"Saya ingin menyampaikan saya memohon maaf atas kegagalan saya tidak berusaha melawan adiksi saya," kata Ridho Rhoma kepada wartawan di Polres Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (8/2/2021).
Tak sedikit orang  yang marah ataupun mengumpat untuk apa yang terjadi pada Ridho Rhoma, putra mahkota raja dangdut, Rhoma Irama. Ridho terjaring narkoba. Lagi.
Ini kali kedua Ridho terlibat erat dengan barang haram itu, dan sangat disayangkan karena belum genap dua bulan dia menghirup udara bebas setelah lebih dari setahun, dia mendekam dipenjara dan direhabilitasi. Ancaman hukuman kali ini bisa mencapai 12 tahun penjara.
Wajah sendu Ridho menunjukkan bahwa dia memang tak bisa membela diri, dia juga tahu, bahwa akan banyak yang marah, mengumpat dirinya. Bisa saya dan anda, kita.
Saat berhadapan dengan pers, mengenakan rompi oranye, dengan wajah memelas, Ridho hanya berkata pendek seraya meminta maaf. Maaf karena apa? Maaf karena gagal melawan kecanduan atau adiksi dia terhadap narkoba.
Dia tahu bahwa keluarga, teman dekat fans atau bahkan orang yang tidak mengenal dirinya kecewa pada dirinya, karena itu, Ridho tak ingin bicara terlalu banyak, dia kecewa dengan dirinya sendiri.
Saya lalu merasa iba, kasihan dengan Ridho. Saya tahu persis bahwa tak mudah melawan narkoba.
Bukan berdasarkan pengalaman pribadi, tapi saya memiliki seorang teman yang memiliki pergumulan serupa dengan Ridho, sebut saja namanya Mario.
Saya tak pernah melihat Mario sakau, tapi Mario sering menampakkan diri, terlihat seperti orang yang sedang memakai barang terlarang, dia pernah bercerita, ekstasi.
Mario tak sering, tapi juga bercerita susah lepas dari penggunaan barang tersebut. Kapan dia menggunakannya? Saat dia ada masalah, lebih banyak masalah keluarga.
Saya pernah mengulik sedikit apa yang menjadi akar dari persoalan dan membuat Mario lari ke narkoba. Ternyata ekspetasi tinggi orang tua terhadapnya membuat Mario menjadi depresi.
Ayah Mario adalah seorang pejabat terkenal pada jamannya, ibunya tak kalah hebat, dikenal sebagai seorang ilmuwan ternama di kota kami.
Harapan mereka terhadap Mario besar sekali, menjadi sama seperti mereka. Oh, iya, Mario bukan anak tunggal, tapi anak sulung dari tiga bersaudara. Mario ternyata minder terhadap orangtuanya, dan akhirnya tak mampu bersikap atas ekspetasi dan tak tahan dengan tekanan yang diberikan, Pernah, suatu kali ketika bapaknya studi ke Inggris, Mario diajak long holiday di sana.
Tujuannya untuk memotivasi Mario, ternyata tidak, sesudah pulang dari sana, Mario hanya semakin merasa bahwa dia tak akan bisa seperti ayah dan ibunya.
Sesudah itu, Mario memang hanya berkuliah di kampus di sebuah kota kecil di Jawa. Di sana, dia jatuh dalam pergaulan bebas dengan narkoba hingga suatu waktu.
Kabarnya dia pernah direhabilitasi singkat, dan ketika dia dipulangkan, dan terkadang bertingkah aneh---mungkin karena pengaruh obat-obatan, banyak yang menyebutnya kurang stabil, setengah gila.
Mungkin cerita Mario ini juga dialami oleh Ridho. Dia anak seorang Rhoma Irama, raja dangdut, legend yang amat terkenal.
Ekspektasi publik terhadap Ridho tentu sangat tinggi, Ridho berusaha untuk bernyanyi, sayang mungkin banyak yang menganggap remeh terhadap dirinya. Ridho tak kuat menahannya, Ridho tak bisa menjadi sehebat ayahnya.
Salah satu yang membuat kecanduan itu sulit ditinggalkan karena dia dapat menipu diri kita sendiri. Kita berada di dunia lain yang kita ingin singgahi tetapi tak bisa dijangkau dalam realita sebenarnya.
Ekspektasi tinggi yang membuat stress membuat kita terpaksa mesti jatuh dalam tipua-tipuan ini saat melayang-layang. Sesudah efeknya hilang, dan melihat kenyataan hidup tak sesuai dengan keinginan kita, kita lalu ingin "ditipu" lagi melalui kesenangan sesaat dan semu ini.
Mario akan merasa semakin sulit menghadapi realita ketika lingkungan di sekitarnya tidak memberikan apresiasi pada dirinya.
Saya termasuk yang paling sering memberikan pujian pada dirinya, untuk hal terkecil sekalipun. Mario senang bernyanyi dan suaranya memang bagus.
Ketika melagukan sebuah lagu dia terlihat gembira, kami bertepuk tangan untuk kegembiraan yang jujur tersebut. Mario seperti bebas, tak ingin menjadi seorang pejabat, tak harus juga  menjadi ilmuwan.
Dia hanya perlu menjadi seorang karyawan menengah yang bahagia ketika bernyanyi. Itu saja.
Mungkin juga itu yang dialami oleh Ridho. Tapi sudahlah, sedikit terlambat memang. Saat ini ancaman hukuman 12 tahun sudah menanti Ridho. Semoga saja suatu saat Ridho bisa menemukan sesuatu yang bisa membuat dia "bahagia" dan benar-benar lepas dari narkoba.Â
Semoga juga suatu saat dia akan berterima kasih karena dia tidak gagal lagi melawan kecanduan yang dialaminya sekarang. Semoga. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H