir 7-5, 6-2 dan 6-2, straight set Djokovic atas Medvedev yang tidak terkalahkan dalam tiga bulan terakhir.

Gelar Grand Slam ke-18 bagi Djokovic. Dalam winning speech-nya, sambil bercanda, Djokovic meminta agar Danii Medvedev dapat sabar untuk memberi kesempatan pada dirinya untuk menang lagi.

Apa maksud dari Djokovic ini? Rasanya, patut diduga, Djokovic masih berambisi untuk mendekati, menyamai atau bahkan melewati rekor Federer.

Apakah Djokovic akan mampu? Sulit untuk menjawabnya, tapi jika level para pemain tenis generasi lebih muda seperti Medvedev, Thiem dan Zverev secara teknik dan mental belum bisa menyamai Djokovic hingga usianya yang "baru" ke-33 ini, maka rasanya masih bisa satu atau dua gelar Australia Open diraihnya, apalagi jika paradoks emosi yang berdampak positif itu terus terjadi pada dirinya.

Selamat Novak Djokovic, King Of Australia Open!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun