Ada sebuah pernyataan menarik dari pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno tentang dampak dari isu adanya upaya kudeta kepemimpinan di Partai Demokrat.
Adi diminta mengomentari tentang  meningkatnya popularitas dan favorabilitas Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bersama Partai Demokrat dinilai melejit semenjak muncul isu kudeta partai.
Adi mengatakan demikian.Â
"Popularitas itu didasarkan pada isu yang sedang berkembang. Apa yang lagi happening, itulah yang ada dibenak publik. Dalam seminggu ini porsi pemberitaan soal AHY dan Demokrat berlimpah karena isu kudeta," ujar Adi, Senin (8/2/2021) dikutip dari Tribunnews.com.
Lebih lanjut, Adi lalu mencoba menjelaskan apakah popularitas itu adalah sesuatu yang menguntungkan secara politik atau seperti apa yang harus dipikirkan Demokrat setelah isu panas ini sudah kadung bergulir.
Adi menilai bahwa popularitas saja tidak cukup bagi Demokrat.Â
 "Dalam politik, populer saja tak cukup, tapi harus bisa dikonversi jadi elektabilitas. Di situlah Demokrat harus fokus ke depan. Setelah jadi konsumsi pemberitaan, lalu apa?" kata Adi.
Ini menarik. Setelah seperti mengajak perang terbuka dengan melakukan konfrensi pers tentang upaya kudeta, Demokrat menuai popularitas tetapi bagaimana dengan elektabilitas?
Secara teori, elektabilitas memiliki arti ketertarikan seseorang dalam memilih (Sugiono, 2008). Pada partai politik, elektabilitas partai politik berarti tingkat keterpilihan partai politik di publik, jika tinggi berarti partai tersebut memiliki daya pilih yang tinggi.
Sedangkan pada figur, Â elektabilitas tinggi adalah orang yang dikenal baik secara meluas dalam masyarakat, dengan kinerja tinggi dalam bidang yang ditekuninya.
Jika memakai pendekatan teori ini, pertanyaannya adalah apakah Demokrat juga akan meningkat daya tarik untuk dipilih, dan juga apakah AHY dianggap mumpuni sebagai seorang Ketum, yang berarti bisa menjadi gubernur atau presiden nantinya?