Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apa Benar Jokowi Kangen Suara Fahri Hamzah?

23 Juli 2020   06:20 Diperbarui: 23 Juli 2020   07:25 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya melihat ada yang menarik dari pertemuan antara jajaran pengurus Partai Gelombang Rakyat (Gelora) yang dikomandoi Anis Mata dengan Presiden Jokowi Senin (20/7) lalu. Hal yang menarik itu diungkapkan oleh Sekretaris Jendral Gelora, Mahfudz Siddiq kepada wartawan.

Mahfudz menceritakan tentang perkataan Jokowi dalam dalam pertemuan yang sekaligus adalah perkenalan Partai Gelora kepada Jokowi. Salah salah yang dikatakan Jokowi adalah dirinya kangen dengan kritik dari Fahry Hamzah.

"Kata presiden itu karena Pak Fahri sudah jarang bicara politik lagi. 'Banyak yang kangen dengan suara pak Fahri, saya juga kangen'," kata Mahfudz menirukan ucapan Jokowi.

Kangen suara Pak Fahry? Apa benar Pak Jokowi?

Menurut saya kangen itu kan sama dengan rindu. Rindu sesuatu yang enak dan merdu didengar, misalnya rindu mendengar suara Ruth Sahanaya yang sudah lama sekali tidak menelurkan album baru, atau jika berkaitan dengan fanatisme, mungkin merindukan Inter Milan untuk Scudetto lagi, kan sudah lama banget kan?

Apa benar Fahry Hamzah sudah lama sekali tidak bersuara secara politik? Ah, Jokowi sebenarnya sedang menyindir Fahry secara halus, ini adalah politikus yang paling sering dan sumbang suaranya untuk mengkritik Jokowi. Ibarat kaset, ini album non stop.

Terakhir ya, baru beberapa waktu lalu Fahry "menguliti" pernyataan Jokowi ketika kesal dengan para menterinya di acara Indonesia Lawyer Club. Mulai dari mengatakan bahwa Jokowi mengiba kepada menterinya, lalu menyebut itu sebagai drama yagn tak biasa dan sebagainya.

Sebelumnya lagi, dalam diskusinya dengan Refly Harun, Fahry secara terang-terangan mengatakan bahwa Jokowi dan jajarannya tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang pemberantasan korupsi di Indonesia.

Kangen suara Fahry gimana, tidak diminta juga akan bicara sendiri, bahkan jika ibarat album lagu misalnya, penyanyi yang paling produktif saja mungkin setahun sekali mengeluarkan album, nah Fahry ini bisa setahun dua atau tiga kali dikeluarkan album, produktif sekali memberikan suara kritik untuk Jokowi.

Di dalam satire, Jokowi memang sedang memainkan majas satire dalam ungkapannya untuk Fahry. Paling tidak ada dua majas dalam satire yang tergambar dalam ungkapan Jokowi ini, yaitu majas Ironi dan majas sinisme.

Majas Ironi itu seperti ini; ini sindiran level paling bawah yang menggunakan kata-kata yang bertolak belakang dengan makna sebenarnya. "Kamu orang yang paling tenang, makanya suaramu terdengar hingga tetangga sebelah".

Ada lagi majas sinisme; ini digunakan untuk menyindir sesuatu secara agak kasar ya, untuk mengkritik suatu keadaan' misal: "Benar nih kamu tak punya partai lagi, bukankah kamu orang yang paling dibutuhkan partai di seluruh dunia?" Nah, cakep kan?

Ibarat lagi buat sambal, cabe sedang diulek-ulek di cobekan, dengan sindiran-sindiran seperti ini, semakin diulek, maka cabenya semakin pipih, biji cabe sudah keluar kemana-mana, maka akan semakin pedas.

Teman kantor saya ada yang fasih memainkan sindiran-sindiran semacam ini. Dalam rapat, sindiran-sindirannya tepat mengarah ke jantung, menusuk perlahan sehingga sakitnya akan lama, ini butuh kecerdasan tingkat tinggi untuk melakukannya.

"Bapak memang hebat dalam soal manajemen, tetapi bla..bla..bla.." Nah, nyakitin juga pada akhirnya. Sebenarnya yang sudah dilakukan bapak sudah luar biasa, tetapi bla..bla..bla...

Apakah sindiran seperti ini sehat? Tentu saja tidak sehat, tetapi tergantung dengan siapa ini dilakukan. Dalam taraf Jokowi dan Fahry ini, menurut saya tepat sekali, asoy dan sedap.

Mengapa? Fahry ini politikus yang unik, menyindir dengan keras, tetapi juga tak mudah tersinggung disindir. Makanya tak jarang Fahry diundang untuk datang di acara stand up comedy, baik untuk meroasting atau melakukan aksi komika.

Menurut saya, Fahry cukup piawai menjadi seorang komika. Saya pernah menonton aksi komikanya, dan keren abis.

Fahry bisa menyindir pemerintah sekaligus menyindir dirinya sendiri, dia dapat melahirkan unsur keterkejutan yang membuat penonton tertawa cerdas dengan humor-humornya, ya dia bisa bicara data, mendapat tepuk tangan, sekaligus juga mendapat cemoohan. Untuk aksi komika ini Fahry pantas dapat sepeda.

Jika mau jujur, tanpa Fahry, politik negeri ini krang seru. Politik masih membutuhkan orang-orang seperti Fahry dan Fadly minimal untuk membuat ada opini-opini yang nyeleneh dan membuat keramaian. No Fahry, No Party.

Terakhir, menurut cerita Mahfudz, dalam pertemuan itu, Fahry juga sempat "membalas" Jokowi. Soal berat badan, Fahry mengatakan bahwa dirinya terlihat gemuk, karena di masa lockdown ini banyak orang yang di rumah saja dan makan terus, tetapi Jokowi malah terlihat bertambah kurus.

Nah, ini sindiran telak juga sebenarnya. Asyik juga nih sih Fahry.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun