Dilansir dari Kompas.Com, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa virus mutasi corona yang awal mula teridentifikasi di Inggris membuat ancaman Covid-19 semakin tidak boleh diremehkan. Paling tidak salah satu hal yang membuat virus mutasi ini semakin berbahaya adalah kemampuannya dalam penularan yang menjadi lebih tinggi, yakni hingga 70 persen. Virus mutasi ini disebut dengan SARS-CoV-2 yang merupakan jenis virus RNA (ribocnuleic acid) yang tergolong paling besar dalam keluarga virus corona.
Di lingkungan sekitar saya, berita bermutasinya virus corona  ini mengundang beragam tanggapan. Ada yang berespons serius dengan lebih memperketat anjuran pemerintah seperti  3M yakni mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak, bahkan sudah bergerak ke 5 M dengan menambah aspek membatasi mobilitas atau interaksi serta menjauhi kerumunan.
Akan tetapi ada juga yang berespons seperti pasrah terhadap keadaan. Merasa bahwa ini adalah sebuah takdir yang harus dijalani tanpa upaya baru untuk mencegah dan menjaga agar tubuh kita tetap sehat. "Ah, sudah mau bermutasi seperti apapun, ya kita sudah harus hadapi" kata orang dalam jenis yang ini.
Saya sebenarnya berusaha paham akan tanggapan seperti ini. Kelompok orang seperti ini biasanya nampak lelah dengan apa yang dia telah lakukan dalam keadaan seperti ini, atau bahkan sudah merasa maksimal telah melakukan apa yang perlu dikerjakan.
Misalnya ada yang bicara seperti ini karena sudah lelah melakukan upaya protokol kesehatan bahka sudah beradaptasi untuk memiliki kebiasaan baru yang sehat, seperti tidur teratur, makan makanan sehat atau olahraga teratur. "Ya, sudah saya sudah lakukan, virus bermutasi, saya bisa apa lagi, semua sudah saya lakukan" kata orang dalam kelompok ini.
Dalam keadaan seperti ini saya pikir hal yang penting dan harus dijaga ketika virus bermutasi adalah kita perlu untuk terus beradaptasi bukan saja soal kebiasaan hidup sehat tetapi juga masuk ke dalam mindset "adaptasi semangat".
Maksud saya seperti ini; virus terus bermutasi tetapi semangat kita untuk menghadapinya harus ikut bermutasi atau semakin berkobar lagi.
Kita tentu sepakat bahwa 2021 adalah tahun harapan. Harapan itu sebuah hal yang positif, di tengah situasi yang pelik yang tak boleh hilang adalah harapan dan semangat.
Tadi pagi saya baru ngobrol dengan orang tua yang sudah lansia, soal menghadapi keadaan pandemi yang entah kapan akan usai. Mereka mengatakan sebuah kalimat yang membuat saya penuh dengan harapan untuk menghadapi pandemic Covid-19 di tahun 2021 ini.Â
"Jika kita boleh melewati 2020 di tengah kekalutan yang terjadi, masak 2021 kita tidak bisa melewatinya" begitu kata mereka.
Kalimat yang memotivasi ini tentu saja menambah semangat saya untuk menghadapi berita virus mutasi di atas dengan kontrol penuh dan positif. Meski tentu tidak mudah menjalaninyha, namun hal ini perlu terus diusahakan.Â
Saya bukan ingin menceramahi tetapi ada dua hal yang dapat dilakukan untuk memelihara semangat ini dan bukan sekedar pasrah--dengan catatan kita sudah terus melakukan protokol kesehatan dengan baik.
Pertama, jangan lupa mengucap syukur setiap pagi. Mungkin ada yang sudah melakukannya dalam sholat atau saat teduh, tetapi lakukan ini jangan seperti menjadi rutinitas belaka, dan buka ruang syukur ini lebih luas.
Misalnya jika selama ini kita hanya bersyukur untuk diri kita atau keluarga kita, maka mungkin kita perlu bersyukur untuk banyak hal.
Misalnya mengucap syukur untuk tetangga kita yang masih sehat walafiat atau rekan kerja kita yang masih menemani kita ketika bekerja. Ah, ini bukan canda, namun ketika ruang syukur itu dibuka lebih luar, maka hati akan gembira dan penuh ucapan syukur.
Kedua, perluas komunitas positif ini lebih luas di tempat kerja atau di lingkungan. Mulai 2021 dengan percakapan positif tentang pandemi ini. Misalnya pada 2020 kita ikut-ikutan kuatir dan sharing tentang berita yang "menakutkan", mari kita tebar hal yang positif, edukatif dan menyemangati.
"Bro, angka positif di Kupang semakin banyak bro, mengerikan" kata seorang teman tadi pagi.
"Wah, itu sudah. Tapi kita memang harus disiplin bro, kuncinya disiplin dalam protokol kesehatan, 3M atau 5M itu, jangan lengah. Pasti kita dapat melewati ini" jawab saya.
Kita memang harus menyeimbangkan untuk tindakan dan apa yang perlu kita pikirkan. Kita perlu menjaga pikiran kita seperti ada ungkapan bijak yang mengatakan bahwa kita tidak bisa melarang burung terbang di atas kepala kita tetapi kita bisa mencegahnya hinggap di kepala kita.
Varian virus mutasi ini mungkin akan terus berkembang, kita tak pernah tahu. Akan tetapi percayalah banyak orang terutama ilmuwan yang berupaya menjacari jalan keluar untuk melawannya. Sekali lagi, kita hanya perlu menjaga agar tindakan kita dan pikiran kita tetap positif di dalam semangat bahwa kita bisa melewati ini semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H