Jika harus memilih tempat berlibur saat ini, maka saya akan memilih destinasi wisata semisal pantai, air terjun atau gunung. Akan tetapi sayangnya tempat-tempat itu, khususnya yang sudah viral sudah tidak aman jika bicara menyangkut pandemi Covid-19.
Jalanan ke tempat tersebut khususnya bagi pejalan kaki sudah tidak nyaman karena harus berdesak-desakan menuju tempat tujuan. Ini berarti protokol kesehatan pun tidak berjalan dengan maksimal di tempat tersebut. Itulah yang menyebabkan saya akhirnya lebih memilih menghabiskan waktu liburan natal tahun ini di rumah saja.
Tak masalah jika berlibur di rumah. Esensi liburan tentunya adalah refreshing, menyegarkan diri kembali, baik dilakukan bersama keluarga ataupun sendirian. Refreshing itu menyegarkan hati dan jiwa, dan itu terasa berjalan baik jika kita merasa senang bahagia ketika melakukannya.
Artinya meski di rumah saja, tetapi perlu dicari kegiatan atau aktivitas yang membuat liburan ini terasa menyenangkan.
Kebetulan sekali tahun ini ada kegiatan yang menurut saya membuat waktu liburan kali ini tetap menyenangkan, bahkan aman dan nyaman jika bicara soal pandemi Covid-19 yang sedang melanda. Aktivitas itu adalah menghabiskan waktu liburan di perpustakaan pribadi.
Perpustakaan pribadi? Ah, hanya sebuah ruangan kecil berisi buku yang tersusun dalam beberapa rak-rak kecil. Ruangan ini juga berfungsi sebagai ruang kerja saya. Jumlah buku juga belum terlalu banyak menurut saya, perkiraan saya baru sekitar 800-an judul buku yang ada.
Mengapa menyenangkan? Bagi saya beraktivitas di perpustakaan pribadi ini bukan hanya soal membaca buku kesukaan saja, tetapi banyak hal yang dapat dikerjakan. Pada waktu liburan kali ini, saya membeli rak buku baru dan ini berarti saya harus mengelompokkan kembali buku-buku dalam rak-rak tersebut.
Menyenangkan karena ketika mengelompokan buku tersebut, saya baru tersadar bahwa saya memiliki koleksi banyak buku bagus yang belum saya baca sama sekali, belum selesai saya baca atau bahkan perlu saya baca lagi.
Untuk kelompok pertama, yaitu yang belum saya baca, ada buku "On Writing Well" karangan William Zinsser dan "Saya Zlatan" biografi pesepakbola Zlatan Ibrahimovich. Untuk yang belum selesai saya baca semisal buku Sindhunata berjudul "Mata Air Bulan" dan "Menulis Kreatif berpikir filosofis" punyanya Ayu Utami.Â
Lalu, jika anda lalu bertanya buku apa yang perlu saya baca lagi, maka saya akan memberi daftar pendek, buku-buku bertema bola seperti "Tamasya Bola" tulisan Darmanto Simaepa, 'Dongeng dari Negeri Bola" punyanya Yusuf Dalipin, "Simulakra Sepakbola" Zen Rs dan tentu saja Trilogi Romo Sindhunata.
Menariknya, soal mengelompokkan juga berkaitan dengan tempat lokasi buku-buku itu ditempatkan. Saya akan meletakkan buku-buku favorit untuk lebih dekat dengan meja kerja pribadi. Eh, semuanya memang adalah buku favorit, namun rak buku terdekat adalah yang berisi buku-buku yang sekiranya akan perlu saya baca untuk menambah referensi menulis saya.
Di bagian rak buku favorit ini, selain buku-buku bola dan buku-buku tentang praktik menulis seperti "Menulis Sosok" dan "Ranjau Biografi" tulisan Pepih Nugraha dan beberapa koleksi dari Muhidin Dahlan, Hernowo Hasim, A.S Laksana atau Ayu Utami, ada juga buku-buku ringan berisi esai refleksi perjalanan seperti punyanya Desi Anwar- "Faces and Places" dan "Jalan Pulang" - Maria Hartiningsih.
Salah satu kebiasaan buruk berulang yang saya lakukan adalah rasa malas sesudah mengambil dari rak buku untuk digunakan sebagai referensi menulis namun buku tersebut tidak segera saya kembalikan ke tempatnya semula.
Alhasil, selain terlihat bertumpuk di meja kerja, saya akhirnya kesulitan menemukannya kembali. Bahkan, mungkin karena tak teliti beberapa buku "menjauh" dengan tidak berada di kelompoknya lagi.
Misalnya, saya menemukan buku "Drama Itu Bernama Sepakbola" tulisan mantan wartawan Tabloid Bola Arief Natakusumah sudah berada di satu barisan dengan rak buku berisi Tetralogi Pramoedya Ananta Toer dan buku Widji Thukul berjudul "Nyanyian Akar Rumput".
Saya akhirnya harus mengamini kata Gus Dur soal buku. "Hanya orang bodoh yang mau meminjamkan bukunya. Dan hanya orang gila yang mau mengembalikan buku yang sudah dia pinjam."
Di kepala bahkan ada beberapa rencana yang ingin saya lakukan untuk mengisi liburan ini. Dalam beberapa hari ke depan, saya berencana membuat stempel khusus untuk memberi tanda pada koleksi-koleksi saya ini.
Selain itu, saya sepertinya perlu membuat daftar koleksi, sehingga ketika sudah lebih banyak buku yang saya punyai, saya tidak perlu mencarinya lagi secara manual. Hal ini juga berguna untuk perencanaan menambah koleksi untuk tahun depan, genre mana yang perlu saya tambah. Baru terpikir buku berkaitan dengan esai politik masih terasa kurang.
Sekali lagi, soal beraktivitas di perpustakaan selama liburan ini memang amat aman dan nyaman. Jika lapar, saya tinggal keluar ke ruang makan, lalu masuk lagi mengurus buku-buku ini, selain itu tak perlu ada disinfektan dan gonta-ganti baju berlebihan. Lha, ini liburan di rumah saja, tapi tetap menyenangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H