Saya mencoba menebak. Mungkin saja itu pohon natal pertama yang bisa mereka beli, atau mungkin saja, anak-anak mereka sedang menunggu di rumah, menanti pohon natal (dalam ukuran apapun) yang dibeli mereka. Entahlah.
Saya lalu merenung. Bahagia dan syukur itu mungkin memang ada dalam diri, bukan di luar. Begitu juga harapan. Situasi, keadaan mungkin bertambah sulit dan tak menentu, tetapi bukankah masih ada yang perlu disyukuri sehingga dapat memantik senyum?
Tahun ini, Â suasana Natal tentu berbeda. Pandemi Covid-19 terus mengancam dan kondisi perekonomian juga sedang menurun. Di rumah, beberapa orang rumah bahkan gajinya harus dipotong dalam beberapa bulan terakhir. Ini membuat pernak-pernik natal atau kue-kue yang dibeli juga tak banyak.
Tetapi di rumah, kebahagiaan itu tetap hadir bahkan lebih tereguk dari biasanya. Â Dalam rasa syukur, kami tetap tersenyum, bahagia untuk banyak hal baik yang masih diberikan Yang Maha Kuasa. Pekerjaan, kesehatan dan cinta kasih diantara kami sanak keluarga.Â
Jika ditanyakan pada saya, apa yang membuat Natal ini berbeda dari natal tahun lalu? Maka saya akan menjawabnya demikian, Natal kali ini lebih banyak dipenuhi dengan perenungan tentang hidup, dan ketika semakin banyak merenung, keyakinan tentang harapan akan hidup yang akan lebih baik itu tetap ada.
Harapan itu tetap ada, bahkan akan selalu ada. Selamat menyambut Natal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H