Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"While You Were Sleeping", Natal dan Harapan

23 Desember 2020   17:28 Diperbarui: 23 Desember 2020   17:39 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keluarga Peter Galaghan dan Lucy | Gambar: filmexerience

Bagi umat Kristiani, menyambut dan merayakan Natal itu sebuah sukacita, Joy. Sukacita ini timbul bukan karena seremoni yang wah, pernak-pernik natal, hadiah atau kue dan minuman yang tersaji saat natal, bukan itu. Sukacita ini timbul karena adanya harapan, hope. Harapan tentang apa? Harapan yang timbul karena kelahiran bayi natal, yaitu bayi Yesus di palungan kecil di Betlehem.

Bayi Yesus diimani umat Kristiani sebagai Juruselamat, Allah yang mau turun menjadi manusia. Kelahirannya menandakan kerelaanNya untuk datang menjadi manusia, yang pada akhirnya rela mati untuk menebus dosa umat manusia. Bersukacita, kerena kelahiran Bayi Yesus menjadikan adanya  kehidupan baru, bahwa ada pengampunan, keselamatan dan harapan untuk kehidupan yang lebih baik. 

Memaknai Natal dalam konsep harapan tentu mengontrol perspektif  hidup di dalam optimisme. Filsuf Yunani, Aristoteles bahkan pernah menulis demikian;  Harapan adalah mimpi dari seorang yang terjaga. Mimpi yang menggerakan semangat, bahwa hari esok di dalam anugerah Yang Maha Kuasa pasti dan tetap akan baik adanya.

Ketika momen natal dilihat hanya dari permukaan, mungkin bukan optimisme yang didapat tetapi mungkin akan timbul pesimisme, patah arang atau bahkan frustrasi. Bukankah itu yang terjadi, ketika harapan itu menjadi keliru karena berharap mendapat hadiah istimewa berupa kado natal yang diinginkan atau bahkan berharap  mendapat pasangan hidup dan lain sebagainya tetapi pada akhirnya tidak mendapatkannya.

While You Were Sleeping mengingatkan ini secara sederhana namun tetap istimewa. Sosok Lucy tahu bahwa dirinya akan melewatkan natal seperti biasa, menyedihkan—tak bersama orang terkasih dan lain sebagainya, bahkan dia harus bekerja menggantikan shift kerja rekannya. Meski berat, Lucy menjalaninya dengan sukacita. Dia bahkan harus  menghibur diri,  bahwa ini mungkin cara baginya nya untuk bisa membahagiakan orang lain di momen istimewa ini.

Namun perlahan, melalui pengalaman yang tak terduga yang dialaminya, Lucy mendapatkan perspektif baru tentang Natal itu. Natal bukan tentang kado, bukan tentang ditemani orang terkasih, natal lebih daripada itu.

Keluarga Peter Galaghan dan Lucy | Gambar: filmexerience
Keluarga Peter Galaghan dan Lucy | Gambar: filmexerience
Salah satu scene yang menurut saya menyentuh di sinema ini adalah ketika Lucy masuk dalam pergulatan batin, apakah dia harus jujur dan mengatakan pada keluarga Peter bahwa dia sebenarnya bukan tunangan Peter—yang ini berarti Lucy harus kehilangan cinta Peter? Dan Lucy mau mengambil resiko itu, karena tak mau menyakiti hati keluarga Peter yang sudah amat baik pada dirinya. Lucy nampak bahagia untuk pilihan itu.

***

Tahun lalu menjelang natal, saya berkunjung ke sebuah toko pernak pernik yang sangat ramai di Kota Kupang. Di keramaian toko tersebut, Saya berkesempatan  mengamati gerak-gerik sepasang  suami istri yang berpenampilan sederhana, usia keduanya kira-kira sekitar 50-an.

Keduanya lagi mengamati pohon natal berbagai ukuran yang berjejeran di depan toko tersebut. Sesekali wajah keduanya terlihat serius, mungkin sedang berdiskusi akan membeli pohon natal yang mana. Agak lama, namun akhirnya keputusan dibuat. Pohon natal yang berukuran yang palin kecil yang dibeli mereka.

Setelah membayar di kasir, keduanya keluar. Manisnya, mereka saling berpegangan tangan, saling tersenyum, amat bahagia. Padahal pohon natal yang dibeli itu bukanlah pohon yang besar, dan tentu bukanlah yang terindah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun