Salah satu yang diungkapkan Dahnil pada saat itu adalah karena kemampuan industri alutsista dalam negeri yang tidak mampu mengkover setiap bahan yang diperlukan untuk pembuatannya.
"Impor lebih besar, karena data masih terus berubah. Memang dalam negeri ada UU industri pertahanan mengatur ada offset, kandungan lokal. Tak semua tank Pindad itu memiliki kandungan lokal secara keseluruhan. Dia bisa juga assembly perakitan beberapa komponen dibeli dari luar negeri. UU pertahanan mengatur berapa kandungan lokal. Artinya belum seluruhnya alutsista bisa dikover dalam negeri," kata Dahnil di Jakarta, Selasa (28/1/2020).
Artinya, Dahnil hendak menjelaskan bahwa keputusan impor biasanya karena faktor pertimbangan spesifikasi, teknologi, kapasitas industri pertahanan dalam negeri.
Akan tetapi, Â situasi sekarang berbeda. Jokowi tentu berharap Prabowo dan jajarannya berpikir dan melakukan sesuatu yang lebih keras untuk bisa me-refocussing anggaran pada pembelanjaan dalam negeri.
Jika tidak mampu ya, Â dianggap sebagai menteri yang biasa-biasa saja, kehilangan sense of crisis atau mempunyai agenda yang lain.
***
Menarik melihat singgungan atau "senggolan" Jokowi pada Prabowo, berkaitan dengan kinerja ini.
Selama ini, Jokowi nampak tidak ingin ikut campur urusan Prabowo mengurus Kemenhan. Malahan, ketika Prabowo dikritik karena sering melakukan perjalanan ke luar negeri, Jokowi ikut membela.
Selain itu yang menarik adalah Prabowo bukanlah menteri yang dianggap sebagai menteri dengan kinerja  rendah, bahkan jauh dari isu reshuffle menteri.
Lalu ada apa? Patut diduga ini ada hubungannya dengan pertemuan di Kertanegara saat  Prabowo melakukan pertemuan politik dengan Airlangga Hartarto. Agendanya soal Pilkada dan katanya juga untuk menjaga stabilitas politik di pemerintahan.
Mungkin saja ketika mengetahui pertemuan itu dilakukan Jokowi berpikir, "Lha, ini kok ada pandemi,menteri-menteri harus berpikir keras untuk melakukan terobosan, malah keduanya  melakukan pertemuan politik".