Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sebulan Risma Jadi Mensos dan Nada Tak Merdu Untuknya

25 Januari 2021   10:49 Diperbarui: 27 Januari 2021   17:54 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Sosial Tri Rismaharini bersiap mengikuti rapat kerja bersama Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/1/2021). Rapat kerja tersebut membahas evaluasi pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww via kompas.com)

Menteri Sosial, Tri Rismaharini atau biasa disebut Risma, tak terasa sudah sebulan menjabat. Presiden Jokowi secara resmi mengangkatnya pada 23 Desember 2020.

Apa yang terjadi pada Risma selama sebulan ini? Banyak yang terjadi dan terlihat apa yang dilakukan Risma terus menerus menjadi sorotan baik dari kawan maupun lawan. 

Mulai dari blusukannya ke beberapa tempat, berbincang dengan tunawisma lalu mempekerjakan para tunawisma di Ibu Kota mengundang berbagai komentar. Kawan politik menganggap itu sebagai hal yang positif namun tak sedikit yang menanggap dengan mengatakan bahwa hal itu hanyalah pencitraan semata.

Bahkan, ketika Risma harus ke beberapa daerah bencana seperti di Sulbar dan Jatim, juga terus mengundang tanggapan negatif. Berturut-turut, politisi antara lain Fadly Zon, Roy Suryo, dan Hidayat Nur Wahid seperti bergantian memberikan kritik.

Risma sekali lagi dianggap hanya melakukan pencitraan demi mendapat simpati publik atau demi kepentingan politik.

Tak dapat dipungkiri bahwa apa yang dialami Risma dengan nada tak merdu untuknya itu adalah hal yang wajar di politik. Politik itu keras, dan bisa saling menjatuhkan.

Apalagi jika dihubungkan dengan prediksi politik bahwa Risma dipersiapkan oleh PDI-P untuk Pilgub DKI 2022 atau bahkan Pilpres 2024. 

Artinya, Risma bisa saja memang melakukan pencitraan di setiap tindakannya, meski tidak semua tindakannya adalah pencitraan.

Jika kita simak, maka memang ada dua hal yang perlu dilakukan Risma untuk tujuan politik ke depan itu.

Pertama, Risma memang sangat perlu memanfaatkan perkembangan era digital untuk meningkatkan popularitas, elektabilitas atau bahkan citranya untuk bertarung di panggung politik nasional.

Caranya, mau tak mau Risma harus mempublikasikan aktivitasnya sebagai mensos secara masif sejak awal, dan ini sudah nampak dilakukannya.

Ini memang akan mengundang cibiran dan kritik yang bisa  datang silih berganti.

Politisi Gerindra, Fadli Zon misalnya mengatakan demikian, "Blusukan secara proporsional bagus saja sbg cara melihat langsung lapangan. Tp klu kecanduan blusukan maka harus diperiksa jgn2 gangguan 'gila pencitraan'," kata Fadli.

Risma harus terbiasa dengan hal ini, karena bukan di awal saja, di sepanjang perjalanannya, telinga Risma mesti terbiasa mendengar hal ini, dan harus diakui ini tentu akan lebih bising dibandingkan saat dirinya masih menjabat Walikota Surabaya.

Kedua, sembari melakukan hal yang pertama, Risma juga harus cakap dan cekat untuk menyelesaikan segudang persoalan di Kemensos.

Ini bisa dianggap sebagai penyeimbang pendulum yang nampak goyah dengan tuduhan pencitraan untuknya.

Bagaimana cara Risma untuk menyeimbangkan? Risma sebaiknya mampu melihat dan menggunakan sebagian kritik dan cibiran ini juga sebagai motivasi dan bahkan sebagai pengingat baginya.

Misalnya kritik politikus PKS, Hidayat Nur Wahid yang melihat Risma membungkus nasi dan berkata bahwa Menteri Sosial seharusnya kerjaannya bukan begitu, mungkin bisa menjadi pengingat bagi Risma, bahwa masih ada prioritas yang belum tergarap olehnya.

Harus diakui banyak 'pekerjaan rumah' mensos yang mesti dikerjakan Risma. Mulai dari database penerima bansos yang sering dipermasalahkan hingga mekanisme memberian bansos yang akhirnya membuat Mensos sebelumnya, Juliandri Batubara ditangkap KPK.

Sebenarnya banyak yang tidak meragukan kemampuan Risma untuk menyelesaikan hal-hal ini, hanya persoalannya Risma harus sadar bahwa dirinya sedang berburu dengan waktu.

Jika mampu menyelesaikan ini dengan cepat, niscaya akan mampu meningkatkan elektabilitasnya untuk bertarung di Pilkada DKI mendatang.

Sebulan mungkin nampak cepat bagi Risma, namun yang terjadi memang sudah sedikit menggambarkan bahwa dia sudah ada di jungle politik sebenarnya.

Dibabat dengan cibiran, dituntut untuk  membantu korban bencana, mengurus tunawisma, menyelesaikan persoalan di Kemensos silih berganti diterima dan mesti dilakukannya.

Perlu ditunggu, apakah kedua strategi ini bisa dapat segera dikerjakan Risma, jika Risma mampu mengerjakannya dan bertahan dari kritika, maka tinggal tunggu saja progress dari elektabilitasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun