Bacarita, tertawa bersama membuat kebahagiaan natal itu tetap nampak di tengah tradisi duduk dengar petuah orang tua saat natal. Esensi natal memang membawa kedamaian, dan membawa sukacita. Sukacita itu tercipta di dalam hati. Meski pandemi ini membuat jabat tangan dan "cium idong" khas orang Kupang seperti menghilang tetapi sukacita dan kedamaian itu masih tetap hadir.
Tahun-tahun sebelum natal di tengah pandemi Covid-19 yang melanda ini, beberapa sanak saudara yang tinggal di luar Kota Kupang bertestimoni bahwa merayakan natal di Kupang adalah salah satu yang paling berkesan.
Di Kupang, suasana natal memang amat terasa, minimal dari berbagai aktifitas yang ada sebelum natal, dan pada saat hari natal tersebut. Bunga sepe yang bermekaran dan gemerlap pohon natal di sudut-sudut kota menemani keramaian di jalanan yang padat dan merayap.
Hal ini dikarenakan karena setiap keluarga bergegas keluar rumah, mengunjungi pusat penjualan kue atau pakaian untuk memastikan bahwa keperluan perayaan natal dapat tersedia pada waktunya.
Beberapa titik jalanan dipenuhi para penjual kue dan tentu saja dipadati pengunjung. Di pusat perbelanjaan seperti mal, juga dipenuhi pengunjung terutama yang ingin mencari busana baru untuk dipakai saat natal nanti.
Ya, beberapa edaran pemerintah berkaitan dengan protokol kesehatan meminta agar kunjung mengunjung atau silahturahmi natal dapat dibatasi dan harus menjaga protokol kesehatan. Dampaknya, di medsos beberapa keluarga bahkan meminta agar jangan dikunjungi.
Apakah ini mengurangi kesan natal tahun ini? Sebenarnya tradisi natal terus berjalan bahkan tetap berkesan.
Hari ini, sehabis kebaktian natal pagi, saya dan keluarga masih mengunjungi rumah keluarga, rumah papa dan mam. Mengunjungi rumah orang tua, dan keluarga dekat memang seperti sebuah keharusan.