Leandro Paredea dan Julian Draxler bahkan terlihat amat fit dan membuat PSG terus bertenaga sedangkan Freuler yang mengomandoi lini tengah Atalanta sudah kepayahan, kehabisan tenaga dan tertatih-tatih di lapangan.
Keunggulan pemain membuat mental Atalanta menipis ketika tenaga juga terkuras. Mental inilah yang dimanfaatkan oleh Thiago Silva dan Neymar memang yang kenyang pengalaman di kompetisi level atas.
Pengalaman? Ya, satu faktor lagi yang amat menentukan. Pengalaman yang membuat para pemain PSG tidak nampak panik, meski ketakutan bahwa headline akan memuat kekalahan besar mereka dari Atalanta akan sangat memalukan.
Neymar nampak tenang, bergerak terus dan tidak seperti biasa, tidak menjadi anak-anak, yang sering meringis kesakitan. Neymar menjadi pemimpin dari keyakinan PSG bahwa mereka dapat mengalahkan Atalanta, apapun caranya.
Di lain sisi, lini belakang Atalanta sudah goyah setelah gol di menit ke-88 tersebut. Toloi dan Palomino sudah kebingungan ketika melihat Neymar memegang bola, sedikit mengontrol, melepaskan umpan ke Mbappe yang meneruskannya kepada Choupo Mouting. Atalanta sudah habis sesudah gol itu.
Thomas Tuchel berdiri memukul kursi. Sesuatu yang amat jarang terlihat, karena Tuchel kesulitan berdiri dengan kaki kiri yang masih cedera. Gasperini nampak sengaja ingin tenang, menarik-narik dasinya, seperti menandakan bahwa irama napasnya sudah tak menentu. Tetapi Atalanta tetaplah hebat mister Gasperini.
Atalanta dapat pulang dengan kepala tegak. Duvan Zapat terdiam, tetapi dia tetap bangga. Dia lebih hebat dari Mauro Icardi yang tampil melempen. Papu Gomez juga pantas mendapat kehormatan, sebagai pemimpin Atalanta. Mereka tersakiti, tetapi mereka pulang dengan terhormat.
Selamat PSG, Atalanta tetap pantas mendapat pujian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H