Perhatikan bagaimana Kristen Gray menjadi merasa superpower untuk berbuat seenaknya di Bali. Di dalam pikirannya seperti timbul labeling yang bahkan membuat Kristen berani untuk mengajak bule lain untuk datang ke Bali dengan tindakan yang inskontitusional.
Ada kemewahan, ada banyak hal yang menurutnya dia bisa dapati dengan mudah di Bli, bahkan gratis---tak membayar pajak dan sebagainya. Our Bali Life is Yours, begitu judul ebook yang seperti menjadi seperti undangan bagi bule lain.
Ketika stigma ini berupa steoretip, Kristen merasa bahwa dirinya tak berbuat hal yang keliru.
Hal ini baru terlihat ngawur, setelah dia berhadapan dengan netizen.
Kejadian ini lalu membuka perspektif bagi sebagian orang , bahwa tak semua bule itu kaya dan baik. Bermotivasi baik saat berwisata sebagai respon terhadap keramahan kita, ada yang seperti Kristen yang sebenarnya kere tapi bandel.
Persoalan Nadin, mirip meski tak serupa. Meski akhirnya meminta maaf, dan mengatakan bahwa tak bermaksud demikian, namun mungkin ada stigma yang terbentuk di dalam dirinya terhadap orang miskin yang membuat ada banding-membandingkan disana.
Jika harus jujur, Â apa yang dipikirkan Nadin mungkin juga ada di sekitar kita, atau bahkan kita pelakuknya.
Kita bisa membandingkan bahkan berstigma negatif kepada orang lain karena penampilan dan kekayaan mereka kan?
Jika yang rumahnya sederhana, kita pikir mungkin tak dapat memberi sumbangan untuk orang lain ketika mendapat bencana.
Belum tentu, sederhana di penampilan bukan berarti di hati tidak bisa simpati maupun empati.
Kehidupan rasanya menjadi tanpa warna jika kita menilai kehidupan ini hanya dari kaya miskin, dan sejenisnya.