Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Manuver Cerdik Demokrat, Keuntungan Politik Setengah Hati SBY?

6 Februari 2021   19:39 Diperbarui: 6 Februari 2021   19:43 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bersama Susilo Bambang Yudhoyono saat menghadiri Kongres V Partai Demokrat di JCC, Jakarta, Minggu (15/3/2020). Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum masa bakti 2020-2025 Partai Demokrat. (Dok Partai Demokrat)

Demokrat dianggap menimbulkan kegaduhan politik, setelah Ketum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan bahwa ada upaya pengambilalihan kepemimpinan partai berlambang Mercy itu secara pakasa oleh pihak internal dan eksternal.

Karena inilah, Demokrat juga telah menuliskan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), namun Istana melalui Menskeneg, Pratikno mengatakan bahwa Istana tak perlu membalas surat itu, karena menganggap itu hanyalah persoalan internal partai.

Nama Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko juga terseret pusaran polemik ini, dan purnawirawan jenderal itu juga sudah mengaku adanya pertemuan dengan kader Demokrat, meski mengklaim bahwa itu hanya pertemuan biasa, tak ada upaya kudeta dan sebagainya.

Demokrat nampak tidak mendapat sesuatu yang diinginkan. Surat tak dibalas, lalu pihak yang dituding juga merasa tidak ada fatsun politik yang dilanggar.

Apakah dalam situasi ini, apakah dapat dikatakan bahwa Demokrat tidak berhasil menggapai tujuannya?  Tentu saja tidak, lapisan politik untuk polemik ini cukup tebal dengan berbagai manuver, trik dan tujuan di dalamnya. Demokrat bahkan dikatakan cerdas untuk langkah ini.

Mengapa demikian? Tactical possession Demokrat untuk lingkungan politik saat ini membuat Demokrat nampak bebas untuk melakukan apa yang diinginkannya.

Saya tentu harus menyebut politik setengah hati ala SBY pada saat perhelatan Pilpres 2019 lalu.

Saat itu, SBY merancang Demokrat untuk  tidak mendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin, tapi di sisi lain juga tidak mati-matian mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Salah satu alasannya, karena Demokrat tidak mendapat tempat yang diincar. Waktu itu, Demokrat sebenarnya ingin menduetkan Prabowo dengan AHY, tapi tidak kesampaian.

Perhatikan langkah sesudah itu, sikap Demokrat masih abu-abu. Meski di atas kertas terlihat  mengusung Prabowo-Sandiaga, namun realitanya tak masalah bagi Demokrat untuk membiarkan kadernya jika ada yang  mau mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Saat itu bahkan, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto menyebut politik setengah hati ini  adalah bagian dari upaya memenangi pilpres tanpa mengorbankan pileg.

Terlihat lemah saat itu, tapi tidak usai Pilpres dan ketika Gerindra memilih bergabung dengan koalisi pemerintah. Demokrat menuai hasilnya. Perlahan tapi pasti, elektabilitas mulai naik, dan beberapa kemenangan di Pilkada 2020 kemarin membuktikan bahwa Demokrat patut kembali untuk diperhitungkan.

Ada apa sebenarnya? Demokrat nampaknya mampu untuk meraih simpati pendukung Gerindra sebelumnya yang merasa bahwa perlu ada partai oposisi yang kuat.

Perlahan, kekuatan Demokat bertambah. Di dalam kondisi yang  lagi bagus-bagusnya ini, lalu ada gesekan di dalam partai, dan dicurigai bahwa ada elemen kekuasaan yang terlibat, Demokrat merasa ini adalah saat yang tepat untuk menguatkan elektoral partainya.

Bermodal politik setengah hati yang membuat gerak Demokrat lebih fleksibel, dan dalam kepercayaan diri yang tinggi, Demokrat lalu keluar  dan berani mengajak perang terbuka siapapun itu. Jika perlu, Istanapun dihadapainya.

Pesan politiknya tentu beragam dan menurut Demokrat ini akan menguntungkannya, apapun respon dan hasilnya.  Ada 3 (tiga) hal yang diketengahkan;

Pertama, Demokrat memperkuat dirinya sebagai oposisi, sehingga saat bersiap menghadapi Pilkada dan Pilpres berikut, Demokrat nampak menggoda bagi kawan maupun lawan.

Kedua, Demokrat ingin menunjukkan bahwa partainya memang solid di bawah kepemimpinan AHY. Elemen kekuasaan saja berani dilawan. Pencitraan ini tentu sangat baik bagi AHY, menuju Pilkada DKI atau Pilpres nanti.  Kepemimpinannya yang selama ini diragukan terbantahkan.

Ketiga, Demokrat sedang melakuakn test the water pada kesolidan partai dalam koalisi pemerintah.

Strateginya jelas, klaim bahwa PKB dan Nasdem mendukung Moeldoko, dan mengatakan bahwa beberapa menteri terlibat tak dapat dipungkiri menggoyang kabinet. Bahkan, setelahnya isu reshuffle dihembuskan.

Apakah Demokrat mengincar posisi di kabinet? Menurut saya, sama sekali tidak. Demokrat tahu bahwa peluang untuk masuk ke koalisi gemuk ini amat mustahil, kecuali ada anggota koalisi yang pada akhirnya meminta cerai, lalu membuka ruang bagi Demokrat untuk masuk. Meski kemungkinannya sangat kecil.

Artinya, kepentingan elektabilitas elektoral serta tactical possession saja yang diincar Demokrat. Kali ini, jika bicara popularitas, Demokrat jelas telah mendapatkannya. Kita hanya tinggal menunggu, bagaimana ini dapat mengangkat elektabilitas AHY menuju Pilkada DKI atau bahkan Pilpres 2024. Kita tunggu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun